"Mana yang lebih terkenang? Bahagia atau sedih? Mereka berdampingan dalam memori yang sering kita sebut dengan kenangan,"
~NAFANDA YAKILA~
.
.
.
.
.
.
"Jangan pergi," ucap Saka, dengan kepala nya yang tertunduk dalam. Dia bahkan masih tidak menyangka dengan apa yang barusan di lakukan nya, menyakiti dan mengecewakan seorang gadis yang sekarang menatap nya dengan penuh rasa kebencian.
"Kalo gue pergi, terus lo mau gimana? Mau ngejar? Atau nunggu gue? Jawaban lo sekarang, yang akan jadi keputusan gue," tanya Naya dia masih menatap nanar, Saka yang berlutut di hadapan nya.
Saka menelan ludah nya gugup, "Gue bakal nunggu, Nay," jawab Saka, berharap itu adalah jawaban yang benar. Pertanyaan yang bahkan lebih sulit dari soal waktu tes IQ.
"Salah!" balas Naya, lalu melangkah kan kaki meninggalkan Saka yang masih berlutut di hadapan nya ini.
"Nay....," panggil Saka.
Naya membalikan badannya menatap Saka yang sudah berdiri dengan keadaan frustasi, "Nay, kita lagi berjuang. Lo lupa perjuangan kita untuk sampai di titik ini? Gue yang buat lo hari ini harus mengahadapi malam yang berat, dan gue juga lagi berjuang Nay, kalo hari ini lo pergi. Ketika lo kembali, dan disaat itu lo gak akan nemuin gue lagi," jelas Saka, jangan tanya bagaimana ekspresi Naya sekarang, mata nya memanas Hati nya membara, tangan nya bergetar. Semua kenangan bersama Saka terasa melekat di benak nya. Tapi ketika kenangan, ahh bukan tapi kejadian yang baru terhitung berapa jam, ini pun ikut melintas bersama dengan kenangan bahagia. Lalu mana yang lebih sakit? Bahagia atau kesedihan?
Tidak terasa linangan air mata itu berlinang di pelupuk mata indah Naya, "Saka Armada, lo pikir gue gak sakit? Hmm?" tanya Naya memicingkan mata nya.
"Nay, gue tau lo terluka, tapi kalo lo pergi, bukan cuman lo yang terluka. Tapi, gue juga," balas Saka.
Naya berdecih, "Lo pikir, gue bakal peduli? Gak sama sekali Saka Armada!" balas Naya.
Saka mengeram frustasi, "Nay... Jangan gini lah, gue bener-bener minta maaf," ucap Saka penuh dengan penekanan.
Plak!
Satu tamparan melesat ke pipi Saka, jangan tanya rasanya? Beribu rasa sakit itu terasa begitu tiba-tiba, bahkan Saka hingga meringis kesakitan. Tamparan penuh dengan kebencian itulah yang Saka rasakan sekarang.
"Lagi?" tanya Saka, ini bahkan tidak sepadan dengan yang di rasakan oleh Naya.
Tangisan Naya mendadak pecah, terduduk memeluk tubuh nya sendiri, rasanya begitu sakit. Bukan hanya badannya saja, tentu hati nya terasa seperti tersayat silet, lalu di peras oleh jeruk nipis, perih? Bukan lagi, semua rasa itu tidak bisa di definisakan oleh gadis yang masih terus menumpahkan tangis nya, sedari tadi dia ingin menangis, bukan ego yang menahannya. Tapi sejenis rasa yang tidak dapat di rasakan saat ini.
Saka membawa tubuh bergetar Naya ke dalam pelukannya, "Menangis lah," pinta Saka seraya memeluk hangat tubuh Naya, tidak ada penolakan dari gadis itu, hanya isakan tangis yang mulai mereda.
"Maaf....," ucap Saka, seraya menyentuh lembut kepala Naya.
Tidak ada jawaban, tangisan itu terasa begitu sangat menyakitkan di dengar, begitu penuh. Rasa yang tidak dapat di ungkapkan, mungkin ini lah mengapa ada istilah, 'Menagis lah sekeras mugkin, agar rasa sakit mu berkurang'
"Aku akan hapus semua luka, dan 'ku tukarkan dengan cinta," ucap Saka mengusap lembut puncak kepala Naya.
Saka tau, tidak mudah menerimanya begitu saja. Semua terasa begitu cepat, dia tidak ingat apapun, tapi yang Saka pasti tau begitu sakit nya Naya, ketika mengingat itu seperti ada puluhan tusukan yang menghujam hulu hati nya.
Tidak lama, suara tangisan itu mereda di iringi oleh musik alam, hujan. Gadis itu tertidur setelah menangis, polos dan tenang itulah definisi wajah Naya sekarang, walaupun di penuhi dengan kecemasan akan hari esok, jika saja Naya tetap memutuskan untuk pergi, Saka berdoa semoga hari ini, adalah hari yang panjang. Ia ingin terus menatap gadis itu yang tertidur di pelukannya. Lalu, seberkas ingatan Saka kembali.
Mata nya mendelik terkejut, "Gila, gue jahat banget! Bodoh dasar Saka, lo berengsek!" hina Saka, sekilas kenangan itu menusuk nya dalam-dalam.
Flashback on.
Saka keluar dari kamar Liana dengan nafas yang tersenggal, "Kenapa kok gue ngerasa panas juga ya?" monolog Saka sendiri.
Saka menghela nafas nya, pandangannya sudah memudar isi nya hanya kabut nafsu, "Ahh" desah Saka, obat perangsang itu begitu kuat nya, menusuk dalam.
"Saka? SAKA?" teriak gadis mungil itu, Naya. Yang terus mencari keberadaan Saka.
Naya terlalu asik menikmati berbagai santapan kue yang terasa enak di mulut nya, tapi dia tiba-tiba mendapatkan pesan dari Dirga, bahwa menyuruhnya untuk segera pulang.
"Sa-Saka?" gumam Naya yang menatap sosok orang yang sedang duduk dengan simbah keringat begitu membajiri kening nya.
Kaki mungil itu berlari, "Saka, kenapa? Lo mabuk?" tanya Naya, gadis itu memegang kening Saka yang keringatan, "Enggak panas" gumam Naya.
"Panas, Nay," ucap Saka mendusel-dusel kan kepala nya di badan Naya, "Geli, Saka!" ucap Naya yang berusaha mendorong tubuh Saka yang sangat berat.
Naya menelpon seseorang, "Ini mba kunci kamar nya" ucap seseorang dari recepsionis memberikan sebuah kunci kamar.
"Sebenernya tadi di suruh pulang, tapi kayaknya gak bisa," ucap Naya yang berusaha membawa tubuh Saka dengan badan mungil nya.
Bruk!
Naya menjatuhkan tubuh Saka langsung ke atas kasur itu, "Mau mandi dulu gak? Udah keringetan," tanya Naya. Tapi tidak ada respon, Naya melihat wajah Saka lamat-lamat memperhatikan gerak-gerik nya. Mata yang seperti tertahan. Ya, menahan nafsu nya.
Saka sudah tidak tahan lagi, dan berakhir lah Naya seolah di perkosa oleh Saka. Ah bukan seolah lagi tapi, memang dia sungguh di perkosa.
"Jangan," gumam Naya bermimpi, dia ketakutan sungguh. Dia ingin pergi sekarang juga dari kamar ini, tapi tangan kekar itu melingkar di perut nya.
Naya tertidur dengan rasa cemas, berharap ini hanya lah mimpi dan dia ingin segera terbangun dalam mimpi ini, nyatanya dia tetap harus menerima kenyataan bahwa malam itu, sungguh terjadi.
Naya berulang kali berusaha mencegah Saka dengan sisa-siaa tenaga nya, tapi hasil nya tetap nihil.
Flashback off.
"Maaf, gue salah," ucap Saka seraya membaringkan tubuh Naya di sofa itu.
Saka mensejajarkan wajah nya di depan wajah Naya yang sedang tertidur dengan pulas, tanpa tau apa yang akan terjadi di hari esok, "Gue pergi," ucap Saka mengecup pelan kening Naya, menghapus beberapa sisa-sisa air mata.
"Jangan menangis lagi, semoga hari esok akan lebih baik,"

KAMU SEDANG MEMBACA
TERPAKSA MENIKAH (End)
Teen FictionCerita Berganti judul, Judul sebelumnya Saka Armada Menikah karena di jodohkan atau karena tragedi? Cerita lika-liku Saka dan Naya untuk mencapai ke titik itu, kehidupan kedua nya penuh dengan pelik dan seperti drama ala-ala sinetron indonesia. Saka...