Chapter 39

440 92 1
                                    

Hujan lebat di luar masih bergemuruh, bahkan beberapa kali terdengar suara petir menyambar, saat ini semua anggota club musik sudah berkumpul, hanya Tiaia yang belum terlihat, apakah gadis itu tidak datang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan lebat di luar masih bergemuruh, bahkan beberapa kali terdengar suara petir menyambar, saat ini semua anggota club musik sudah berkumpul, hanya Tiaia yang belum terlihat, apakah gadis itu tidak datang?

Sebenarnya Bian ingin sekali menjemput pacarnya itu, tapi kemudian ia urungkan, mengingat ia dan Tiaia belum berbaikan, Bian takut Tiaia tidak nyaman.

Bian mengacak rambutnya frustrasi, sambil duduk gelisah di studio musik. Khawatir dengan Tiaia, gadis itu tidak bisa dihubungi, ponselnya tidak aktif sama sekali, hujan lebat di luar menambah kerisauan hati laki-laki itu.

Ia masih saja terus berpikir dengan gelisah, takut terjadi apa-apa dengan Tiaia di tengah hujan seperti ini, dan jika itu terjadi, Bian tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Bian berdiri dan memasukkan ponselnya ke saku celana, lalu segera bangkit untuk menjemput Tiaia, yang seharusnya sejak tadi ia lakukan.

Bian berlari dengan terburu di sepanjang koridor, lantas menaiki lift dengan tergesah. Saat ia sampai di lobby gedung kemahasiswaan, kaki laki-laki itu terhenti, saat matanya menangkap sosok yang sejak tadi ia khawatirkan berjalan beriringan dengan seorang laki-laki yang sangat Bian kenal.

Alis Bian berkerut bingung, tapi setidaknya ia lega, Tiaia sepertinya baik-baik saja.

Tiaia juga melihat Bian berjalan ke arahnya, namun keduanya saling diam, tidak saling sapa, seperti dua orang asing yang bertemu di jalan. Tiaia pikir laki-laki itu akan berhenti di dekatnya, namun Bian hanya melewatinya saja dengan wajah tidak peduli.

"Bian," panggil Tiaia akhirnya.

Bian menghentikan langkahnya dan menoleh dengan wajah datar.

"Mau ke mana?"

April mencengkram kuat jemarinya, "Lo kalau ngga akan menganggap Tiaia sebagai pacar lo, lebih baik putusin," ujarnya sambil menatap Bian tajam.

Tiaia menyikut lengan laki-laki itu, "Lo ngomong apa sih Pril?"

Bian hanya diam dengan wajah datar sambil menatap keduanya.

"Kenapa? Meskipun dia masih pacar gue, bukannya lo bebas jalan sama dia?" tanya Bian sambil tersenyum menghina.

"Bi__"  ucapan Tiaia terhenti.

"Pril, makasih udah ngantarin gue, gue perlu bicara sama Bian," lanjut gadis itu sambil menatap April penuh harap, agar laki-laki itu tidak berkelahi lagi dengan Bian.

"Ok, gue pulang. Tapi kalau dia nyakitin lo lagi, gue ngga akan tinggal diam," ujar April sambil menunjuk Bian tepat di depan wajah laki-laki itu.

"Udah sanaa," ucap Tiaia sambil mendorong April menjauh.

Bian masih diam dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, matanya menyorot nanar.

"Gue udah nolak buat diantar April tapi__"

Di luar jangkauan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang