8

39 9 1
                                    

5 kali suara pukulan itu terdengar keras di ruangan tertutup itu.

Hanya dihuni beberapa orang, dan salah satunya adalah Jisung. Pemuda itu dibawa paksa dari restoran ayam untuk menuju ke ruangan ini. Hanya untuk mendapatkan beberapa kekerasan fisik dari kakeknya sendiri.

"Han Jisung, kamu engga ada kapok-kapoknya yha! Gimana bisa kamu keluar gitu aja? Semua patner kakek nyariin kamu!"

Satu pukulan lagi, Jisung dengan pasrah menerima.

"Apa yang bisa kakek banggakan dari kamu? Nilai selalu jelek, keluar masuk ruang konseling. Apa yang bisa dibanggakan? Uang?"

Kondisi Jisung kacau, pucuk bibir Jisung mengeluarkan darah. Belum lagi Jisung seperti tidak ada kekuatan untuk sekedar membawa dirinya.

"Kamu pergi kemana tadi?! Jawab Kakek."

Jisung tersenyum tipis,
"Kenapa, kek? Pada awalnya, Jisung cuman alat jual Kakek kan?"

Plak'

Pipi kanan Jisung, ditampar sekuat tenaga,
"Kamu ngomong apa, Jisung?!"

"Jisung cuman alat perusahaan kakek kan? Mereka cuman pengen Jisung, pewaris perusahaan ini. Mereka semua narget, Jisung! Jisung engga mau masuk dalam bisnis yang kotor kyk gini, kek. Jisung, Jisung nyerah untuk jadi penerus kakek."

Pria tua itu ingin sekali memberikan tamparan sekali lagi pada Jisung. Tapi tangan beliau, ditahan oleh salah seorang pemuda yang berada disebelahnya,
"Sudah, kek."

Pemuda itu membantu Jisung untuk berdiri, langkah yang benar sekarang adalah tidak mempertemukan Jisung dan Kakeknya dalam satu ruangan. Takut, Jisung akan lepas kendali jika terus-menerus seperti ini.

Jisung dibawa ke kamarnya, oleh pemuda itu. Jisung duduk di ranjang besar miliknya, hanya menatap pemuda itu yang mengambil kotak obat dipojok ruangannya.

"Kak,"

"Engga usah ngomong. Lukanya nnt makin nyeri." Ucap Pemuda itu sembari membereskan beberapa dvd di sebelah kotak obat itu.

"Dasar, masih 18 tahun udah nonton film biru kek gini."

Jisung hanya tersenyum singkat. Tidak ada rasa malu kerena dvd itu, tapi rasa malu dengan kondisinya yang sekarang.

Pemuda itu duduk disebelah Jisung. Menyiapkan beberapa obat merah untuk luka di wajah Jisung,
"Tadi, emang pergi kemana lagi?"

"Kalo Jisung ngasih tau, kakak ada dipihak Jisung?"

"Kakak kapan engga dipihak Jisung?"

"Iya juga ya," ucap Jisung tertawa singkat.

Memang, hanya pemuda itulah yang Jisung percaya akan segala hal. Hanya pemuda itu yang selalu ada dipihak Jisung. Kakak Jisung sendiri, Kang Younghyun.

"Masih diem aja?" Ucap Younghyun pada Jisung.

"Tadi, Mama, Mama Ryuseol, ditusuk perutnya."

Tangan Younghyun langsung berhenti, menatap Jisung dengan mata yang masih tidak percaya,
"Iya?"

"Kata Kak Gyeom, semua karena om Kim, dan sekarang polisi lagi ngejar om Kim."

"Trs, Ryuseol? Yugyeom? Keadaan mereka gimana?"

"Ya gimana lagi, kak. Jelas Shock. Jisung udah engga bisa mikir apa-apa lagi setelah dapet kabar dari temen Jisung yang waktu itu sama Ryuseol. Jisung cuman mikirin Ryuseol doang, khawatir. Bodo amat sama pertemuan tadi,"

Younghyun menepuk pundak adiknya pelan,
"Kakak tau, kamu engga bakal lari klo engga ada alasan yang jelas."
"Cukup kecewa sih waktu kamu kabur kyk tadi."

Hey, I Hate You | Kim Seungmin [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang