Tujuh.

7.4K 1K 84
                                    

Semakin dekat dengan hal uwu uwu.
Saya baper berkepanjangan.

.
.
.
.
.

Saat ini hari Jumat pukul 7 malam, Rani sedang bersama Felix, di cafe yang tidak begitu jauh dari rumah Rani.

Felix sih sibuk main handphone dari tadi, gak tau deh ngapain.

Rani dengan santainya makan aja, laper. Karna dia abis ini bakal ngomel, jadi dia persiapkan tenaga dulu.

Setelah selesai, Rani diam sejenak.

Menatap Felix yang masih sangat sibuk dengan handphone nya, sesekali menyeruput minuman didepannya.

"Felix." Panggil Rani.

Yang dipanggil hanya menatap sekilas, lalu kembali fokus.

Rani yang merasa jengah langsung merebut handphone Felix, menlock nya dan menaruh nya didekatnya.

"Fine iya. Kenapa?" Tanya Felix.

Sebenarnya Felix ingin marah karna Rani merebut handphone nya, tapi Ia ingat jika Rani sangat benci saat sedang mengobrol ada yang tidak fokus.

"Gue mau udahan." Kata Rani. Singkat, padat, jelas, dan tenang.

Felix mendelik tak percaya. "Apa apaan?! Gak mau." Tolaknya.

Rani memutar malas kedua bola matanya.

"Gue tau lo belakangan deket sama Vena. Jangan kira gue buta. Semalem lo kemana coba." Jelas Rani.

"Y-yaa aku keluar sih semalem tapi bukan sama Ven.." Belum selesai, Rani sudah memotong perkataan Felix.

"Gue gak butuh penjelasan. Kita udahan. Oke? Lo bisa bebas sekarang sama Vena. Udah ya, gue cabut." Kata Rani final seraya bangkit dari kursi dan berjalan keluar cafe.

.
.
.
.

"Udah sana pulang!" Perintah Rani pada Chenle.

Ya, saat ini Chenle bersamanya. Dirumahnya.

Tadi begitu Rani keluar dari cafe, Ia mendapati Chenle yang berdiri sambil bersandar pada Audi nya dengan kedua tangan terlipat di dada.

Benar benar seperti seorang penguasa.

Rani yang emosinya jelas belum stabil, dari tadi mengomeli Chenle.

Chenle dengan sabar mendengar omelan Rani selama dimobil.

Bahkan begitu sampai rumah Rani, Chenle langsung diusir untuk pulang.

Namun jelas hal itu tidak terjadi. Ingat, Chenle juga orang yang keras kepala.

"Jadi beneran putusin Felix?" Tanya Chenle yang hanya dijawab anggukan oleh Rani.

"Gue yakin lo belum dengerin penjelasan dia kan?" Tanya Chenle lagi.

Rani menatap Chenle tajam. "Bukan urusan lo." Jawab Rani kembali memalingkan wajahnya, enggan menatap Chenle.

Chenle menggeleng pelan. "Lo dulu juga gitu. Gue bahkan belum jelasin apa apa." Katanya.

Rani tersenyum meremehkan. "Apa yang harus dijelasin coba?".

"Lo gak pernah dengerin penjelasan dari gue." Kata Chenle.

"Gue gak peduli." Sungut Rani.

Chenle menghela nafas kasar.

"Lo harus peduli, karna gue sayang sama lo Rani! Dari dulu, sampai sekarang. Atau mungkin sampai nanti. Gak akan berubah." Kata Chenle.

Rani terdiam. Suara Chenle jelas lebih meninggi dari sebelumnya.

Perlahan tapi pasti, air mata membasahi pipi Rani. Yang langsung diusap kasar olehnya.

"Kenapa?"

"Kenapa baru sekarang?" Kata Rani pelan, enggan menatap lelaki didepannya.

"Ran maaf, gue emosi." Sesalnya.

"Waktu itu lo gak jelasin apa apa, disaat harusnya lo jelasin. Sekarang lo seenaknya dateng lagi ke gue. Bersikap layaknya seorang pahlawan yang selalu ada buat gue! Kenapa baru sekarang?!" Kata Rani setengah berteriak.

"Mau lo apa sih?!" Tanya Rani kali ini menatap Chenle sengit, dengan matanya yang memerah efek menangis.

Chenle berjalan, mendekat kearah Rani. Memegang erat pundak gadis didepannya, sembari menatapnya dalam.

"Lo."

"Mau gue, cuma lo." Kata Chenle.

Menarik gadis didepannya, kedalam pelukannya.

.
.
.
.
.
.
-tbc-

Part uwu nya mau kapan?
Tar sore? Malem? Sekarang?🤣

Jakarta, 02  July 2020.

Boyfriend | ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang