BAB|44

176 13 0
                                    


Setelah hampir dua jam mereka menunggu, tiba-tiba dokter keluar dari ruang inap Serkan. Seketika membuat semuanya langsung berdiri selain Khanza, dan menatap dokter dengan punuh tanda tanya.

  "Bagiamana keadaan keponakan saya dok?" tanya paman Serkan yang kini menatap dokter itu dengan penuh harapan.

Dokter yang bernama Sinta itu menarik napasnya dalam-dalam. Hingga akhirnya dia menjawab pertanyaan pihak keluarga pasien."Walau kami sudah berusaha, tapi pasien tidak kunjung sadar. Kami takut keadaannya akan semakin memburuk," ujar Sinta sambil menghela napasnya, inilah kabar yang sangat berat bagi setiap dokter jika dia harus menyampaikan kabar buruk kepada pihak keluarga yang mereka rawat.

Mendengar itu tubuh Vivi yang ada di samping Zhakia langsung ambruk hingga akhirnya ditampung oleh Zhakia. Semua menjadi panik, melihat Vivi yang sudah tidak sadarkan diri.

Sambil menahan tubuh Vivi, Zhakia menepuk pipi wanita paru baya yang ada dipelukannya tidak sadarkan diri dengan pelan.

"Bangun bi, Serkan akan baik-baik saja." kata Zhakia, mencoba membuat Vivi segera sadar dan segera membuka matanya.

Beralih memeluk Vivi, Andreas segera membopong tubuh istrinya itu untuk diperiksa.

setelah kepergian Andres bersama istrinya, Khanza mendorong kursi rodanya mendekati dokter wanita di depannya.

"Bagaiman jika Serkan tidak sadarkan diri besok pagi?" tanya Khanza sangat ketakutan.

"Maaf kan kami," balas Sinta sambil tersenyum miris. Dia juga tidak ingin mengatakan ini, tapi mau bagaimana lagi? Dia bukan Tuhan yang bisa menjanjikan nyawa seseorang.

menangis, Khanza menatap papanya.
Pria itu segera menyentuh pundak Khanza yang naik turun karena menangis.

"Bagaimana ini?" tanya Khanza sangat ketakutan. Hingga tangan papanya dia remas kuat.

"Saya permisi dulu," ujar Sinta berpamitan.

Tak lama Sinta berjalan,  Khanza nengejar wanita itu untuk bertanya.

"Apa saya bisa menjenguk Serkan dok?" tanya Khanza sangat berharap dokter didepannya itu mengizinkannya.

"Silahkan, tetapi jangan ribut itu akan mengaggu pasien. Saya permisi dulu." sahut Sinta setelah itu pergi dari hadapan Khanza dan Rendi.

Khanza tersenyum kemudian tangan kanannya bergerak menghapus air matanya.

"Masuklah, papa tunggu di luar." uhar Rendi seraya tersenyum, dengan lembut dia mengusap kepala putrinya yang dibalas anggukan pelan dari Khanza lalu perlahan gadis itu segera masuk ke dalam.

Khanza masuk dan melihat Serkan tengah terbaring di atas brangkar, banyak alat medis yang menancap di tubuh Serkan. Khanza segera mendekatkan kursi rodanya ke arah Serkan.

Saat melihat Serkan sekarat seperti ini airmatanya tidak kuasa dia bendung lagi.  Menangis tanpa suara dia menyentuh tangan Serkan.

lalu memanggil nama cowok itu pelan,"Serkan," panggilnya sambil megenggam erat tangan Serkan yang sebelah kanan.

"Kamu cepat bangun ya, aku kangen kamu yang suka marah-mahar, aku gak suka liat kamu tidur terus, kamu bukan kebo kan? yaudah kalau gitu bangun serkan!" tangis Khanza meminta agar Serkan kembali bangun.

"Ayo bangun! kamu gak capek apa tiduran terus? Dari kemarin kamu udah tidur sekarang bangun!" pinta Khanza yang terus berbicara walaupun tidak ada jawaban dari pria yang diajak bicara.

"Serkan, hiks...kamu bangun dong!" bentak Khanza yang tidak bisa lagi menahan dirinya. Sedangkan Zhakia yang baru saja masuk menatap Khanza sedih.

"Khan," panggil Zhakia pelan membuat Khanza yang sedang menagis sambil memegang tangan Serkan segera mengakat kepalanya.

"Bokap lo nungguin di depan, mending sekarang lo pulang. Nanti gue kabarin lo tentang keadaan Serkan." ujar Zhakia yang coba membuat Khanza mengerti karena melihat kondisi Khanza yang kurang sehat.

Awalnya Khanza menolak, dia ingin bersama Serkan untuk sekarang dia ingin melihat Serkan membuka matanya kembali. Tapi mengingat janjinya dan juga Gerland yang sejak tadi menunggunya. Khanza dengan berat hati menitipkan Serkan untuk Zhakia rawat, jika ada sesuatu dengan Serkan. Khanza meminta untuk segera menghubunginya.

Dan Zhakia setuju, lalu mendorong kursi roda Khanza untuk keluar.

Setelah keluar dari ruang inap Serkan di bantu Zhakia, mendorongnya dari belakang. Akhirnya Khanza berpamitan dengan Zhakia lalu mereka segera pulang, sedangkan Zhakia gadis itu segera masuk kedalam untuk menjaga Serkan karna Vivi belum sadarkan diri dan di temani oleh paman Andres.

Zhakia duduk di sofa yang ada di ruang inap Serkan dirawat, sambil bermain ponselnya. Sesekali dia menatap Serkan yang masih belum sadarkan diri.

Menatap jam yang ada diponselnya, Zhakia segera bangkit lalu berjalan ke arah Serkan.

"Lo belum gelud sama gue. Dan sampai kapan lo mau lari hah? Lo takut kalah kan dari gue? Makanya lo milih tidur terus... sumpah ini gak keren!" ucap Zhakia sambil menatap ke arah Serkan.

Menatap lama Serkan, hingga membuat air matanya mengalir tanpa dia sadari.

"Banyak orang yang bakal seneng kalau lo sadar. tapi kenapa lo malah buat kita sedih kayak gini? Bibi Vivi, paman Adres, Khanza dan juga ak-"

ucapannya menganggung, dikuti maniknya membulat seketika. Tangisnya terhenti saat melihat mata Serkan terbuka, hingga Zhakia menutup mulutnya tidak percaya.

   
"Lo udah sadar?" tanya Zhakia tidak percaya.

Dia sangat senang hingga akhirnya langung memanggil dokter. Untuk memeriksa bagaimana kondisi Serkan.

dengan tatapan teduh matanya bergerak mencari seseorang. Sepertinya orang yang sedang dia cari tidak ada untuk melihatnya.

seharusnya Serkan tau itu.

"Dia beneran gak datang?" kata Serkan seperti gumaman.

membuat Zhakia tidak paham dan segera bertanya.

"lo ngomong apa?" tanya Zhakia, saat Serkan hendak berkata para dokter dan susrer datang.

lalu menyuruh Zhakia untuk menunggu diluar.

TbC.

TbC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SERKAN[TAMAT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang