Bab 1

1.3K 93 5
                                    

Abileo Jacob Ricardo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abileo Jacob Ricardo

▪️▫️▪️

"Dia... kehilangan."

-----

Sudah setahun sejak Ibunya meninggal. Abil duduk di atas ayunan sederhana dari sepotong kayu dan tali yang masih mampu menahan beban berat tubuhnya. Ayunan itu dibuat bapaknya ketika dia kelas lima SD, di bawah pohon tua yang sudah berdiri di halaman rumahnya sejak dia lahir. Jadi sekarang sudah tiga tahun.

Tiga tahun lalu, Abil hanya mau menghibur kakaknya yang menangis setelah cintanya ditolak. Dulu, Abil bingung kenapa anak SMA terlalu mengelu-elukan cinta dan kelaparan karenanya. Dia tidak mengerti kenapa kakaknya banyak menangis setelah anak laki-laki berkepala botak dan berkacamata kotak aneh bilang tidak mau dekat-dekat dengan kakaknya lagi. Ketua OSIS kurang ajar itu juga membuang surat kakaknya ke dalam tempat sampah. Abil ada di sana. Menyaksikan dalam diam saat ingin membawa bekal untuk kakaknya. Bukannya kata terima kasih karena sudah membuat Abil repot, Abil malah mendapati si kakak menangis tanpa suara.

Wajahnya jelek. Seperti monyet. Abil pikir begitu. Abil juga berpikir, dia tidak suka kalau kakaknya jelek seperti monyet.

Jadi Abil datang menghampiri mereka. Dia melempar makan siang kakaknya. Gulai itu mengotori wajah serta seragam si kacamata. Dia membelalakkan mata terkejut. Begitu pula dengan Anisa, kakaknya yang jelek.

Bedanya, Anisa segera tertawa. Ditambah berteriak bilang mampus. Anisa langsung menarik tangan Abil sebelum si kacamata mengejar mereka.

"Maaf, Kak. Bekal kakak jadi gak ada."

"Enggak perlu," kata kakaknya. Dia tersenyum dan menyuruh Abil pulang. Jadi Abil pulang. Sorenya, Abil mau pergi beli kecap, Ibunya menyuruhnya. Abil dengan senang hati melangkah. Ibunya juga kasih uang seribu untuk jajan. Sayang seribu sayang, Abil tak bisa beli kecap. Atau beli jajanan.

Anisa sedang duduk di teras. Kakinya berselonjor di atas tangga kayu yang hanya ada tiga. Kepalanya bersandar ke tiang pagar rumah, dan tangannya tak berhenti memainkan rambutnya. Abil tahu kakaknya sedang sedih. Dia hanya begini ketika Kakek mereka jatuh sakit atau ketika kucing kesayangannya (juga satu-satunya) mati tergilas mobil pick up yang sedang membawa banyak sayur untuk dijual. Tapi Kakek mereka sehat-sehat saja, mereka juga beli peliharaan baru---ikan hias agar tak perlu ditabrak mobil. Jadi, apa yang membuatnya sedih?

Abil tak butuh waktu lama untuk paham kalau penyebabnya itu si kacamata yang kena gulai.

Dia menghampiri Anisa, duduk di sampingnya sambil meniru pose yang sama: meluruskan kaki. Tapi kaki Abil lebih pendek. Abil pikir dia ingin segera tumbuh tinggi. Agar lain kali, kalau kakaknya sakit hati karena laki-laki lagi, Abil tidak perlu melempar gulai. Abil hanya butuh memukul mereka.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang