[50]

22.4K 1K 32
                                    

“Gue, hamil,” ucap Naya. Dengan tatapan datar tapi meyakinkan.
 
Saka mengernyit bingung, “Hamil?” gumam Saka menatap manik mata Naya dalam.
 
Naya semakin kesulitan melihat, “T-tangan,” Naya mengulurkan tangannya.
 
Saka terenyum lalu menyentuh tangan Naya, “Udah,” jawab Saka.
 
Tidak ada respon dari Naya, membuat Saka makin keheran, “Naya,” panggil Saka seraya menggoyangkan bahu Naya kuat.
 
“S-Saka, dimana?” tanya Naya.
 
“Nay, gue di depan lo,” jawab Saka menyentuh wajah pucat itu. Ia ingin bertanya apakah kondisi hamil, sampai separah ini?
 
Naya mengerutkan dahi nya, “J-jangan per-gi,” ucap Naya menggegam kuat tangan Saka. Kondisinya sudah benar-benar parah. Kesusahan bicara, pengelihatan kabur dan otot-otot nya lemas.
 
“Nay, kenapa pucat banget. Lo sakit?” tanya Saka seraya memperhatikan gerak-gerik aneh dari Naya.
 
“E-efek hamil,” jawab Naya, bahkan ia enggan menatap Saka. Dia tidak sanggup membohongi Saka.
 
"Lo lagi bohong kan?" tanya Saka memicingkan matanya, melihat datar ke wajah Naya yang terus saja tidak mau menatap wajah Saka.
 
"E-enggak" jawab Naya, ia melihat ke langit-langit kamar.
 
Cctv?
 
“Yakin? Waktu SMP, gue belajar soal kandungan. Dan gak sampe kaya gini, Nay. Lo kesusahan bicara, otot lemas, dan terakhir pandangan kabur,” jelas Saka, ingat Saka adalah genius, iya sudah belajar puluhan buku bahkan dari kelas 1 SD. Dan Saka pun banyak belajar tentang reproduksi manusia.
 
Naya menelan ludah nya gugup, “Enggak papa kok,” jawab Naya, terkutuk lah Saka!
 
“Sebentar, gue ada buku tentang penyakit. Coba gue liat dulu,” ucap Saka yang beranjak ke rak buku yang banyak buku terpajang dengan rapih.
 
Kanker, judul buku tersebut. Dengan telaten nya Saka membuka satu, demi satu lembar buku.
 
Naya menatap datar ke arah buku tersebut, “Lo ngira gue kena Kanker?” tanya Naya, walaupun penglihatan nya kabur. Iya sedikit masih bisa melihat tulisan yang tertera di buku tebal itu.
 
“Dari yang gue teliti, ini tuh lebih mendekati ke gejala kanker,” jawab Saka, walaupun iya tidak yakin, tapi ia mengerti dengan jelas. Dulu, ia membutuhkan waktu 1 tahun untuk mempelajari jenis-jenis kanker. Hebat bukan?
 
“Bu-buang!” tegas Naya, jangan harap Saka mendengar itu.
 
“Semakin lo larang gue, semakin buat gue penasaran,” Saka masih telaten membuka lembaran buku itu.
 
Jangan tanya bagaimana perasaan Saka sekarang, tangannya bergetar. Berharap semua tebakannya salah, Saka hanya ingin meyakinkan dirinya bahwa dia salah.
 
“Sakit kepala terus menerus? Iya, Lemah? Iya, Mual dan muntah? Iya, Kesulitan berbicara? Iya, dan pengelihatan kabur? Juga iya,” jelas Saka membaca sebuah tulisan dengan judul Gejala Kanker Otak.
 
Naya mengepalkan tangannya, “Gue ngantuk, pengen tidur,” timpal Naya ia harap Naya bisa menghindar.
 
Saka berjalan ke arah tempat Naya tertidur, “Ke rumah sakit, SE-KA-RANG!” tegas Saka yang sudah menarik lengan Naya.
 
Naya menghela nafas nya, seraya tertunduk dalam, “GAK!”tolak Naya.
 
“MAU MATI SEKARANG!?” bentak Saka membuat Naya terkejut.
 
Saka cemas bukan main, sebenarnya kamar Saka di lengkapi oleh CCTV tanpa di ketahui siapapun. Ia sengaja menaruh CCTV itu untuk memantau Naya, takut jika mungkin saja Naya memutuskan untuk pergi, Saka menaruh CCTV itu untuk jaga-jaga saja. Dan hari itu, dimana Naya membuat pengakuan, Saka menonton semuanya dan rasanya seperti tertusuk ribuan panah pada saat yang sama.
 
“Da-dari mana lo tau?” tanya Naya.
 
Saka menunjuk CCTV yang terletak di pojok ruangan, “Hari dimana lo buat pengakuan, gue udah nonton semua nya. Gue juga tau kalo lo emang beneran hamil. Menurut lo gimana perasaan gue saat denger, lo mau ngerahasiain penyakit ini? Demi anak?!” Saka meremas tangan Naya kasar.
 
“Gue akan tetep ngelahirin anak ini!” tegas Naya menyentuh perut rata nya.
 
“SEJAK KAPAN LO NYEMBUNYIIN INI?!” teriak Saka, ia sudah kehabisan kesabaran. Hidup Naya di ambang batas, bagaimana dia masih bisa berpikir melahirkan?
 
Naya bungkam…
 
“Gugurin anak itu, dan ikut gue ke rumah sakit!” tegas Saka, suara nya sudah melemas.
 
Plak!
 
Sebuah tamparan lolos ke pipi mulus Saka, “Gue gak butuh lo!” Naya membuang wajah nya, meremas seprai kuat-kuat menahan tangis yang siap ia tumpahkan kapan saja.
 
Saka meringis, “Lo bilang malam itu, biar ada versi baru? Lo pikir ini android? Nay gue gak bisa kehilangan lo….,” ucap Saka seraya menunduk dalam.
 
“Terus? Lo dengan tega nya, mau gu-gurin anak darah daging sen-diri,” balas Naya tertahan, setiap kata itu terasa menyakitkan.
 
“Gue butuh lo Nay,” timpal Saka.
 
“Naya? Anggap dia udah mati!” tegas Naya mencoba berdiri.
 
“Nay….,” panggil Saka, ia menyentuh tangan Naya yang bergetar hebat, dahi yang mngernyit menjawab semuanya, Bahwa gadis ini kesakitan.
 
“Kenapa? Gue gak butuh ada lo, pergi aja sana. Gue gak peduli. Gimana pun nanti kondisi nya, gue akan tetep ngelahir. Dan setelah itu-” Naya menggantungkan ucapannya.
 
“Setelah itu?” tanya Saka.
 
“Ambil anak ini, baru setelah itu gue akan berusaha,” jawab Naya.
 
“Dan sebelum itu, kalian berdua akan mati!” tegas Saka.
 
“Lebih baik kehilangan anak ini sekarang, dan kita bisa berusaha untuk nyelamatin lo!” tegas Saka.
 
Naya berdecih tanganya ingin menampar Saka, tapi bahkan hanya sekedar mengangkat pun Naya sudah tidak kuat lagi, “Ada jaminan, setelah anak ini di gugurin. Gue akan baik-baik aja?” tanya Naya.
 
Saka bingung. Ya, benar tidak ada jaminan untuk itu, “Lo bisa jamin, kalo anak ini bisa lahir?” tanya Saka melihat sinis ke arah perut datar itu.
 
“Gue bisa jamin,” jawab Naya yakin, menatap mata Saka dalam.
 
Naya mengambil tangan Saka dan di letakkan pada perut datar itu, “Rasakan, lo yakin tega mau bunuh dia? Walaupun belum ada yang gerak, lo gak bisa ngerasin betapa kuatnya dia?” tanya Naya.
 
Saka meringis lalu membawa Naya ke dalam pelukannya, “Dia akan kuat seperti Ibu nya”
 
Naya menangis menunduk dalam, "Gue mau tetap ngelahirin dia, jadi jika suatu saat gue udah gak bisa di selamatkan anak ini bisa nemenin lo, Sak," ucap Naya.
 
Saka membawa Naya ke dalam pelukannya, "Gue mohon... Selamatin mereka berdua," ucap Saka.
 
"Gue kuat, dan anak ini juga lagi berusaha..." timpal Naya.
 
"Kita akan sama-sama berjuang,"
 
 
 

TERPAKSA MENIKAH (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang