_Katanya sabar itu tidak ada batasnya, tapi kali ini boleh aku menyangkal kalimat itu?_
"Lan gue mau ngomong serius sama lo!" Berlin langsung menarik tangan Alan saat melihat Alan yang tidak memperdulikannya.
"Biasanya juga ceplas ceplos aja," balas Alan sambil menatap kakaknya heran.
"Enggak ini tentang Acha, jadi tadi..."
"Berlin, Alan kalian lagi ngapain, sekolah ngga?" teriak ibunya dari ruang makan, mereka yang sedang berada diruang tamu langsung berlari kearah dapur.
"Iya mah," ucap mereka kompak.
"Yaudah sini sarapan, oh iya kak udah minjemin Acha baju pramuka?" tanya mamahnya ketika belum melihat batang hidung Acha. Beruntung sekarang hari Sabtu jadi siswa SMA KENCANA memakai baju pramuka, kalau make batik kan ribet, karena setiap angkatan motif bajunya berbeda.
"Udah mah palingan juga lagi ganti. Maafin Alan soal tadi malam mah." jawab Alan, Merlin mengangguk lalu mendekat kearah Alan.
"Lain kali harus lebih menjaga perasaan perempuan, jangan asal ngomong dan kamu gaperlu minta maaf sama mamah, lagian mamah udah maafin kamu," setelah itu Merlin mengacak rambut anaknya.
Acha berjalan kearah mereka semua sambil menenteng tas biru milik Berlin dibahu kanannya. Berlin yang melihat Acha sudah memakai hoodie yang kemarin dipakainya langsung tersenyum miring dan memancing Acha untuk becerita.
"Ga risih Cha? Masih Pagi udah make hoodie?" ucap Berlin mencoba seakrab mungkin.
"Ya wajar dong Berlin, pagi kan dingin," jawab mamah Alan.
"Udah biasa kak," balas Acha seadanya, sekarang dia mulai tidak enak karena pertanyaan Berlin. Dan masalah tadi malam.
Alan yang mendengar pertanyaan Berlin mengerutkan alisnya bingung.
"Tumben merhatiin pakaian orang lain, lagian dia mah tiap hari juga make hoodie ataupun sweater, eh nggak tiap hari akhir-akhir ini, takut item ya Cha kulitnya," balas Alan sambil mencoba bergurau.
"Hahaha ya nggak gitu juga Lan," Merlin dan Berlin menatap Acha takjub normalnya cewek ketika habis disakitin dengan omongan pedas cowok mereka akan ngambek, menjadi pendiam dan enggan tertawa karena pasti moodnya buruk. See semudah itu Acha memaafkan Alan.
"Cie Alan merhatiin Acha terus," goda Berlin.
"Masa sih Cha? Kok gue gak percaya ya?" lanjut Berlin karena belum puas dengan jawaban yang dilontarkan Acha.
"Berlin kamu apaan sih udah ayok makan ntar telat lagi!" peringat Merlin yang melihat raut muka takut Acha.
Berlin menatap Alan lalu memberi kode untuk menyenggol lengan kiri Acha yang berada diatas meja beruntung Alan duduk disamping kiri Acha jadi bisa dengan mudah dia menyenggol lenganya.
"Awss"
Ringis Acha ketika merasakan perih dilenganya, dia langsung menatap Alan. Sedangkan Alan langsung menatap Berlin marah lalu memutar bola matanya malas. Pasti Berlin sedang mengerjainya.
"Eh sorry Cha tadi gue nggak sengaja, tangan lo kenapa?"
"Iya gapapa kok Lan, ini kena jatuh tadi dijalan."
"Boong lagi," batin Berlin dan dia berjanji akan membuat Acha mengaku hari ini juga, tapi sepertinya dewi fortuna tidak berpihak padanya karena sang mamah terus menatap Berlin tajam.
"Bercanda mah, baperan amat," ucap Berlin sambil menampilkan deretan gigi putihnya.
🐾🐾🐾
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GIRL WHO FIGHT FOR THEIR LOVE (COMPLETED)
Teen Fiction[C O M P L E T E] [E N D] [S E D A N G D I R E V I S I ] CERITA INI SEDANG DIREVISI JADI KALAU KALIAN MENEMUKAN BANYAK TYPO ATAU BAHASA TIDAK BAKU MOHON DI MAKLUMI. CERITA MENGANDUNG BAWANG! Untuk kamu yang sedang aku perjuangkan. ~Acha Meylinda Put...