Bab 36

197 41 13
                                        

Anna Tasya Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Tasya Hendranata

▪️▫️▪️

"Kalau sudah begini apa dia bisa berharap lebih?"

-----

"...saya mah orangnya bego. Seriusan. Gak tau gimana bisa masuk kelas unggulan. Senang, sih, tapi ya gitu. Aneh aja," Anna terus melanjutkan obrolannya sambil mengunyah; ingin cepat habis agar Mas Lele tidak melihatnya makan lebih lama. Kalau tergoda, kan, bahaya. "Eh, ini bukan mau sombong, ya---dikit, deh, gak banyak."

Abil langsung teringat dengan awal mereka masuk SMA. Waktu itu, Anna giat sekali belajar sampai-sampai menginap di rumahnya dan kurang tidur. Tetap berusaha di tengah sakit hatinya hanya untuk membuat ibunya bangga. Jadi, kalau Anna mau sombong banyak juga tidak masalah. Toh dia pantas untuk itu.

"Eum, maaf, nih, tapi... kamu memang blak-blakan kalau liat orang, ya?"

Abil langsung mengedipkan matanya, tidak sadar kalau tatapannya seolah menghujam (meski Anna akui, tidak dalam artian buruk). Abil pura-pura tidak mengerti, "memangnya begitu?"

Anna langsung mengangguk, "iya, tapi gak ngeganggu, kok. Cuma, gimana, ya? Saya baru pertama kali diliatin sampe segitunya. Iya, sih, kita emang lagi ngobrol, tapi... ngerti, gak, sih, maksud saya?"

Anna ingin menambahkan kalau Mas Lele itu biasanya melihat dia seolah dirinya setan, jadi wajar kalau dia bingung. Apa dandanannya kali ini sudah layak untuk setidaknya dipandang sebagai manusia?

"Kalau gitu, aku harus lihat ke mana?" Abil bersikap polos lagi, menolehkan kepalanya sedikit ke kiri dan kanan.

Anna tertawa kecil. Baru pertama kali juga dia melihat Mas Lele bertingkah lucu. "Mata kamu bagus," komentarnya tiba-tiba dan membuat lawan bicaranya menatapnya lagi.

Abil ingat dia pernah dipuji atas prestasinya, kadang-kadang atas kejahilannya semasa sekolah bersama temannya yang lain. Namun, dia tidak pernah mendapat pujian akan fisiknya. Jujur, Abil tidak pernah bisa melihat dirinya tampan. Pipinya agak tembem, dan pangkal hidungnya sedikit bengkok sama seperti kakaknya, dia juga tidak setinggi temannya yang lain. Abil tidak tahu apakah jantungnya berdebar karena dia senang disanjung atau karena yang menyanjungnya adalah Anna, mungkin juga keduanya.

Deg

Anna tidak berhenti pada sebatas kalimat. Dia menggerakkan tangannya pada kening Abil dan menyapu rambutnya yang sedikit panjang, "kamu mau gondrong?"

Deg

"Eh...?" Anna menarik tangannya secepat kilat. Dia tampak terkejut akan tindakannya sendiri, "sori, sori. Gak maksud!"

Abil tidak menjawab. Dia hanya menyentuh pelan keningnya yang sempat disentuh Anna sebentar. Kemudian mereka masuk dalam hening. Anna sedikit menyesali pergerakan impulsifnya, dia jadi merasa sedikit canggung sekarang.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang