Nanjak.

91 29 0
                                    

Lusapun tiba. Membawa Ari dan Jio tepat di halaman rumah Rere. Mereka kini tengah sibuk mem-packing barang-barang untuk dibawa ke puncak gunung Manglayang nanti.

"Ini udah semua kan?" tanya Jio memastikan sembari menutup bagasi mobil Ari.

"Udah deh kayaknya." Ujar Ari sembari melepas penat.

"Yaudah yuk." Ujar Jio sembari menatap jam tangannya yang kini telah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Ree... Rereee." Sorak Jio memanggil kekasihnya itu.

Sementara Rere, dia tengah berjalan menuju lantai bawah setelah siap mengenakan sepatu haiking kemarin.

"Ayuk." Ujar Rere sembari melangkah kehadapan Ari dan Jio.

Mereka berdua hanya diam membisu melihat kecantikan Rere.

"Lo pake baju apa aja cantik ya." Sahut Ari dengan mata terbelalak.

"Pacar gua nih." Ujar Jio sembari merangkul Rere.

"Yaudah Ayuk." Lirih Rere sembari meninggalkan mereka berdua menuju mobil.

Ari dan Jio pun mengikuti Rere dan segera masuk ke mobil. Mereka kini menuju gunung Manglayang di Timur Bandung.

Sedikit jauh memang, namun demi keindahan yang Tuhan ciptakan itu bukan sesuatu yang lama.

"Nanti mobil lo ditarok dimana Ri?" tanya Rere iseng sembari menatap Ari yang duduk di belakang mereka berdua.

"Di tempat penitipan." Ujar Ari singkat.

Rere hanya mengangguk mengerti. Sementara Jio, fokus menyetir menuju gunung Manglayang.

Butuh sekitar 2 jam mereka ke sana. Kini mobil itu telah terparkir di penitipan kendaraan. Nampak ada banyak mobil dan motor kali ini.

Sepertinya banyak yang tertarik akan keindahan gunung Manglayang ini.

"Turun kuy." Sahut Ari sembari membuka pintu mobil dan menuju bagasi.

Mereka mengambil beberapa barang bawaannya. Rere mencoba mengenakan tas bagpack itu untuk naik.

"Eh kamu ga usah bawa apa-apa." Ujar Jio mengambil alih tas itu dari punggung Rere.

"Gapapa Ji." Senggal Rere meyakinkan.

"Ini jauh lo. Nanti kecapekkan." Jelas Jio singkat.

Rere mengalah akan pernyataan Jio. Dia memilih nurut agar tidak merepotkan kekasih dan sahabatnya itu.

"Ada yang tinggal gak?" tanya Ari memastikan.

"Lengkap." Sahut Rere.

"Yaudah, pak nitip ya." Sahut Ari sembari menyerahkan kunci mobil pada penjaga posko.

"Hati-hati Den, Jangan lupa pantangannya." Ujar penjaga itu sembari tersenyum.

"Makasi pak." Sahut Mereka bertiga sembari pergi menuju alur untuk kegunung.

"Pantangannya apa Ji?" tanya Rere penasaran.

"Kalo capek ga usah ngomong. Berhenti aja." Jelas Jio membisikkan ke Rere.

"Satu lagi, panggilannya harus Bapak atau Ibuk ya. Kecuali kalo deket bisa panggil nama." Ujar Jio singkat.

Rere mengangguk paham dan menyusul Ari yang lebih dulu berjalan. Mereka kini memasuki alur pendakian. Namun, baru di pangkal alur nampak seorang wanita tengah berdiri di sana.

Ia seperti akan mendaki juga tapi, tanpa tim. Mereka bertiga menghampiri wanita itu.

"Hai Buk. Bareng boleh ga?" tanya wanita itu dengan lantang.

PATAH SEBELAH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang