Khanza merasakan pusing dibagian kepalanya, saat dia hendak bangkit seperti ada batu di atas kepalanya amat berat. Apalagi saat dia baru saja membuka kedua matanya. sepasang matanya langsung menyipit menatap lampu diatasnya.Khanza mencoba mengingat, sesuatu yang sangat mengganjal dihatinya. Dan saat mengingatnya kembali, maniknya kembali berair. Dia tidak lagi memikirkan rasa sakit dikepalanya, secepat mungkin dia melepas jarum infusnya. Lalu hendak berlari ke tempat Serkan.
tapi Rendi papanya berdiri tepat didepannya. Mehalau jalannya agar, tidak pergi dari ruangan ini.
"Kamu mau kemana? Masih sakit juga." kata Rendi, sedetik setelahnya tangannya bergerak untuk mengajak Khanza kembali beristirahat.
Tapi dengan cepat ditolak oleh putrinya, Rendi mengerti alasan kenapa Khanza sampai bersikap seperti ini. Dia pun juga khawatir dengan keadaan Serkan tapi mau bagaimana juga Khanza dalam keadaan kurang baik.
"Tapi Pa, aku mau jagain Serkan," ujar Khanza karena yang ada di pikiranya sekarang Adalah Serkan bukan kesehatanya.
"No, kamu harus istirahat dulu." balas Rendi sambil mengelus kepala putrinya itu, memberikan penjelasaan bahwa Khanza harus istirahat dulu.
"Tapi Pa..." rengek Khanza yang kini menatap Rendi dengan mata berkaca-kaca, sedangkan Rendi yang melihat itu seketika menghembuskan napasnya dengan kasar. Sekarang dia harus gimana? Setelah melihat ekspresi Khanza sekarang, mana bisa dia menolak permintaan yang sudah merengek seperti bayi.
"Baik lah, Papa akan bawa kamu menemui Serkan tetapi tidak boleh lama." tegas Rendi dan itu membuat Khanza mengagguk lemah kemudian dia tersenyum senang.
seperti katanya tadi, karena permintaan Khanza Rendi segera membantu putrinya berjalan lalu memindahkannya ke kursi roda.
Dan Saat Randi ingin mendorong Khanza keluar, tiba-tiba aksinya itu terhenti karena ada seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat putrinya.
"beby you're fine right?" tanya Gerland seraya berjongkok di depan Khanza dengan wajah panik.
"I am fine," jawab Khanza yang tersenyum kecil kepada Gerland.
Lalu Khanza mengingat Serkan kembali, menoleh kebelakang untuk menatap papanya. Khanza segera mengajak papapnya pergi.
"Pa, ayo!" seru khanza yang kini melihat ke atas dan Randi mengagguk.
"Kamu mau kemana?" tanya Gerland bingung, baru saja dia datang tetapi Khanza ingin keluar saja.
"Aku ingin melihat Serkan." jelas Khanza yang membuat Gerland seketika membulatkan matanya. Cowok itu masih selamat? Bukannya tadi anak buahnya bilang Serkan sudah meninggal di tempat.
Gerland menarik napasnya dalam-dalam. Sebisa mungkin dia menutupi rasa kesalnya, karena Serkan masih hidup dan di rawat di tempat sama bersama Khanza.
"No baby, kamu harus istirahat." tolak Gerland, ada-ada saja gadisnya sedang sakit tetapi masih ingin melihat pria lain.
"Kamu tidak punya hak mengatur-atur putri saya." sinis Rendi yang sangat tidak suka dengan sikap Gerland yang selalu mengatur-atur putrinya.
"Ta-"
"Tidak, saya masih kecewa dengan kamu. Karena telah memberikan putriku obat kadarluarsa dan hampir membuatnya kehilangan nyawa!" tegas Randi yang sangat kecewa dengan Gerland dia akuin pelayan itu salah tetapi Gerland juga salah apa dia juga tidak bisa membaca?
"uncle I'm sorry, saya sangat panik kemarin hingga tidak membacanya dulu," ujar Gerland dia sangat ingin membunuh pelayan yang sudah membuatnya dimarahi oleh Rendi sekarang.
Rendi yang mendengar itu hanya tersenyum miring, "Bukan panik tapi kau memang CEROBOH!" sergah Rendi yang menekan kata-kata terakhirnya, baru saja Gerland ingin berbicara Rendi segera pergi mendorong kursi roda Khanza untuk keluar.
"Ahh... sialan!" maki Gerlan frustasi hingga dia menendang kaki brangkar disampingnya.
***
Rendi mendorong kursi roda yang Khanza duduki ke arah ruang inap Serkan, saat sampai di dekat ruang inap Serkan, Khanza melihat paman, bibi dan juga Zahkia yang sedang duduk di depan ruangan Serkan dengan wajah murung.
Rendi dan Khanza segera mendekat, saat itu juga Vivi segera bangkit dan memeluk gadis yang sedang duduk di kursi roda.
"Kamu udah baikan?" tanya Vivi yang kini menatap gadis di hadapannya dengan tatapan sedih.
"Iya bi, aku gak papa," jawab Khanza Lalu tersenyum kecil ke arah Vivi.
"Dan Serkan bi, apa dia sudah sadar?" tanya Khanza dan Vivi hanya menunduk. Zhakia segera berdiri dan membantu Vivi berdiri.
"Serkan gak papa kok, dia lagi di periksa dokter." jawab Zhakia setelah itu segera menuntun Vivi kembali ke tempat duduknya.
Rendi pun segera mendorong Khanza ke arah kursi di mana ada paman Serkan.
Rendi segera duduk di samping Paman serkan, sedangkan Khanza mencoba mendekat ke arah Zhakia.
"Apa aku boleh bertanya?" ucap Khanza yang sekarang ada di hadapan Zhakia.
"Silahkan," jawab Zhakia ramah.
"Apa benar Serkan baik-baik saja?" tanya Khanza menatap Zhakia dengan inset.
"Serkan baik-baik saja lo gak perlu kawahtir." jawab Zhakia tersenyum meyakinkan, dan Khanza bernapas dengan lega mendengar itu.
"Syukurlah kalau Serkan baik-baik saja," lirih Khanza seraya tersenyum lega, Sedangkan Zhakia menatap Khanza bingung.
"Lo suka sama Serkan?" tanya Zhakia karena dari mata Khanza terpancar kekawatiran lebih untuk seorang teman, sedangkan Khanza yang tadi tersenyum langsung menunduk.
"Aku? Gak mungkin, Serkan dia teman aku." hanya itu kata yang keluar dari mulut Khanza, sedangkan Zhakia hanya mengagguk mengerti dan memegang tangan Khanza kuat, seperti memberi kekuatan untuk gadis di hadapaannya.
"Lo yang kuat. Serkan gak selamah cowok lainnya!" kata Zhakia kepada Khanza.
TbC.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERKAN[TAMAT✓]
Teen FictionCukup diam dan mengerti segalanya, hanya waktu yang dapat mengungkap siapa dirimu sebenarnya. No plagiat! Cerita murni ide authornya. Ceritanya Colab bersama dengan @SalmaBugis dan @Siqi_Naya Folow akun ini sebelum membaca. Okey!