Chapter 8

742 125 10
                                    

Perempuan tua yang usianya mungkin sudah lebih setengah abad itu, tengah duduk di kursi goyangnya sambil tertidur nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan tua yang usianya mungkin sudah lebih setengah abad itu, tengah duduk di kursi goyangnya sambil tertidur nyaman. Kacamata masih tertonggok di kedua matanya, sebuah buku tebal yang terbuka juga masih berada di pangkuannya.

Kursi goyang itu berderit setiap kali bergoyang, mungkin karena usianya juga sudah tidak muda lagi. Kursi itu bahkan sudah ada sejak Avian masih di taman kanak-kanak, hanya warnanya saja yang berubah termakan zaman.

Avian memasuki rumahnya dengan mengendap-ngendap layaknya maling di siang bolong, demi menghindari neneknya, berusaha untuk tak terlihat karena dia yakin saat nenek melihatnya, dia akan direcoki dengan pertanyaan-pertanyaan, dan saat ini dia sangat malas untuk menjawab pertanyaan itu.

Pagi ini Avian sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah dirawat tiga hari, dan neneknya tidak tahu apa-apa tentang itu, hanya Bian yang menungguinya selama tiga hari terakhir, Bian menjaganya siang malam, dan mempersiapkan semua kebutuhannya.

Mata Avian melirik ke kiri dan kanan dengan begitu waspada, dia berjalan dengan sangat hati-hati, namun keberadaan nenek sama sekali tidak terlihat.

"Apakah nenek tidak di rumah?" batin Avian.

Karena merasa rumah aman dari neneknya, Avian menghela napas lega dan kembali berjalan normal, namun saat dia hendak bergegas masuk ke kamarnya, ekor matanya menangkap neneknya tengah tertidur di kursi goyang, "Tidur ternyata," ujar Avian setengah berbisik, "Kebiasaan, pasti habis baca buku," ujar laki-laki itu sambil perlahan mendekati neneknya lantas menahan napas.

Tangannya berusaha menjangkau kacamata yang bertengger di mata perempuan tua itu lalu melepaskannya perlahan. Kacamata itu kemudian ia letakkan di atas nakas di samping kursi goyang, buku tebal yang masih terbuka di atas pangkuan neneknya juga ia letakkan di atas nakas.

Avian tersenyum sambil menatap neneknya, meskipun dia sering mengecewakan nenek, tapi dia ingin suatu saat nanti bisa membahagiakan neneknya, karena hanya nenek yang dia punya di dunia ini.

Setelahnya, Avian kembali melangkah pergi dengan perlahan, agar tidak membangunkan neneknya.

"Avi," suara panggilan itu menghentikan langkah Avian.

Laki-laki itu berdecak pelan dan memicingkan matanya khawatir.

"Anak nakal!" teriak neneknya sambil berdiri, Avian masih belum menoleh.

"Avi! Lihat nenek saat nenek bicara," titah perempuan tua itu.

Laki-laki itu meneguk kasar liurnya, lalu perlahan membalikkan badannya dengan kepala tertunduk.

"Lihat Nenek."

Avian mengangkat kepalanya perlahan dan sedikit ragu menatap mata neneknya, "I...iya nek," ujarnya ragu.

Saat Avian sempurna menghadap neneknya, wanita tua itu dibuat terkejut saat melihat lebam di bawah mata kiri Avian, "Wajah kamu kenapa ?" tanya perempuan tua itu terkejut.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang