Bian duduk diam di samping Pamungkas di kursi belakang, sedangkan supir pribadi Pamungkas masih fokus menyetir mobil dengan kecepatan sedang. Bian melirik papanya itu sekilas, laki-laki paruh baya itu sedang sibuk menulis sesuatu di tabletnya.
Bian menghela samar, lalu kemudian kembali menoleh ke kaca mobil yang memperlihatkan pemandangan jalan di malam hari dengan lampu-lampu jalan serta deretan toko.
Suasana malam ini tampak begitu tenang, hal itu membuat Bian sedikit mengantuk, padahal saat ini masih jam tujuh malam, namun matanya sudah lesu menahan kantuk karena dia benar-benar malas dan bosan harus pergi bertemu kolega papanya.
Bian tampak begitu menawan dengan kemeja putih dan balutan jas berwarna hitam yang sangat rapi, di lehernya tergantung dasi hitam yang senada dengan pakaiannya dan tampak menarik di lehernya yang jenjang. Ia sudah seperti CEO muda yang tampan dan kharismatik saat berpakaian seperti itu.
Sebenarnya Bian enggan memakai baju formal seperti orang yang hendak melayat ke pemakaman begini, namun lagi-lagi papanya yang mengatur segalanya, Pamungkas bilang karena ini makan malam formal bersama koleganya, maka Bian harus berpakaian pantas dan sopan.
Sebenarnya baju kaus yang dibalut jaket levis dengan celana jins menurutnya juga sudah pantas dan sopan, kecuali kalau dia hanya datang dengan boxer dan singlet, barulah papanya bisa mengatakan itu tidak sopan. Tapi akhirnya perkataan Pamungkas jualah yang berlaku. Karena tidak mau berdebat terlalu jauh, akhirnya Bian memilih mengalah.
Mobil bergerak memasuki gerbang hotel mewah berbintang lima, dengan dekorasi dan lampu-lampu yang juga terkesan mewah. Di lobby hotel, tampak beberapa orang berdiri untuk menyambut tamu lengkap dengan karpet merahnya.
Saat mobil berhenti tepat di pintu masuk hotel, orang-orang yang berdiri itu membukakan pintu untuk Bian dan Pamungkas, lantas mengarahkan keduanya ke bagian restoran hotel terkhusus tamu VVIP.
Bagian dalam hotel ternyata jauh lebih mewah dari tampilan luarnya. Saat memasuki restoran, samar tercium aroma menyenangkan dari lavender. Hotel empat belas tingkat itu benar-benar berkelas dan sepertinya memang diperuntukkan hanya untuk orang-orang kelas atas saja.
Bian berjalan di samping Pamungkas menuju salah satu kursi, dari jauh tampak seorang laki-laki paruh baya, seorang perempuan dengan dres merah, dan laki-laki berambut putih.
"Sialan!" umpat Bian dalam hatinya.
Ia tahu persis siapa tiga orang yang tengah duduk membelakangi pintu masuk restoran itu.
Perasaan Bian mulai tidak enak, andai saja ia punya keberanian untuk pergi dari sana, ia akan melakukannya, tapi papanya akan sangat murka jika ia membuat ulah sekarang. Akhirnya Bian tetap berjalan mendekat ke arah laki-laki paruh baya dan kedua anaknya yang menyebalkan itu.
"Apa kabar Roy," sapa Pamungkas sambil memeluk sahabat lamanya itu.
"Baik Pamungkas, kamu terlihat semakin muda dan bahagia saja," ujar Roy sambil menepuk pelan pundak Pamungkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di luar jangkauan (END)
General Fiction⚠️[CERITA INI BELUM DIREVISI!] Perjuangan cinta gadis gengsian bernama Tiaia Rosaline, yang dipaksa ke luar dari zona nyaman oleh para sahabat gilanya demi mendapatkan cinta pria yang sudah lama ia kagumi ternyata tidaklah semudah yang ia bayangkan...