[41]

21.6K 1.2K 101
                                    

"Kan lo emang udah gak perawan lagi, Nay," ujar Saka masih dengan segulat pikirannya.
 
"Bego jangan di pelihara!" tegas Naya. Bahkan area bawah nya masih terasa sangat sakit.
 
"Nay....," ucap Saka nanar, dia tidak ingat apa yang terjadi, terakhir yang Saka ingat adalah berganti pemain dengan Gibran, lalu semua nya terasa gelap dan penuh.
 
Saka menjulurkan tangannya untuk mencoba menyentuh tangan yang bergetar itu, "Gak usah megang gue, Sak!" pinta Naya, gadis ini berusaha sekuat mungkin. Hanya saja Naya tetaplah wanita rapuh, dia ingin menangis. Yang Saka lakukan ada malam tadi kepada Naya, seolah Naya adalah pemuas nafsu belaka. Siapa yang tidak sakit jika di perlakukan seperti itu?
 
Naya menghela nafas nya, "Gak usah deket-deket, Sak!" ucap Naya, Naya lelah itu bukan malam indah, melainkan malam yang buruk. Tapi Saka terus saja ingin menyentuh mendekati Naya, berusaha menyentuh nya.
 
Badan Naya kotor, dan seperti di penuh oleh luka, yang rasa sakit nya tidak dapat ia definisikan sekarang. Naya ingin menangis lalu berteriak, hanya saja Naya tidak mampu. Semua itu hanya tertahan di angan-angan. Berharap semoga Naya segera terbangun dari mimpi buruk ini, bukan hal mudah untuk melupakan malam itu, Saka yang begitu bringas nya, terus memaksa gadis mungil yang berada di bawah nya. Bahkan tidak ada kelembutan sama sekali. Sepanjang malam Naya hanya menangis, malam yang ia harapkan sebentar lagi, yang hanya tinggal menghitung hari itu pun hanya omong kosong belaka. Yang akan Naya simpan dengan baik, Naya ingin memberikan sesuatu yang berharga pada Saka pada malam itu. Tapi, dengan mudah nya hari ini Saka merengut itu sendiri.
 
"Gue bakal tanggung jawab," ucap Saka menunduk dalam.
 
Naya berdecih, "Tanggung jawab apa maksud lo? Nikahin gue? Atau apa? Gue gak ngerti!" tegas Naya penuh penekanan, setiap kata itu terasa berat baginya.
 
"Nay....,"
 
"Apa lo cuman bisa bilang Nay dan Nay doang?" tanya Naya mata nya sudah memanas.
 
"Tutup mata!" perintah Naya.
 
Ya, sekarang Saka tidak bisa mengucapkan apa pun, dia hanya bisa menuruti Naya saja.
 
"Aw....," jerit Naya setelah mencoba berjalan menuju kamar mandi.
 
Saka membuka mata nya, dan yang ia dapati adalah badan Naya yang meringkuh di lantai.
 
"Nay....," ucap Saka, dia sungguh tidak tega. Tapi dia bingung apa yang harus ia lakukan saat ini.
 
"GUE BILANG TUTUP MATA, SAKA!" teriak Naya membuat Saka meringis, gadis ini sungguh marah dengan Saka.
 
Saka kembali menutup mata nya.
 
Cklek.
 
Suara pintu terkunci daru arah kamar mandi, "Lo udah gila Sak," hina Saka pada dirinya sendiri, merutuki kesalahan nya.
 
Saka memakai celana nya, dengan baju lengkap, "Darah?" gumam Saka saat melihat bercak merah-merah pada serpai putih itu.
 
Saka mendekati kamar mandi, "Naya? Keluar gue bisa jelasin semuanya," ucap Saka dari arah sana. Tidak ada jawaban dan yang hanya ia bisa dengar adalah suara isakan tangis.
 
"Naya, tolong jangan nangis," ucap Saka, masih tidak ada jawaban.
 
"Nay, tolong keluar," pinta Saka yang sudah berlutut di depan kamar mandi.
 
Cklek.
 
Suara pintu kamar mandi terbuka, menampakan seorang gadis dengan keadaan yang berantakan, "Gue, mau pulang," ucap Naya yang berjalan tertatih-tatih.
 
Saka merutuki kebodohan nya, "Sebentar aja dengerin gue," pinta Saka yang menahan tangan Naya.
 
"Lepas," pinta Naya, tapi Saka tetap tidak bergeming.
 
"Gue bilang, LEPAS!" bentak Naya.
 
Naya mengela nafas nya lalu membalikan wajah nya, "Apa? Lo mau ngomong apa? Minta-maaf? Atau penjelasan? Tangung jawab?" tanya Naya bertubi-tubi.
 
"Gue anter ya, pulang nya," ucap Saka yang menarik tangan Naya perlahan, membukakan pintu mobil di kursi penumpang.
 
"Mau pernikahan nya di percepat?" tanya Saka yang masih fokus menatap lurus jalanan.
 
"Batal!" tegas Naya, Saka sungguh terkejut mendengar nya, siapa yang tidak kaget? Semua persiapan pernikahan pun juga sedang di siapkan dengan baik.
 
"Nay....," ucap Saka.
 
"Gue belum bisa jelasin apa-apa sekarang, tapi gue mohon jangan pergi" pinta Saka. Walaupun ia tidak menatap lawan bicara nya tetap saja terasa begitu menyakitkan bagi Naya.
 
"Gue gak butuh itu, yang gue tau. Kita gak perlu ngelanjutin pernikahan ini! Yang bahkan belum ada ikatan!" tegas Naya, Saka meringis mendengar nya lalu menepikan mobil di jalan yang lumayan sepi.
 
"Nay... Gue akan jelasin semua nya, ke keluarga lo. Dan tentu nya keluarga gue. Tapi tolong tunggu Nay, gue belum bisa," jelas Saka memegang lembut gadis itu, tangan yang terus bergetar seolah menyalakan sirena bahaya. Bukan hanya tangan nya saja tapi seluruh badan itu bergetar hebat. Apa yang harus Saka katakan nantinya? Melukai gadis kesayangan nya ini sama sekali tidak ada di benak nya.
 
"Gue capek," jawab Naya, yang langsung menarik tangan nya.
 
"Nay... Lo beneran masih perawan waktu malam tadi?" tanya Saka.
 
Bagaikan bom yang menghantam wajah Naya, bisa-bisa nya dia menanyakan itu lagi.
 
Naya menghela nafas nya, "Lo buta?" tanya Naya dengan penuh penekanan.
 
"Naya....," ucap Saka nanar, hanya satu hal ini yang ingin Saka yakinkan. Lalu mengapa pada haru itu dia berbohong?
 
"Lo pikir gue semurah itu Sak? Lo pikir gue bisa dengan mudah nya  ngelempar tubuh gue ke sembarang laki-laki. Bego jangan di perlihara! Kalo lo mau tanya, terus kenapa pas hari itu gue berbohong, iya kan? Gue mau liat sampai mana lo bertahan sama gue. Sampai mana lo bisa menerima gue, dan sampai mana lo bisa ngejaga gue. Gue nyesel setengah mati saat itu, karena itu gue kehilangan orang yang sangat berarti bagi gue. Gue pikir selamanya lo bakal tetap jaga gue, seolah gue itu adalah kaca. Nyatanya enggak! Gue tau gak perlu lo jelasin, gue gak sebego itu, untuk tau lo di bawah pengaruh obat!" jelas Naya, Saka makin tidak percaya. Ahh bukan tidak percaya atas pengakuan Naya barusan. Tidak percaya karena telah melakukan itu pada dunia nya.
 
"Nay, gue gak berniat apa pun apalagi nyakitin lo, gue udah pernah bilang lo pemilik hati gue. Kira-kira siapa yang bisa nusuk pemilik hati nya sendiri? Gak ada! Nay... Jangan lari. Gue mohon," pinta Saka. Dia tau gadis ini ingin lari dari hidup nya, mata bergetar itu mengatakan segala nya.
 
Tidak ada jawaban sama sekali, Naya bergelut dengan rasa yang tidak pernah ia rasakan. Sedangkan, Saka bergelut dengan rasa takut dan cemas. Cukup untuk selama ini, dia cukup mengurung diri. Gadis ini menghancurkan tembok kokoh yang sengaja di bangun oleh Saka, dia tentu tidak bisa membiarkan gadis itu pergi dari hidup nya.
 
"Gue anter ke rumah," ucap Saka, yang lalu berbalik ke arah setir lagi.
 
"Gak, ke apartement!" tolak Naya, Saka menatap dalam Naya.
 
"Kenapa?" tanya Saka, mengapa gadis ini tidak ingin pulang ke rumah?
 
"Bunuh diri,"
 
"NAYA!" teriak Saka, membuat Naya yang terkejut karna teriakan yang tiba-tiba.
 
"Maaf," ucap Saka yang kembali menunduk dalam.
 
"Gue gak sebodoh itu, gue masih sayang sama diri gue. Lo pikir gue beneran bakal bunuh diri? Tenang aja, gue gak bakal pergi," jawab Naya membuat Saka menghela nafas nya.
 
"Tapi, kenapa gak ke rumah?" tanya Saka.
 
"Lo mau di bunuh?" tanya Naya tanpa menatap lawan bicara nya.
 
Saka sempat berpikir sejenak, tapi Ia langsung mengerti apa yang di maksud oleh Naya.
 
"Gue anter ke rumah," jawab Saka, sebagai keputusan bulat.
 
"Gue berantakan!" tegas Naya, tapi Saka tetap tidak mendengarkan orang yang duduk di samping nya.
 
Tidak butuh lama, kerena mobil yang di kemudikan Saka melaju dengan cepat. Akhirnya sampai di rumah Naya.
 
Tarik nafas, hembuskan.
 
Saka menelan ludah nya, lalu berlutut di depan pintu masuk, "Ngapain berlutut gitu? Berdiri!" perintah Naya, yang tentu saja langsung di laksanakan oleh Saka.
 
"Pah, Naya pulang," ucap Naya menyapa, tapi tidak ada satu pun yang menjawab, Rumah sangat sepi.
 
Naya berjalan ke arah meja makan, "Nafanda Yakila anak papah tersayang, papah ada dinas di luar negeri mendadak. Kak Niko juga ada kerjaan di luar kota. Dan Rico pun sedang ke rumah nenek, katanya sih mau liburan. Jadi, Naya untuk hari ini sampai ke depan nya, nginep di rumah Saka ya. Papah tadi udah ngomong sama Bunda Saka, "
Isi surat itu, tertanda dari Dirga.
 
Naya menghela nafas nya, "Lo masih selamat Sak," ucap Naya menatap lurus dan datar ke arah Saka.
 
Saka tidak tau apa yang di katakan di dalam surat itu, tapi dia bisa menangkap maksud dari Naya, dan kembali berlutut di depan Naya dengan wajah yang menunduk dalam, "Jangan pergi,"
 
 
 
 

TERPAKSA MENIKAH (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang