#Alkisah

1.5K 244 52
                                    

Tahun 2002, tepat pukul 18:30

Laki-laki berperawakan tinggi, kumis tipis yang menghiasi wajahnya, dan rambut hitam berantakan, berlari mendorong brankar di koridor rumah sakit. Peluh keringat telah membasahi pipinya. Dengan kekuatan penuh, dia kembali mendorong brankar. Di temani dua orang suster yang juga mendorong brankar.

"Mabiar ahu," (Aku takut) Ucapan dari istrinya membuatnya semakin panik. Dia menggeleng cepat, berusaha meyakinkan istrinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Brankar berhenti di dorong. Kedua suster tadi, membawa perempuan hamil tersebut ke dalam ruang operasi. Anehnya, sang suami tidak bisa ikut masuk. Dia harus menunggu di luar.

Dengan panik, dia jalan bolak balik di depan pintu, menunggu proses persalinan istrinya yang di lakukan secara caesar, selesai. Dia tak ada henti-hentinya merapalkan doa pada Tuhan.

"Tuhan, ramoti mah hami. Padaho hami sian parmasalahon. Sai urupi mah hami, tontong," (Tuhan, berkatilah kami. Jauhkan kami dari permasalahan. Bantu kami selalu) katanya.

Harap-harap istrinya selamat, pun dengan bayi di dalam perutnya. Kira-kira puluhan menit, operasi selesai. Proses persalinan berjalan lancar.

Laki-laki itu di persilahkan untuk memasuki ruangan operasi. Matanya menangkap sosok bayi yang penuh darah di letakkan di sebelah dada istrinya. Air matanya seketika mengalir. Dia melihat istrinya tersenyum dengan wajahnya yang pasi.

Suster meminta ijin untuk membersihkan bayi dari darah, sementara sang suami di persilahkan untuk bertemu istrinya. Laki-laki itu mengelus rambut istrinya yang basah.

"Nungga gabe Among be ahu," (Aku sudah menjadi seorang Ayah) katanya. Sang istri dengan tubuhnya yang lemas mengangguk. "Uli rupana. Mirip tu ho," (Dia cantik seperti kamu) kata suaminya lagi yang membuat sang istri tersenyum.

Namun tak berselang lama, sang istri memejamkan matanya. Dia memilih untuk tak pernah bangun kembali.

***

Juni, tahun 2003

Rumah kayu bercat biru tua dengan sebuah jendela coklat yang terbuka, membuat sinar matahari dengan malu-malu memasuki setiap ruang di rumah itu. Di atas kasur busa, bayi perempuan di letakkan dengan posisi telanjang. Seorang laki-laki yang tak lain adalah ayahnya, datang membawa sepasang baju dan sebungkus popok. Dia mengoleskan minyak ke seluruh tubuh bayi perempuan tersebut, sembari sesekali menciumi dadanya.

"Boruku pakai popok dulu ya?" katanya bermonolog, sembari memakaikan popok pada bayi tersebut. Selang beberapa menit, dia kembali memakaikan bayi tersebut sepasang baju berwarna merah muda, lengkap dengan kaos kaki.

Putrinya itu, genap berusia sembilan bulan sekarang. Dan dia, merawatnya sendirian pasca kematian istrinya sembilan bulan yang lalu. Sejak istrinya meninggal, dia bertekad pada dirinya sendiri, bahwa sesulit apapun cobaan, dia akan merawat putrinya itu hingga dewasa.

Sang bayi tertawa, ketika ayahnya menciumi pipinya yang gembul. Bayi tersebut menunjukkan gusinya yang baru di singgahi sebiji gigi kecil.

Namanya Rouli. Yang berarti cantik. Yah, dia cantik seperti ibunya. Ayahnya yang memberikannya nama. Lengkapnya, Rouli Haholongan Sagala. Gadis yang cantik kesayangan Bapaknya.

Sang ayah menggendong bayi tersebut, menimang-nimangnya hingga bayi tersebut terlelap tidur. Begitu bayi tersebut memejamkan matanya, sang ayah kembali meletakkan bayi tersebut ke atas kasur.

Dia meletakkannya amat pelan. Takut jika bayinya itu akan terbangun dan menangis. Laki-laki tersebut berhembus lega begitu ia berhasil melakukannya. Bayi tersebut sudah terlelap sekarang.

Sebuah foto yang di bingkai lengkap dengan kacanya di atas meja, membuatnya salah fokus. Itu foto pernikahannya dan istrinya, tahun 1999 yang lalu. Dia menyentuh foto tersebut, kemudian menariknya ke dalam dekapannya. Setelah itu, dia menangis.

"Sia bulan sahalak ahu di son, Hasian. Sai masihol do ahu tu ho. Dang tarbayang ahu, molo adong sukkun-sukkun ni boru ta on, tentang Inong na annon. Aha ma si alusihonokku?" (Sembilan bulan aku sendirian di sini, Sayang. Aku selalu merindukan kamu. Tak terbayangkan jika nanti, ada pertanyaan putri kita mengenai ibunya. Apa yang harus ku jawab nantinya?) tanyanya terisak-isak.

***

~BECAUSE OF FATE~

Because Of Fate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang