Chapter 3

1.5K 204 25
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian di lobby fakultas teknik sipil itu, namun sepertinya Tiaia belum juga kunjung pulih dari patah hatinya, sahabatnya pun memahami itu dan mereka juga tidak memaksa Tiaia untuk kembali mendekati Bian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah seminggu sejak kejadian di lobby fakultas teknik sipil itu, namun sepertinya Tiaia belum juga kunjung pulih dari patah hatinya, sahabatnya pun memahami itu dan mereka juga tidak memaksa Tiaia untuk kembali mendekati Bian.

Mereka semua sekarang berada di kamar Tiaia dan Khiara, kamar keduanya kerap kali menjadi tempat paling asik saat malam hari, karena biasanya ruang menonton pada malam hari akan ditempati oleh kakek pemilik kos untuk menonton berita atau pertandingan sepak bola.

Tidak seperti biasanya, malam ini mereka semua absen nge-ghibah, dan lebih memilih mengerjakan tugas masing-masing. Neysa masih setia dengan kumpulan bukunya, mengerjakan tugas lebih awal, lalu kemudian membiarkan para sahabatnya itu menyalin.

Lalu Keily sedang menonton drama psikopat korea, padahal sebenarnya ia penakut, tapi entah kenapa malah drama psikopat yang ia tonton, dan ujung-ujungnya ia hanya akan berteriak histeris sambil menutup mata, yang membuat gendang telinga sakit.

Lalu Khiara tengah menonton anime sambil senyum-senyum sendiri, dan berhalusinasi tentang anime favoritnya. Pernah suatu hari, ia berteriak kesetanan, bilang ingin menikahi Sasuke setelah menonton anime Naruto Shippuden. Entahlah, sepertinya para sahabat Tiaia itu tidak ada yang benar-benar normal.

"Aia! Lo udah kaya tangkai sapu tahu ga?" ujar Neysa yang mulai pusing.

Mendengar ucapan Neysa, sontak semuanya menghentikan aktivitas mereka.

"Lo masih kepikiran Bian, Aia?" tanya Khiara bersimpati.

Keiley menghela, "Goresan kuku di tangan gue aja belum hilang, apalagi di hati Aia."

"Maafin kami yah Aia, kalau bukan karena rencana kami, lo ga bakal sakit hati," Khiara menunduk lesu.

"Dia pasti ga bermaksud, moodnya waktu itu mungkin lagi jelek, ah atau dia juga bisa lagi stress, ok ok dia ga mungkin sejahat itu. Aia! lo harus tenang. Ahh, gue tahu, dia pasti merasa bersalah setelah itu. Iya bener, pasti dia nyesel," rancau Tiaia seperti orang gila, dia bahkan tidak menghiraukan ucapan para sahabatnya itu.

Melihat hal itu, pandangan mata yang lainnya beradu satu sama lain. Mereka bingung dan bertanya-tanya, apakah patah hati bisa menyebabkan seseorang kehilangan akal?

"Aia! Lo jangan nakutin kita gini dong," ringis Neysa saat melihat prilaku sahabatnya itu.

Gadis itu bahkan sudah terlihat kurus, ia hanya mempelototi ponselnya saja dari seminggu yang lalu, dan sesekali menyebut nama Bian dalam lamunannya, rambutnya berantakan tak terurus, dan ia juga mulai sering ketawa dan marah sendiri. Semua ini sudah jelas karena Bian.

Cinta sepertinya benar-benar gila dan buta, Tiaia adalah saksi hidup, bagaimana cinta itu ada dengan semua kegilaannya.

"Gue ngga tega liat lo begini Aia," ujar Khiara dengan raut sendu.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang