20. AB {Berantakan}

812 55 7
                                    

****

    "Cas, lo harus minta maaf sama Ara." Saran Alvin membuat Lucas berfikir keras.

    "Bener kata si Avin. Lebih baik lo minta maaf," 

     "Elahhh. Lo berdua gampang banget ngomong. Lo pikir Ara cewek yang gampang banget maafin kesalahan orang?" Alvin dan Ricky hanya diam. "Yang ada gue masuk rumah sakit,"

    "Bener-bener. Bahaya, Ara jago banget. Atlet silat dia. Medali, dari emas, perak, perunggu udah dia dapetin. Belum lagi piala, piagam. Astaga parah," Alvin membayangkan prestasi Ara. Walau Ara bandel, otak pas-pasan gak pinter-pinter amat. Membuatnya jadi idola para cowok.

~♤~

     "Ka Alvin ya?" Seorang cewek menyapa Alvin. Alvin yang melihat wajahnya dengan tatapan datar.

    "Iya. Lo siapa?"

    "Saya Maya. Anak XI Bahasa 2,"

    "Ouh,"

    "Kakak sendirian?"

    "Enggak, tadi sama temen cuman mereka udah pulang."

    "Gitu ya. Boleh ikut duduk gak?"

     "Silakan." Maya duduk si kursi yang tersedia di sana. Tepatnya bersebelahan dengan Alvin.

"Udah mau Magrib. Belum pulang?"

    "Nanti aja ka. Tunggu Kakak aku jemput. Dia lagi ngumpul sama temennya. Jadi aku harus tunggu dia disini,"

   "Ouh."

****

     "Raaaa. 10 dikali 3 berapa?" Megan bertanya kepada Ara. Ara yang sibuk menyorat-nyoret kertas putih itu memukul kepala Megan.

     "Bego jangan dipelihara. Nanti berkembang biak, lo sulit nyingkirinnya."

     "Elah. Lo tau kan gua itu paling benci sama angka,"

    "Hm. 30 hasilnya,"

    "Dapet dari mana 30 hah?" Megan bertanya lagi. Entah saraf mana yang rusak, meng kalihkan angka saja tidak bisa.

    "Gaak percaya tanya google. Atau kalkulator handphone lo," Megan mengambil handphonenya. Menghitung perkalian yang tadi ia tanyakan.

    "Wah iyah. Hebat juga lo,"

    "Baru tau lo?"

   "Hehe sahabat gua kan ter the best,"

    "Nyonya, makan malam sebentar lagi siap. Anda mau mandi terlebih dahulu? Biar saya siapkan air hangat,"

   "Panggil gue nona aja. Gak usah pakai nyonya,"

   "Tapi nanti tuan marah." Maid itu menunduk. Menatap lantai yang bersih.

    "Enggak. Nanti juga dia paham," Maid itu mengangguk.

    "Yaudah siapin aja. Sebentar lagi saya mandi,"

     Maid itu tersenyum lalu pergi setelah memberi hormat. "Enak ya Maid nya berkelas," Megan mengucapkan kalimat itu. Se akan ia iri, padahal dirumahnya juga ada pembantu.

     "Dirumah lo juga ada pembantu,"

     "Beda. Si bibi mah gak kaya gitu. Gua ngerti karena gua kan masih muda, dan seharusnya gua yang menghormatinya."

     "Bener. Tapi maid nya si kutub gak kaya gitu. Kalau sekali ngelakuin kesalahan pasti di hukum sama si Aron," Megan memanyunkan bibirnya dan mengangguk-angguk.

***

    "Aku gak mau dijodohin mah!"

     "Cukup Lucas. Ini yang terbaik sama kamu, kamu gak usah ngebantah. Ngerti kamu," Mamah Lucas sangat pusing mendengar Lucas.

    "Mah. Bisa gak sih Mamah ngertiin aku. Aku punya keinginan sendiri mah. Aku bukan Kak Vita, yang nurutin semua kemauan Mamah atau papah. Walau dia gak suka, dia tetep ikutin kata-kata mamah."

     "Dia itu anak baik. Anak yang tidak pernah membantah perintah orang tua. Selalu setuju apapun keinginan orang tuannya. Gak kaya kamu," Lucas menguatkan rahangnya, dan mengepal erat tangannya.

     "LUCAS NGGAK SUKA DIATUR!" Lucas mengeluarkan kata-kata atau unek-unek nya selama ini.

    "Lucas bukan boneka yang bisa mamah mainin dan ngelakuin apapun yang mamah mau,"

     "Kamu harus mengerti. Ini demi kebaikan kamu," Mamah Lucas hanya menjawab dengan sedikit emosi.

   "Kalian apa-apa an ribut. Malu-maluin keluarga aja," Papah Lucas yang dari kamar, mendengar istrinya dan anaknya bertengkar. Lalu turun menghampiri.

    "Lucas gak mau ikutin apa mau kalian lagi. Lucas capek,"

    "Kamu jangan membantah, Lucas!"

   "Kenapa. Mau hukum lucas, mau usir Lucas, mau ambil semua fasilitas yang kalian kasih. Mau coret dari daftar pewaris keluarga Matatula?"

Paaaak

    Satu tamparan mendarat di pipi Lucas. Mata Lucas, wajah Lucas memerah. Ia benar-benar marah saat ini.

     "Kamu gak tau diri,"

    "KALIAN TERLALU SIBUK DENGAN DUNIA BISNIS. DARI KECIL LUCAS BESAR DI RAWAT SAMA KA VITA. SETIAP KUMPUL SARAPAN, ATAU MAKAN MALAM KALIAN SIBUK DENGAN HANDPHONE KALIAN." Lucas  mengeluarkan unek-unek yang berada di dalam dirinya selama ini.

    "Cukup. Kami bekerja untuk memberikan pendidikan, fasilitas yang enak untuk kamu dan Vita."

    "Kami hanya ingin kamu hidup enak,"

     "Mah. Hidup enak gak harus berlimpah harta. Pah. Fasilitas bukan yang Lucas inginkan. Lucas cuman butuh kasih sayang kalian," Lucas menahan air matanya untuk tidak menetes. Membendung semuanya, ia tidak ingin orang tuanya tahu bahwa dia lemah.

     "Kamu ini. Udah di sekolah banyak kasus. Jarang pulang, mabuk-mabukan. Kamu gak ngotak jadi anak,"

    "Cukup pah. Lucas muak sama kalian," Lucas mengambil jaket kulitnya, yang ada di sofa. Lalu pergi dari sana.

****

    "Mr. Anda tidak mau pulang?"

    "Diam!" Bentakan dari David membuat Raiyen diam. David yang diam di kantornya. Meminum banyak minuman Red Wine.

     "Mr. Jangan dengarkan wanita itu. Kita harus bisa lawan mereka," Raiyen berusaha memberi semangat.

      "Gimana gak didengar. Dia bilang kalau saya tidak menuruti permintaannya, dia bakalan hancur in keluarga Christopher."

     "Mr. Saya tahu, kita harus cari solusinya. Bagaimanapun keluarga Christopher tidak boleh hancur,"

    "Saya bingung. Saya pusing, saya banyak masalah dengan ini, belum lagi gadis keras kepala itu marah. Saya pusing," David yang tadi menggoyangkan gelas  berisi minuman itu. Meminumnya habis, entahlah masalah apa itu. Aku bahkan tidak tahu.

     "Kita harus mengulang semuanya dari 0 Mr,"

*
*
*
*

Holaaa

Bagaimana?

Suka?

Satu kalimat untuk part ini...

Jangan lupa vote, comennt, dan share..

Love you all.

Arabella {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang