Chapter 5

974 163 3
                                    

Jian yang bingung akan reaksi abangnya itu, hanya bisa terdiam dan melihat kepergian abangnya sambil tergesah dengan kening berkerut, lalu kembali mencoba fokus menonton televisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jian yang bingung akan reaksi abangnya itu, hanya bisa terdiam dan melihat kepergian abangnya sambil tergesah dengan kening berkerut, lalu kembali mencoba fokus menonton televisi.

Beberapa saat kemudian, Bian terlihat kembali turun dengan baju yang sudah berganti. Sekarang laki-laki itu memakai baju kaus polos berwarna putih berpadu dengan jaket kulit hitam dan celana jins hitam yang robek di bagian lututnya serta sepatu kets putih, sedangkan tangan kanannya menggenggam kunci motor.

Bian menuruni tangga dengan tergesah, bahkan ketergesaannya terlihat dari rambutnya yang ia biarkan berantakan, poni bergelombang memenuhi dahinya dan hampir menutupi matanya yang jernih namun dingin.

Melihat itu, Jian berdiri dari duduknya, "Abang mau ke mana?" tanyanya bingung.

Bian melirik sekilas adiknya, "Abang ke luar sebentar, jangan ditunggu. Tidur cepat yah, besok sekolah," ujar Bian sambil berjalan cepat ke arah pintu.

"Eh, tapi bang ...abang!" teriak Jian, dia bahkan belum menyelesaikan ucapannya, tapi Bian sudah menghilang di balik pintu, tak lama kemudian, terdengar raungan motor sport semakin menjauh.

Jalanan benar-benar ramai oleh pengendara, motor dan mobil saling berpacu mendahului satu sama lain. Bian beberapa kali melirik jam tangan coklatnya tak sabar, saat itu sudah pukul sembilan malam dan udara terasa begitu dingin menusuk ke tulang, tidak menunggu lama, laki-laki itu segera memacu motornya dengan kecepatan tinggi menuju Fantasia.

******

Nada sambung telepon terdengar nyaring, tidak lama kemudian disambut oleh suara seorang perempuan.

"Halo Mei?" Jawab perempuan itu dari seberang telepon.

"La, lo lagi di mana?" tanya Meisa dengan ceria.

"Gue di rumah Nana, kok lo bahagia banget keknya, kenapa?"

Meisa terkekeh, "Gue udah ngomong masalah Bian ke bokap, dan bokap gue bilang dia akan coba bicarakan dengan papanya Bian."

"Ooh pantes lo seneng banget," ujar Lala mengangguk.

"Karena gue lagi seneng banget, lo sama Nana gue traktir, yuk ke luar," ajak Meisa.

"Asikk, kalau gitu gue tunggu lo di rumah Nana, lo yang jemput kan?"

"Ok, gue siap-siap dulu," Meisa kemudian mematikan sambungan telepon.

"Ok," jawab Lala, meskipun dia tahu kalau Meisa telah memutus sambungan teleponnya.

******

Motor Bian berhenti tepat di depan gedung megah yang di penuhi lampu LED warna warni, di bagian depan gedung terdapat tulisan Fantasia dengan warna campuran pink cerah dan biru lunak.

Club malam elit itu selalu ramai dikunjungi pemuda dan pemudi kalangan atas. Tidak membuang waktu, Bian segera masuk, beberapa pasang mata gadis-gadis dengan pakaian minim yang berada di pintu masuk langsung menatapnya dengan intens, namun ia sama sekali tidak menghiraukan mata-mata gadis yang terpesona itu.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang