Chapter 10

701 119 4
                                    

Dentuman bola basket yang bersentuhan dengan lantai terdengar memenuhi lapangan basket kampus sore ini, Bian dan Avian saling berebut bola, meski mereka hanya main berdua, namun tidak mengurangi semangat mereka berlomba memasukkan bola ke ringnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dentuman bola basket yang bersentuhan dengan lantai terdengar memenuhi lapangan basket kampus sore ini, Bian dan Avian saling berebut bola, meski mereka hanya main berdua, namun tidak mengurangi semangat mereka berlomba memasukkan bola ke ringnya.

Setiap minggunya mereka selalu menyempatkan bermain basket bersama di lapangan ini, lapangan outdoor ini memiliki tiga bagian lapangan yang bisa digunakan oleh masyarakat umum, letak kampus yang strategis di tengah-tengah kota menyebabkan lapangan ini ramai dikunjungi masyarakat saat sore hari, ada yang olahraga seperti Bian dan Avian, ada juga yang hanya sekedar jalan-jalan sore di area kampus yang sangat luas itu.

Keringat bercucuran di kening keduanya, bahkan sampai mengalir ke leher mereka, rambut Bian sudah setengah basah, poninya sekarang bahkan saling bertaut, Avian memakai bendana hitam di kepalanya dan juga kaos hitam polos serta celana training abu-abu.

Bian juga menggunakan baju kaos polos namun berwarna putih dengan perpaduan celana trening berwarna hitam, tidak lupa di tangan kirinya melingkar bendana putih.

Avian kalah enam point dari Bian, dan membuatnya tidak ingin bermain lagi, kekalahan Avian yang ke tiga kalinya ini membuatnya benar-benar kesal, bagaimana mungkin setiap kali main basket bersama Bian dia selalu kalah.

Kemudian Avian berlari menuju kursi di pinggir lapangan dengan wajah menekuk, dia duduk dan minum beberapa teguk. Sedangkan Bian masih berada di tengah-tengah lapangan bermain sendiri, mata Bian sempat melirik Avian dan tersenyum melihat kekesalan sahabatnya itu.

Avian memperhatikan Bian bermain sendiri, postur tubuh yang benar-benar membutakan kaum hawa itu tampak begitu memukau, apalagi saat digunakan untuk bermain basket seperti ini. Bian memiliki tinggi badan yang jauh di atas Avian, dengan tinggi 182 cm wajar Avian selalu kalah saat bermain basket karena tingginya hanya 170 cm, tapi mungkin juga Avian memang tidak sepiawai Bian dalam bermain basket.

Bagaimana mungkin seseorang seperti Bian begitu sempurna. Selain wajah yang rupawan, dia juga punya otak yang jenius dan juga memiliki kemampuan di bidang olahraga dan music, belum lagi kekayaan keluarganya yang Avian taksir tidak akan habis tujuh turunan.

Pantas saja semua wanita tergila-gila kepadanya dan Avian benar-benar merasa gagal sebagai seorang laki-laki. Dia benar-benar insecure jika di sandingkan dengan Bian. Meskipun wajah Avian terbilang tampan, namun saat Bian berada didekatnya ketampanan Avian jadi tidak kelihatan.

Saat SMA, Avian pernah mengajak Bian menemaninya bertemu dengan perempuan yang disukainya dan menurut Avian perempuan itu juga menyukainya. Namun saat sudah bertemu, perempuan itu malah bilang dia suka Bian, padahal mereka baru bertemu hari itu, bagaimana bisa kapalnya oleng begitu saja hanya karena melihat Bian untuk pertama kalinya.

Kejadian itu mengajarkan satu hal penting pada Avian, bahwa saat dia akan bertemu dengan perempuan yang dia incar, jangan pernah sekali-kali mengajak Bian.

Meskipun Bian tidak peduli pada gadis manapun, walaupun gadis itu secantik bidadari dan bertubuh sesexy Megan Fox, Bian tidak akan pernah meliriknya sedikitpun tapi Avian tentu harus menyelamatkan harga dirinya juga.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang