Chapter 44

412 91 3
                                    

Baru pukul tujuh pagi, Ridho sudah ribut-ribut dengan toanya, meneriaki semua orang untuk segera berbaris rapi per kelompok di area yang telah disediakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru pukul tujuh pagi, Ridho sudah ribut-ribut dengan toanya, meneriaki semua orang untuk segera berbaris rapi per kelompok di area yang telah disediakan.

Beberapa orang bahkan ada yang masih sarapan dan ada yang baru selesai mandi. Lalu dengan terburu-buru mereka menyelesaikan aktivitas tersebut dan segera berbaris, dari pada dihukum panitia.

Hari ini kegiatan music camp adalah bermain di lapangan. Kata Ridho, hal itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas serta kesehatan tubuh, serta mengoptimalkan fungsi kerja otak. Lagaknya saat mengatakan itu sudah seperti ahli gizi dan dokter spesialis syaraf saja.

Tiaia dan Bian sudah berbaris di tengah-tengah kerumunan dengan rapi. Di samping mereka berdiri Meisa dan Avian. Sekarang lapangan rumput yang khusus disediakan untuk aktivitas lapangan itu sudah dipenuhi oleh anggota music camp.

Mereka semua masih diam sambil mendengarkan pengarahan dari devisi acara, yang menjelaskan permainan apa saja yang akan mereka mainkan, bagaimana prosedurnya, dan hadiah apa yang akan didapatkan kelak jika berhasil memenangkan permainan itu.

Setidaknya devisi acara menjelaskan ada tiga permainan yang di jadwalkan sampai sore nanti. Dan seperti biasa, malamnya akan dilanjutkan lagi dengan permainan pengantar tidur.

Bian menghela napas berat, saat mendengarkan devisi acara menjelaskan serangkaian kegiatan tersebut, bagaimana mungkin untuk satu hari ini saja kegiatannya sebanyak itu? Meskipun itu terdengar menyenangkan tapi bukan berarti tidak melelahkan juga kan?

"Kenapa?" tanya Tiaia saat mendengar helaan napas Bian yang berdiri di sampingnya.

Bian hanya menatapnya datar, "Ngga papa."

Tiaia tertawa kecil, "Bilang aja malas ikut kegiatan beginian kan?" tebak Tiaia.

Bian menatap dingin, "Sok tahu," ujarnya sambil menatap heran ke sisi kanan Tiaia.

Tiaia yang penasaran, dengan cepat ikut menoleh ke arah pandangan Bian, "Apa__" ucapannya terhenti saat pipinya tertusuk telunjuk Bian ketika kembali menoleh pada laki-laki itu.

"Itu hukuman buat lo."

Tiaia mengerutkan keningnya, "Bian!" teriaknya tertahan.

Bian hanya diam sambil mengangkat kedua alisnya tak peduli.

******

Bian!

Bian!

Bian!

Nama Bian, begitu bergemuruh diteriakkan penonton yang tengah berdiri di pinggir lapangan. Mereka tengah bersorak-sorai menyaksikan permainan sendok kelereng, di mana peserta yang ikut bermain tengah fokus di tengah-tengah lapangan menatap pada kelereng di atas sendok yang di tarok di mulut mereka masing-masing, sambil terus berjalan sampai ke garis finis.

Untuk saat ini, Bian masih memimpin permainan, kelereng di sendoknya begitu tenang seperti orang yang membawanya. Laki-laki itu dengan hati-hati berjalan menuju garis finis, dengan sendok di mulutnya dan menjaga keseimbangan, agar kelereng di atas sendok tidak terjatuh.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang