Chapter 27

490 99 9
                                    

Hujan telah reda, menyisakan aroma rumput dan tanah yang menyegarkan, sejauh mata memandang, hanya ada rumput ilalang setinggi pinggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan telah reda, menyisakan aroma rumput dan tanah yang menyegarkan, sejauh mata memandang, hanya ada rumput ilalang setinggi pinggang. Bian berjalan menyusuri padang ilalang yang masih basah oleh sisa hujan itu.

Langit tidak begitu terang namun juga tidak begitu gelap, suara musik klasik mengalun indah entah dari mana sumbernya. Hembusan angin menimbulkan suara gemerisik dari ilalang-ilalang yang saling bersenggolan seperti gelombang air laut yang saling berhimpitan.

Bian berjalan semakin jauh tanpa tahuu ke mana arahnya. Dihirupnya udara sedalam mungkin, hingga rasanya kesegaran dan ketenangan aroma yang ditinggalkan setelah hujan reda menyapu lembut paru-parunya.

Sosok perempuan dengan baju serba putih tiba-tiba muncul di depannya, meskipun wajah perempuan itu tidak begitu jelas, tapi Bian dapat melihat bahwa perempuan itu tersenyum ke arahnya, lalu tiba-tiba menariknya dengan begitu kuat dan membawanya pergi.

Bian berusaha melawan, namun tenaga perempuan itu begitu kuat, tubuhnya terhuyung, kepalanya mulai pusing dan matanya berkunang-kunang.

Napas Bian memburu, keringatnya mulai membanjiri keningnya, bahkan bajunya basah bermandikan keringat, begitu menyeramkan, dia takut, benar-benar takut.

"Bang! Bang! Bang Bian!" teriakan Jian berhasil menyadarkan Bian dari mimpinya.

Laki-laki itu perlahan membuka matanya, manik coklat yang dalam itu kini tengah menatap kosong, napasnya masih memburu dan bahkan rambutnya sekarang basah oleh keringat.

"Abang kenapa? Mimpi buruk yah?" tanya Jian cemas.

"Ini di mana Ji?" tanya Bian bingung sambil menatap tangannya yang dipasang infus.

"Tadi malam abang pingsan, dan di bawa ke rumah sakit, semalam papa papa yang jagain, pagi ini Jian," jelas gadis itu.

Diaturnya napas perlahan, dan berusaha untuk mengembalikan kesadarannya, mimpinya barusan benar-benar terasa nyata.

Lembabnya tanah setelah hujan, aroma menyegarkan dari rumput yang membuatnya begitu tenang dan nyaman masih sangat diingatnya dengan jelas tapi ia tidak tahu siapa perempuan yang ada di mimpinya itu, wajahnya buram.

"Kamu ngga sekolah Ji?" tanya Bian.

Jian menoleh, "Sekarangkan hari minggu bang."

Bian hanya mengangguk, lalu menghela sambil menoleh ke jendela besar yang ada di samping tempat tidurnya.

"Maaf Mas, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang suster pada Avian yang tengah berdiri di balik pintu.

Avian terperanjat, "Maaf Sus," ujarnya gugup.

"Mas temannya pasien? Kenapa ngga masuk mas?"

"Sa...saya salah kamar, permisi."

Suster itu mengerutkan alisnya bingung sambil menatap kepergian Avian, dan setelahnya dia segera masuk ke ruangan yang bertuliskan VVIP itu untuk memeriksa kondisi Bian yang tengah dirawat di kamar itu.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang