"Percaya gak sih? tadi Fika mulai bicara sama aku..." cerita Khanza, senang saat menceritakan tentang Fika, teman yang duduk didepannya. Perlahan mulai kembali mengajaknya bicara seperti dulu.
"Aku senang banget!" kata Khanza lalu menatap Serkan disampingnya.
Cowok itu asik memijat lehernya disepanjang perjalanan menuju ke kedai Serkan bekerja.
Melihat mata panda Serkan, Khanza yakin sepertinya cowok itu terlalu memaksakan diri untuk menjadi ketua kelas yang baik.
Apa ini salahnya ya? Karena kan dari awal dia yang mengusulkan agar Serkan menjadi ketua kelas. Tapi tetap saja, gadis itu senang melihat perubahan Serkan yang sekarang tidak lagi tidur saat mata pelajaran dimulai.
Dia memandori agar teman-temannya itu pokoknya harus belajar, dan kini setelah mengajar mereka hingga sore tiba. Serkan dengan wajahnya lelah membuat hati Khanza merasa tidak nyaman. Entah kenapa tapi dia merasa bersalah karena membiarkan Serkan bekerja sendirian.
"Sini aku pijitin!" Khanza melompat-lompat guna untuk menyentuh leher cowok tinggi disampingnya.
Melihat itu dengan cepat, Serkan menyentuh kepala Khanza lalu mendorongnya kebelakang.
"Gak perlu!" itulah yang keluar dari mulut Serkan. Sok- sokan bilang gak perlu padahal dalam hatinya pasti sangat menginginkan pijatan itu.
Mendengar penolakan dari Serkan, sepertinya Khanza tidak mudah menyerah, seperti gadis lain pada umumnya yang langsung mundur saat ditolak. dengan begitu cepat. Hingga cewek itu kembali melompat-lompat dengan kedua tangannya ikut diangkat.
Setiap Khanza hendak meraihnya, pasti Serkan mundur kebelakang.
Tiba, saat kaki Khanza terkelir dan akhirnya oleng hendak jatuh. Tapi sebelum itu, Serkan dengan cepat langsung menangkap Khanza yang hampir terjatuh.
Tersenyum ceria, tangannya hendak menyentuh leher Serkan. Dan setelah berhasil menyentuhnya, tiba-tiba gadis itu terdiam saat kini Serkan menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Entahlah ini hanya halusinasinya saja, atau memang Serkan yang mulai ada rasa dengannya.
Mendorong tubuh Khanza ke depan, Serkan yang gugup segera berjalan cepat. Meninggalkan Khanza yang tengah berjalan pincang.
Baru Khanza sadari jika lukanya cukup lumayan. Buktinya saat dia hendak melangkah, kakinya terasa berdenyut ngilu.
"Serkan tunggu aku!" pekik Khanza sambil menyeret kakinya.
Menoleh menatap orang yang memanggilnya, seketika manik Serkan membulat saat melihat kondisi Khanza sekarang yang tengah berjalan pincang sambil meringis kesakitan.
Berlari ke arah Khanza, Serkan memasang ekspresi khawatir.
"Lo kenapa?" tanya Serkan panik.
Menopang tubuhnya dengan bersandar di pundak Serkan, Khanza berkata.
"kayaknya tadi pas lompat-lompat kakiku terkilir deh," ujar Khanza.
Serkan menarik napas dalam-dalam. Hingga akhirnya Serkan jongkok untuk menawarkan pundaknya untuk Khanza naiki.
Dengan segera, Khanza memeluk tubuh Serkan dari belakang. Membiarkan tubuhnya digendong oleh Serkan.
"Bukannya ngurangin capek gue. Lo malah nambah masalah gue!" kata Serkan merasa kesal.
Sambil mengalungkan kedua tangannya dileher Serkan. Khanza tersenyum.
"Yang penting aku kan ga-"
"Asli lo berat banget!" potong Serkan.
Mendengar itu Khanza hampir saja ingin mencekik lehernya.
"Ahk!" desah Serkan sesaat setelah Khanza melonggarkan tangannya.
"Lo mau bunuh gue?!" pekik Serkan tidak percaya.
Merengut ditambah mood hancur. Khanza membalas ucapan Serkan.
"Kamu tuh ngatain aku gendut!" cetus Khanza tidak suka.
Serkan menggeleng pelan, hampir saja dia hendak tertawa.
"Lo kan emang be- ah...ahk!" pekik Serkan merasakan rambutnya ditarik dengan kuat.
"Ngatain lagi! Hari ini kamu bakal kehilangan rambut kamu." kata Khanza mengancam.
"Lo kan em-"
"Serkan ih!" rengek Khanza hampir menangis
Dan tanpa sadar membuat cowok itu tertawa.
Mendengar tawa Serkan, Khanza gadis itu juga ikut tertawa bersama dengan Serkan.
Tanpa mereka sadari akhirnya sampai juga di tempat kerja Serkan. Dimana sekarang tempat itu tengah dikerubungi oleh pria kekar dengan seragam serbah hitam.
Baru saja ingin bertanya, apa yang terjadi di tempat kerja Serkan? Dan saat melihat seorang pria paru baya keluar dari kedai. Seketika Khanza melompat dari punggung Serkan.
"Ayo lari!" teriak Khanza hendak berlari, tapi sialnya kaki dia terlalu sakit.
"Khanza!" teriak pria paru baya itu yang tidak lain adalah papa Khanza.
"Ih papa ni gak asik." kata Khanza sedikit kesal.
"Kamu. Setiap pulang sekolah selalu telat, ternyata karena cowok ini?"
Manik Serkan membulat, apa maksudnya. jangan berbicara yang dapat membuatnya salah paham.
"Pa, kita pulang aja yuk!" ajak Khanza lalu menarik lengan papanya.
Bersama dengan para pengawalnya, akhirnya Khanza pergi bersama dengan papanya.
Menghela napas berat, Serkan. Berjalan masuk ke dalam kedai.
Dan betapa terkejutnya dia saat melihat papanya sedang duduk kini tengah memperhatikannya.
"Pulang! Atau jangan pernah anggap saya sebagai papa kamu lagi." tegas Erlond dengan tatapan dingin dia menatap Serkan putranya.
Menatap papanya lama, hingga beberapa detik setelahnya cowok itu kembali berjalan melewati Erlond.
"Papa sudah mendengar semuanya dari Siska. Kamu sekarang ingin berkelahi lagi?"
Serkan berhenti ditempatnya sekarang. Menoleh lalu menatap papanya dalam diam.
"Jangan lakukan itu, karena ulah kamu dapat mempengaruhi kehidupan saya."
Karena terlalu malas melihat papanya. Cowok itu segera melangkah masuk ke dalam rumah bibinya.
Selama keluar dari rumah, Serkan sekarang tinggal dirumah pamannya. Dari pada hidup dengan papanya yang ada tapi gak pernah menunjukan rasa pedulinya sama sekali.
Melihat putranya memilih tinggal sendirian, walaupun tidak suka dengan keputusan Serkan.
Erlond akhirnya memutuskan hubungannya dengan Serkan.
TbC.
Bingung mau ngomong apa. Intinya setelah baca jangan lupa tekan bintangnya(つ .•́ _ʖ •̀.)つ
KAMU SEDANG MEMBACA
SERKAN[TAMAT✓]
Teen FictionCukup diam dan mengerti segalanya, hanya waktu yang dapat mengungkap siapa dirimu sebenarnya. No plagiat! Cerita murni ide authornya. Ceritanya Colab bersama dengan @SalmaBugis dan @Siqi_Naya Folow akun ini sebelum membaca. Okey!