Izinin Gua:)

205 45 0
                                    

"Gua pengen jadi tempat lo pulang. Tempat dimana lo melepas lelah dengan rasa nyaman. Tanpa beban dan tekanan." - JIOTRA ARAYFAN.

~_~

Rasa penasaran yang semakin dalam menuntun Jio menemui Rere di villa itu. Jio memutuskan untuk tidak ke sekolah hari ini. Karena jika dia menunggu hingga pulang sekolah pasti akan bertemu Ari.

Bukan bermaksud pergi diam-diam. Tapi, Ari dulu yang memulai penghianatan dalam pertemanan ini.

Mobil yang dikendarainya kini telah sampai pada alamat yang tertulis di kertas itu. Ia berjalan gontai menuju pintu dan menekan bel rumah.

"Permisi." Ujar Jio sembari mengutuk pintu beberapa kali.

Sementara dari dalam rumah nampak Rere yang sedang bersantai di ruang tamu. Merenungi setiap kejadian yang belakangan ini menimpanya. Sayup-sayup terdengar suara seseorang dari balik pintu. Suara itu memaksa Rere melihat siapa pemiliknya.

Rere yang telah berada di depan pintu itu memutuskan membuka pintu. Perlahan tangannya mengayunkan gagang pintu berwarna emas itu kebawah.

Kreekkk...

Sedangkan Jio yang sedari tadi menunggu hanya berusaha memanggil seseorang di dalam rumah itu. Sampai di saat pintu itu terbuka ia melihat ada seorang yang ia cari. Tatapan mata sedihnya tidak bisa dihindari lagi.

Jio yang melihat itu mencoba membuka pembicaraan.

"Re, lo gapapa kan?" tanya Jio dengan hati-hati.

Tanpa bicara Rere membawa Jio ke kamar orang tuanya.

"Ini orang yang paling gua sayang." Ujar Rere sembari memberikan foto berbingkai coklat ke tangan Jio. Rere duduk di pinggir kasur sembari menatap keluar jendela.

"Gua minta maaf." Ujar Jio sembari duduk di sebelah Rere.

"Gapapa Ji. Bukan salah lo kok. Sejak orang di foto itu pergi, nyokap gua emang sering marah." Jelas Rere dengan nada menurun.

"Lo sering kabur-kaburan ke sini ya?" tanya Jio menelusuri.

"Bukan kabur. Cuma nenangin perasaan aja." Ujar Rere dengan lirih.

"Nyokap lo marah soal malam itu?" tanya Jio memastikan.

"Nggak. Dia cuma khilaf doang." Jawab Rere menatap Jio. Di tatapan itu ada makna dalam akan kesedihan.

"Gausah bohong!" tegas Jio menatap Rere lebih dalam lagi.

"Nyokap emang ga pernah bisa terima gua deket sama cowok yang baru gua kenal kecuali Ari. Nyokap kenal sama Mamanya Ari karena mereka temenan dari Smp." Jelas Rere

"Nyokap cuman takut gua pacaran terus depresi karena patah hati. Sama kayak kakak gua yang meninggal setahun sesudah Papa pergi." Tambah Rere semakin berkaca-kaca.

"Gua ga maksud buat lo sedih kok." Ujar Jio dengan prihatin.

"Gapapa. Selama ini gua juga belum pernah deket sama cowok kecuali Ari." Celetuk Rere sembari tertawa kecil.

"Terus kenapa lo kabur ke sini?" tanya Jio mengalihkan pembicaraan.

"Karena cuman ini tempat ternyaman gua untuk pulang Ji." Lirih Rere dengan air mata yang mulai jatuh.

"Lo harus balik ke sekolah Re, sebentar lagi bakalan ujian tengah semester." Tutur Jio dengan lembut.

"Gua pasti balik kok. Tapi, nanti." Balas Rere memalingkan pandangannya.

"Bukan ini cara nyelesaian masalah Re." Ujar Jio menampakkan sikap dewasanya.

"Cuma ini yang gua bisa." Tutur Rere mencari pembernaran.

"Lo bisa jadiin gua ladang curhat Re. Gausah kabur-kabur kaya gini." Timpal Jio sembari menatap Rere.

"Gua ga pernah bisa percaya sama siapapun Ji. Apalagi sejak Papa meninggal. Hidup gua rasanya ga bener-bener hidup." Jelas Rere semakin tersedu.

"Tapi kan lo punya Ari, Lisa. Mereka tuh sahabat lo." Ujar Jio meyakinkan.

"Gua punya sahabat Ji. Tapi, enggak dengan kepercayaan." Lirih Rere mengahadap Jio.

"Tapi, lo bisa kok jadiin gua temen kepercayaan." Ujar Jio sembari tersenyum ke arah Rere.

"Gua rindu Ji. Rindu sama semua hal yang udah hilang dari hidup gua." Jelas Rere dengan mata berkaca-kaca.

"Terutama bokap lo?" ucap Jio hati-hati.

"Iya." Ujar Rere singkat.

Tangis Rere yang semakin dalam membuat nafasnya terengah. Jio yang berada di sampingnya, meletakkan tangannya di pundak Rere. Merangkul hangat gadis itu. Gadis yang tidak pernah menyadari bahwa dia punya segalanya.

Rere menyandarkan kepalanya di bahu Jio yang kini telah merangkulnya. Rere semakin larut akan sedih dan rasa nyaman. Rasa nyaman yang belum pernah ia dapatkan selama ini dari orang lain.

Jio membiarkan Rere mengeluarkan semua keluhnya. Ia menyingkirkan helai rambut Rere yang menutupi keningnya. Rere membiarkan dirinya semakin larut dalam kenyamanannya bersama Jio.

"Izinin gua jadi tempat ternyaman lo buat pulang Re." Lirih Jio yang membuat tangisan Rere berhenti.

----------------
Haiii Guyyss:)
Maaf kalau masih belum bagus yaa:"

Jangan nilai sesuatu dari Cover apalagi Prolognya:)

Karena, kita butuh banyak halaman untuk paham apa yang sebenarnya ingin di sampaikan dalam cerita.

Terima kasih telah membaca.
Jangan lupa Vote, Follow dan Comment untuk saling support.

Ig:bella.fadia

PATAH SEBELAH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang