[43]

20.4K 1.2K 189
                                    


"Mentari setelah badai, adalah definisi terindah dari kita"
 
~NAFANDA YAKILA~
.
.
.
.
.
.
 
Cahaya pagi mentari menusuk mata. Gadis itu entah sejak kapan, dan bagaimana bisa tertidur di kamar sekarang. Tertidur dengan pulas nya dan berharap, bahwa itu bisa melupakan apa yang baru saja terjadi kemarin.
 
Mungkin ketika nanti Naya terbangun dari tidurnya, dia akan menyadari bahwa seseorang telah hilang, pergi.
 
Badan Naya mulai bergerak, "Huam...,"
 
"Saka?" tanya Naya, kamar dengan keadaan sepi. Tidak ada siapapun. Kemana Saka? Itulah yang terbesat di pikiran Naya sekarang.
 
Naya menghela nafas nya, kepala nya berdenyut dengan hebat, "Saka, lo dimana?" tanya Naya, dia sungguh sudah menangis dengan keras. Naya takut kesepian.
 
Naya kembali mengingat sebuah mimpi, "Semalem gue mimpi, dan saat itu gue sebenernya pengen bangun. Ketika di mimpi itu lo menyebutkan sebuah kata, yang terasa begitu mudah tapi nyatanya sangat berat, yaitu pergi. Hari ini sungguh lebih baik dari hari kemarin, tapi itu jika ada lo Sak. Gue juga gak bisa di tinggal seperti ini," ucap Naya panjang lebar, entah dia berbicara dengan siapa. Naya hanya ingin mengeluarkan beban-beban nya.
 
Cklek!
 
Suara pintu kamar mandi terbuka, menampakan seorang Saka Armada dengan senyum merekah, "Saka? Sejak kapan lo disana?!" tanya Naya terkejut.
 
Saka berjalan mendekati Naya perlahan-lahan, membawa gadis mungil itu kepelukannya, "Semenjak lo nangis, dan nyariin gue," ucap Saka disertai kekehan ringan.
 
Naya kesal, seraya memukul-mukul pelan badan Saka, "Kenapa coba segala harus ngumpet, kan Naya takut," geram Naya.
 
Saka tersenyum manis, kali ini pukulan yang di berikan Naya sama sekali tidak ada rasa kebencian disana, "Siapa coba yang ngumpet, kan gue mandi Nay," jawab Saka. Naya yang terkejut kalo Saka belum pakai baju langsung memundurkan badannya.
 
"Kenapa?" tanya Saka, wajah Naya memerah.
 
"Ih... Jorok banget gak pakai baju gitu" ucap Naya lalu menutup mata nya. Saka hanya terkekeh lalu menaruh tangan nya di kedua pipi Naya.
 
Cup.
 
Satu ciuman mendarat di pipi yang sedang bersemu merah, "Masih sakit?" tanya Saka, perasaan nya sekarang campur aduk antara bahagia dan tentu nya masih terbesat rasa khawatir.
 
Tentu badan Naya sudah tidak sakit lagi, setelah seharian hanya tidur. Bahkan mendapatkan sebuah sentuhan dari Saka, rasanya begitu menyesakkan.
 
Naya perlahan membuka mata nya, "Enggak," jawab Naya menggelengkan kepala nya kuat.
 
Saka tersenyum lalu kembali mencium pipi Naya yang satu nya lagi, "Sekarang masih sakit?" tanya Saka dengan tatapan teduh, siapapun akan terlena.
 
Naya kembali menggeleng, "Enggak," jawab Naya seraya tersenyum.
 
Saka membawa badan Naya ke pelukannya lagi, "Terimakasih," ucap Saka, Naya disana hanya tersenyum. Walaupun Saka tidak tau jika Naya tersenyum, karena wajah Naya menempel di dada nya. Tapi, Saka bisa merasakan sebuah senyuman terbit di bawah sana.
 
"Jangan, pernah pergi kaya tadi Sak" ucap Naya, seraya memukul pelan dada Saka, "Gue bodoh kalo pergi dari lo Nay," jawab Saka.
 
Huekkk....
 
"Naya?" tanya Saka, tiba-tiba Naya muntah dan langsung berlari ke kamar mandi.
 
Huekkk
 
Saka mengikatkan rambut Naya yang tergerai, "Nay, masa satu hari langsung jadi?" tanya Saka.
 
Naya langsung mendelikkan matanya, "Goblok!" hina Naya yang di hadiahi kekehan dari Saka.
 
"Udah?" tanya Saka saat Naya sudah membasuh mulut nya.
 
Naya mengangguk, "Pusing," ucap Naya.
 
"Bisa jalan?" tanya Saka, gadis ini terus memegang kepala nya.
 
"Bisa," jawab Naya seraya tersenyum manis.
 
"Ikut gue yok," ajak Saka mengandeng pelan tangan Naya.
 
"Apaan ini?" tanya Naya yang sudah di ajak ke ruang makan, meja itu penuh dengan berbagai makanan enak.
 
"Makanan," jawab Saka lalu menarik sebuah kursi, untuk mempersilahkan Naya duduk.
 
"Tau, tapi kenapa?" tanya Naya.
 
Saka tersenyum, "Kemarin, gue pergi nyari makanan sayang. Tapi, lo malah ngiranya gue pergi," jawab Saka disertai dengan kekehan.
 
Naya mencebikkan bibir nya, "Oiya kok gue baru sadar, muka lo kenapa?" tanya Naya.
 
Muka tampan Saka di penuhi dengan lebam, tentu Saka memutuskan untuk pulang dan berlutut kepada kedua orang tuanya, sejenak untuk menggantikan sebuah pukulan yang seharusnya di berikan oleh Dirga. Dia seperti di hajar abis-abisan oleh Fadil. Bahkan Nara ikut menamparnya puluhan kali, untuk menggantikan sosok mendiang Bunda Andin.
 
"Enggak papa," jawab Saka lalu mengambilkan sebuah piring, dan di isi nya dengan makanan-makanan sehat.
 
"Abis di pukul, siapa?" tanya Naya yang sudah mulai makan beberapa suap makanan.
 
"Ayah," jawab Saka, Naya menatap datar kearah sana. Dia tau apa maksud dari Saka.
 
"Kenapa lo jujur?" tanya Naya.
 
Saka menyentuh lembut puncak kepala Naya, "Ini pukulan yang harus gue dapetin, seharusnya Papah Dirga yang harus ngelakuin nya. Tapi, karena Papah masih kerja jadi gue nyari pengganti dulu," jawab Saka.
 
"Gak usah ngomong sama Papah!" tegas Naya, Dirga tentu tidak akan membiarkan siapapun menyakiti putri kecil nya. Bisa-bisa Saka di pukul dengan pisau bukan tangan.
 
"Harus ngomong Nay, kalo gue punya anak perempuan dan dia disakitin pun. Gue akan bunuh dia kalo bisa," ucap Saka. Naya mengerti, jadi sekarang dia tidak perlu mencegah Saka.
 
"Nay....," panggil Saka.
 
"Ayah, udah nelfon Papah Dirga," ucap Saka tiba-tiba.
 
Naya menatap Saka dengan penuh tanya, "Kenapa?" tanya Naya, mengapa Fadil menelfon Dirga?
 
"Pernikahan kita akan di majuin besok," jawab Saka, jangan tanya bagaimana ekspresi Naya sekarang? Tentu, terkejut!
 
"APA?!" teriak Naya kaget, bagaimana tidak, memang pernikahan bisa disiapkan dalam satu hari?
 
"Iya, ini keputusan gue," jawab Saka.
Naya mengerti rasa bersalah yang menghinggapi Saka, karena itu Naya tidak akan mencegah apapun.
 
"Iya....," jawab Naya, satu jawaban singkat itu membuat Saka tenang.
 
Mereka sekarang pun sudah selesai makan, dan Saka sudah memakai baju nya, "Nay tidur disini," pinta Saka seraya menepuk-nepuk pelan paha nya.
 
Naya pun mendekat dan membaringkan kepalanya di tempat yang di tunjuk oleh Saka barusan, "Udah," jawab Naya, sebuah sentuhan lembut ke puncak kepala Naya. Sebuah sentuhan penenang. Yang tidak akan Naya dapatkan dimana pun.
 
Saka masih tidak belum mengehentikan aktifitasnya, "Maaf, Aku sudah mengecewakan mu, dan aku menyesalinya" ucap Saka.
 
Naya tersenyum di bawah sana, "Saka, Malam disaat kita memimpikan hari esok. Dan itu akan bersinar lebih terang seperti bintang" jawab Naya. Saka beruntung telah di titipkan seorang sosok yang begitu hebat nya.
 
Jika ditanya siapa wanita kedua yang paling berharga? Saka akan menjawab dengan lantang berkata keseluruh dunia bahwa itu adalah, Naya.
 
Jika Saka bisa kembali ke masa lalu, Saka ingin bertemu dengan Naya lebih cepat. Dan menghabiskan ribuan waktu bersama.
 
"Jika, suatu hari nanti aku mengecewakan dirimu lagi, aku harap saat itu terjadi. Kita sudah belajar dari hari ini,"
 
 
 

TERPAKSA MENIKAH (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang