Hari sudah beranjak sore, kegiatan club musik baru selesai beberapa waktu lalu, dan sekarang langit sudah mulai menurunkan hujan. Akhir-akhir ini hujan selalu turun di sore hari, padahal januari seharusnya sudah mulai musim panas, namun entah kenapa iklim punya jalan pikirannya sendiri.
Bian menghentikan mobilnya, saat tak sengaja netranya melihat Tiaia yang tengah berlari menuju halte bus yang tidak jauh dari gerbang kampus untuk berlindung dari butiran hujan yang mulai deras.
"Kenapa dia masih berkeliaran?" gumam Bian sambil menatap tidak tertarik.
Kemudian laki-laki itu kembali menjalankan mobilnya, tanpa berniat memberi gadis itu tumpangan. Namun, baru beberapa saat setelah mobilnya kembali berjalan, Bian kembali menginjak rem, dan menghela napas berat, ia tidak ingin berurusan lebih jauh dengan gadis itu, jika saja tidak karena dendamnya pada April.
Dia benci gadis-gadis berisik yang selalu mengganggu ketenangan hidupnya, perempuan tidak pernah punya kesan baik dalam pikiran Bian, baik mamanya sendiri, atau Pertiwi, yang kalau bukan karena gadis itu mencintainya, April tidak akan begitu membencinya sampai saat ini.
Bian masih menatap Tiaia yang sekarang tengah berdiri sendirian di halte bus, hujan kian lebat dan langit semakin gelap, bahkan beberapa kali guntur memecah keheningan.
Bian benar-benar tidak ingin mengantar gadis itu pulang, dia bahkan sebenarnya tidak sepeduli itu untuk meminjamkan payung, namun mengingat Tiaia adalah senjatanya saat ini, laki-laki itu akhirnya meraih payung hijau bergambar keropi milik Jian dari saku kursi di sebelahnya.
Lantas Bian membuka kaca mobil, dan memanggil seorang mahasiswa berkepala plontos yang kebetulan lewat untuk menyerahkan payung itu pada Tiaia.
"Kasih ke gadis itu yah," tunjuk Bian pada Tiaia.
Mahasiswa itu mengangguk, kemudian Bian memberikan uang 50k kepada mahasiswa itu.
"Ini buat beli kopi hangat," ujar Bian sambil kembali menutup kaca mobil dan setelahnya ia mengemudikan mobilnya melewati halte di mana Tiaia tengah berdiri sendirian.
"Bian," gumam Tiaia sambil menatap Rush putih itu dengan senyum yang mengulum di sudut bibirnya, meski tubuhnya saat ini hampir basah kuyup.
******
Tiaia baru selesai mandi, ia baru sampai di kos berkat payung hijau bergambar keropi yang diberikan laki-laki asing berkepala plontos saat ia menunggu hujan di halte bus kampus.
Hujan lebat masih bergemuruh di luar sana, dan setelah mandi, mata gadis itu benar-benar mengantuk, ia hanya akan bergelumun di dalam selimut dan tidur, karena udara benar-benar dingin.
"Aia! Aia!" Teriak Neysa dari luar kamar.
Tiaia yang baru akan memejamkan matanya, saat Neysa berteriak memanggilnya.
"Apa?" tanyanya.
"Di luar ada April," ujar gadis itu sambil berlalu pergi.
Kening Tiaia berkerut bingung, apakah April selalu serius dengan ucapannya? Laki-laki itu bilang sore mau ke kos, padahal sekarang tengah hujan lebat, tidak bisa kah ia menundanya sampai besok?
KAMU SEDANG MEMBACA
Di luar jangkauan (END)
General Fiction⚠️[CERITA INI BELUM DIREVISI!] Perjuangan cinta gadis gengsian bernama Tiaia Rosaline, yang dipaksa ke luar dari zona nyaman oleh para sahabat gilanya demi mendapatkan cinta pria yang sudah lama ia kagumi ternyata tidaklah semudah yang ia bayangkan...