Chapter 34

528 76 21
                                    

"Maaf Mba, kami sudah mau tutup," ujar salah seorang pelayan menatap iba Tiaia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf Mba, kami sudah mau tutup," ujar salah seorang pelayan menatap iba Tiaia.

Bagaimana tidak, Tiaia sudah di cafe mereka dari siang, duduk seorang diri, terlihat seperti menunggu seseorang, tapi yang ditunggunya tak kunjung datang, bahkan sampai cafe ini mau tutup.

Tiaia melirik jam tangannya, saat itu sudah pukul setengah dua belas malam, gadis itu kemudian menghela, lalu berdiri sambil menatap nanar pada piring makanan dan delapan gelas jus susu pisang yang sudah ia habiskan sambil menunggu Bian.

"Iya Mba permisi," ujar Tiaia sambil melangkah ke luar cafe.

Langit sudah berubah gelap, lampu jalan dan beberapa toko tampak terang di sepanjang jalan, malam yang cukup cerah namun sedikit berangin. Tiaia menghentikan langkahnya tepat di depan cefe, gadis itu terlihat berpikir.

"Kalau gue pulang, gimana kalau Bian datang," gumamnya sambil memandangi ponselnya yang sudah mati karena kehabisan baterai.

Gadis itu kembali menghela, lantas ia bergeser ke sudut cafe dan berdiri di sana, meski malam semakin dingin, gadis itu tetap berdiri menunggu Bian, ia yakin laki-laki itu akan datang menemuinya, Bian akan datang.

Dari kejauhan, tampak Bian tengah menatap nanar gadis yang sekarang tengah berjongkok seorang diri di sudut cafe yang sudah tutup.

"Kenapa dia begitu bodoh," gumam laki-laki itu sambil mencengkram tangannya kuat.

Tiaia masih berjongkok sambil tertunduk menatap tanah, ia tidak menyadari kehadiran Bian di sana. Bian berjalan mendekat, dingin benar-benar menusuknya hingga ke tulang, ia bahkan lupa memakai jaketnya saking terburu-burunya pergi, ketika otaknya baru mengingat janjinya pada gadis itu.

Bian sempat tidak yakin Tiaia masih akan ada di cafe itu, karena sudah hampir 12 jam sejak seharusnya mereka bertemu, namun Bian tetap ingin memastikan, benar saja, gadis itu masih di sana, dan dengan bodohnya ia masih menunggu.

"Tiaia," panggil Bian lemah.

Tiaia menoleh ke sumber suara, dan langsung berdiri dari duduknya sambil menatap Bian khawatir.

"Wajah lo kenapa?" tanya Tiaia cemas, sambil melihat wajah Bian yang lebam itu lebih dekat.

"Seharusnya lo khawatirin diri lo sendiri," ujar Bian dingin.

Tiaia menghela, kemudian ia tersenyum dengan begitu tulus, "Gue senang lo ngga kenapa-kenapa, gue cemas takut__"

Bian tidak membiarkan Tiaia menyelesaikan ucapannya, dan tanpa aba-aba langsung memeluk gadis itu dengan begitu erat sampai membuat dada Tiaia sesak, gadis itu hanya bisa terdiam dengan mata membeliak.

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang