Chapter 35

464 70 2
                                    

"Kamu apa kabar?" tanya Sarah memulai pembicaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu apa kabar?" tanya Sarah memulai pembicaraan.

Bian dan Sarah sekarang tengah duduk di bangku paling ujung di salah satu cafe.

"Mau bilang apa? Ngga perlu basa basi," ujar Bian sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangan pada jendela kaca yang berada di depannya.

"Udah hampir delapan tahun mama ngga liat kamu Bi, dulu kamu hanya setinggi ini," ujar Sarah sambil mengangkat tangan hingga sedadanya, "Sekarang lihat, kamu bahkan jauh lebih tinggi dari mama."

Bian menatap sinis, "Ck, mama!?" decaknya, "Lo ngga malu?"

Sarah menunduk dengan raut sedih, ia tahu betul apa yang Bian maksud, dan tahu betul bagaimana perasaan Bian kala itu. Keegoisan manusia pada akhirnya membawa penyesalan yang bahkan tidak bisa diperbaiki lagi sampai mati.

"Mama minta maaf."

Tangan Bian mengepal kuat, terlihat dari urat nadi tangannya yang menonjol, "Maaf? Lo ninggalin gue dan Jian bahkan disaat gue belum mengerti arti perceraian. Sekarang setelah kami berhasil melewati tahun-tahun yang sulit, lo datang seenaknya mengacaukan kembali kehidupan kami yang tadinya udah baik-baik saja tanpa sosok ibu."

Sarah terisak, dadanya bergemuruh hebat, ucapan Bian merobek-robek hatinya, dan tidak menyisakan cela untuknya bernapas.

Tanpa disadari, air mata ke luar deras dari pipi yang memiliki kerutan halus itu, beberapa kali tangan perempuan itu menyeka air matanya, ia masih terus menangis sesenggukan, dan Bian hanya diam sambil menunggu Sarah berhenti sendiri, tanpa berniat menenangkan.

Sudah lima menit berlalu, akhirnya Sarah mulai sedikit tenang, "Maaf untuk semuanya," ucapnya susah payah di sela isakannya yang sudah mereda.

Bian mendengkus, "Memaafkan mungkin mudah, tapi tidak untuk melupakan," ujarnya.

Sarah mengangguk paham, ia juga tidak punya hak untuk membuat Bian melupakan kejadian itu. Karena memang, kejadian itu terlalu menyakitkan untuk dilupakan begitu saja.

Kecuali kau lupa ingatan yang membuat semua ingatan itu terhapus dengan sendirinya.

"Tuhan sudah memberikan karmanya kepada mama," ujar Sarah lagi.

Mendengar itu, Bian mengerutkan keningnya.

"Mungkin Tuhan marah, dan tidak memberi mama keturunan lagi, setelah menelantarkan kamu dan Jian," ujarnya sambil menyeka air matanya dengan tisu.

Dua gelas kopi yang sudah dipesan dari tadi bahkan tidak tersentuh sama sekali, dibiarkan terletak begitu saja di depan mereka, karena memang mereka tidak dalam keadaan santai untuk duduk sambil minum kopi.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang