Sekuel dari Cinderella's Sister
...
"Setelah semua yang terjadi, aku hanya kembali pada luka."
-----
Anna kembali pada usia 14, memutuskan membangun ulang kehidupannya yang hilang. Seharusnya itu mudah. Apalagi ditambah dengan bantuan teman dan kelu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anna Tasya Hendranata
▪️▫️▪️
"Keluarganya tidak akan baik-baik saja jika dia pergi."
-----
Waktu berhenti---atau setidaknya, begitulah yang Joshua pikir.
Kakinya terpaku kuat di jalan, paru-parunya tidak dapat mengembang untuk bernapas, dan orang-orang yang ada di hadapannya seolah tidak bergerak. Namun ada satu yang tercetak pasti; di matanya itu terdapat pantulan bus besar yang mencoba berhenti di depan sana. Ada kilatan cepat pada cerminan di netranya, seolah menunjukkan perasaan mengerikan yang memangsa dadanya. Tubuhnya seolah mati rasa, akan tetapi sensasi horor mulai berjalan lambat mulai dari kaki hingga kepalanya. Bulu kuduknya berdiri seiring hawa dingin mengancam tiap sudut di tubuhnya.
Butuh waktu yang cukup lama untuk menyadari orang-orang berlari dengan cepat menuju bus besar itu. Namun, berbeda dengan mereka, Joshua justru merasa lemas dan kehilangan tenaga. Tas barang belanjaan yang seharusnya dia bawa mulai meluncur dari jemarinya dan jatuh dengan malang di jalan berdebu. Joshua mencoba untuk menarik napas, hanya saja dia gagal pada percobaan-percobaan pertama. Kepalanya bergerak linglung, dan tidak peduli seberapa keras dia memaksa kakinya bergerak, dia tidak bisa ikut berlari.
Joshua tak mampu lagi memahami apa yang sedang terjadi. Dia berusaha mengedipkan mata, tapi justru butiran airlah yang mulai menggenang di pelupuk; dengan cepat mengalir turun dari pipi dan menetes pada sepatunya. Tepat saat air mata itu pecah di sana, Joshua jatuh terduduk. Kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya sendiri membuatnya benar-benar mengutuk diri.
Sekali lagi, Joshua membiarkan kakaknya hampir mati.
▪️▫️▪️
Anna tidak sanggup berteriak meminta tolong. Namun, dalam benaknya dia berusaha keras memohon bantuan. Anehnya, dia tidak memikirkan tentang kemungkinan buruk yang akan menimpa tubuhnya, bukan pula pada ketakutan yang harusnya ia rasakan. Tapi pada pertanyaan, 'apa Cindy terluka?' atau 'apa keluargaku akan baik-baik saja?'.
Yang lebih ganjilnya lagi, dia kembali melihat senyuman dari sosok yang selalu muncul dalam halusinasinya. Gambaran yang dilihatnya adalah punggung pemuda itu, sedikit silau akibat pancaran matahari yang berada di depannya. Figurnya terlihat kecil, tapi kemeja putih dengan celana panjang abu-abu itu menunjukkan bahwa dia sudah SMA. Pemuda itu berbalik hingga tubuhnya jauh lebih gelap karena cahaya matahari yang mengintip lebih banyak. Tangannya terangkat, buku terbuka yang dipegangnya digunakan untuk menghalangi sinar. Kini, tubuhnya terlihat sedikit lebih jelas dengan senyuman asing itu.
"Tenang aja, gue selalu ada buat lo."
Hah?
Belum sempat Anna melihat gambaran itu lebih jauh, suara teriakan memasuki indera pendengarannya dan pergelangan kakinya dipegang serta ditarik kuat. Tubuhnya yang keluar dari bagian bawah bus tiba-tiba sontak membuat matanya menyipit karena sinar matahari yang diterima mendadak. Dia melihat beberapa siluet, juga kata-kata seperti, "untunglah dia tidak ditabrak."