#Di sidang?

374 135 10
                                    

Aku memasuki ruangan kelas, dan Pak Riko sudah duduk di bangku. Mereka menatapku sekarang. Selain itu, muncul David di belakangku, sehingga membuat Pak Riko menatap kami berdua curiga.

“Dari mana kalian?” tanya dia. Aku menunduk tak tau menjawab apa lagi. David tersenyum, kemudian berucap, “Kami dari sebuah tempat, Pak.”

Pak Riko semakin menatap kami tajam. “Kami nggak sama kok, Pak. Cuman kebetulan. Saya dari kamar mandi. Sementara David, nggak tau dari mana,” jawabku.

Pak Riko menatap David, kemudian menaikkan sebelah alisnya. “Saya juga dari kamar mandi,” tutur David.

Satu ruangan kelas itu, yang berisi tiga puluh empat siswa-siswi tertawa terbahak-bahak. “Pak, tadi ku tengok orang itu dua ke kamar mandi. Ngapain lah kelen coba?" tanya Ridwan.

Pertanyaan dari Ridwan membuat pipiku seketika merah. Bukannya merasa malu, David malah tertawa. “Kenapa? Iri kau Wan? Kasihan kali kau. Padahal seru tadi,” sahut dia yang membuatku membulatkan mata sempurna.

Maksud dia apa??

Pak Riko memukul meja. “Di mana letak sopan santun kalian?” tanya dia. Aku segera menggeleng. “Bohong, Pak. Kami beda kamar mandi!”

"Beda kamar mandi? Tadi jelas-jelas aku lihat kelen berdua," kata Ridwan.

"Kami tuh di belakang—” Ucapanku terpotong.
“Saya nggak peduli. Kalian berdua akan saya bawa ke ruang BP!” ucap Pak Riko.

Aku menggeleng cepat. “Pak, percaya deh sama saya. Kami nggak ngelakuin apa-apa. Kami juga ke kamar mandi yang berbeda,” elakku. Pak Riko menggeleng kecil.

"Kalian jelaskan di ruangan BP nanti."

Pak Riko segera beranjak pergi, sementara aku dan David mengikutinya dari belakang. Ini kenapa masalahnya jadi semakin ribet?

Kami berdua ada di ruangan BP sekarang. Duduk bersebelahan, dan Bu Mondang ada di hadapan kami. Kami sudah seperti di sidang saja sekarang.

“Apa benar, kalian melakukan perbuatan yang telah melanggar kredit point’ di sekolah? Kalian sendiri tau. Banyak kejadian-kejadian memalukan yang sudah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Dan pada akhirnya apa? Di keluarkan dari sekolah. Jadi, saya bertanya sekali lagi. Apa benar, kalian sudah melakukan perbuatan yang memalukan di dalam kamar mandi?”

"Perbuatan memalukan?" Aku segera menggeleng, sementara David hanya diam.

“Kalian sendiri tau kan, banyak kejadian hamil di luar nikah," kata Bu Mondang.

“Tapi kami nggak ke kamar mandi, Bu," jawabku. “Jadi? Ke mana? Hotel?" tanya Bu Mondang.

Aku terdiam. Bagaimana cara menjelaskannya? Aku melirik David yang hanya diam. “Jelasin ke dia,” bisikku.

David tidak merespon apa-apa. Aku harus bagaimana sekarang?

“Bu, percaya deh sama saya,” kataku memohon.

“Ibu, akan—” Aku segera memotong pembicaraannya.

“Jangan panggil Bapak saya, Bu. Saya mohon.”

Sialnya, mataku seketika menitikkan air mata. Seumur hidupku, aku belum pernah membuat bapak terpanggil ke sekolah karena kasus yang ku perbuat.

“Ridwan saja bilang kan, kalau kalian ke kamar mandi berdua? Udah ada sanksinya loh ini." Bu Mondang  kembali berucap.

Aku kembali melirik David. David menyentuh punggung tanganku yang bergetar di bawah, dan segera ku jauhkan.

David tersenyum simpul. “Bu, kami memang berdua tadi. Cuman enggak ke kamar mandi. Jadi ceritanya, saya kasih Uli sepatu. Tapi dia lupa melepaskan sepatunya. Dia malu, terus narik saya untuk mengembalikan sepatunya di belakang kamar mandi, karena dia malu di lihatin orang. Kalau ibu masih nggak percaya, cek cctv aja Bu. Siswi baik-baik kayak Rouli, mana mungkin berbuat hal memalukan kayak gitu? Rouli itu, anak baik-baik Bu. Makanya saya suka,” kata David yang membuat air mataku jatuh semakin banyak.

Bu Mondang menatap David tak percaya. Aku mengangguk menanggapi perkataan David. "David bener, Bu. Ridwan cuman salah kaprah."

Pada akhirnya, cctv di buka. Dan kami, di suruh kembali ke ruangan.

***

“Uli, maaf. Aku cuman bercanda,” kata David yang berusaha mengejar ku saat kami di suruh kembali ke kelas.

Aku tidak menanggapi ucapannya. “Uli!” panggilnya lagi, hingga dia menahan tanganku. Aku menatapnya sekarang dengan mata memerah. “Maaf,” lirihnya.

Aku menghempaskan tangannya. "Kau kira maaf aja cukup? Hah? Seumur aku hidup, itu pertama kalinya aku dapat masalah di sekolah!"

"Yaudah. Biar kau ngerasain sekali aja. Ridwan paling cuman bercanda."

Ucapan David membuatku kesal setengah mampus. "Kalau bercanda itu, buat orang ketawa. Bukan malah nangis!” sentakku.

 “Aku nggak tau, kau bisa nangis kayak gini.” Dia kembali berucap. “Kau kira aku ini apa? Robot? Kau kira aku nggak bisa nangis? Gitu?”

David terdiam. Aku segera menghapus air mataku yang belum berhenti mengalir. “Seumur hidupku, baru kali ini aku sekesal ini sama orang!” ucapku.

Dia mengangguk. “Maaf,” ucapnya. “Kau kira maafin kesalahan orang itu mudah? Hah? Ini udah kelewat batas!"

“Yaudah. Ambil hikmahnya aja. Siapa tau, karena kejadian ini, aku bisa lebih dekat sama kau, Uli.”

“Aku nggak sudi dekat sama kau!” kataku marah. Aku segera melangkah menjauh, hingga sampai di ruangan kelas.

Situasinya, tidak ada guru yang mengajar. Semua siswa-siswi di ruangan ini menatapku sekarang. Aku segera menuju bangku  Ridwan. Ridwan segera bangkit kemudian tertawa kecil. "Sorii, ngeprank," katanya.

PLAK!

Aku menamparnya.  "Asu kau!" ucapku cukup kuat,  kemudian kembali ke bangku. Semua orang di ruangan kelas ini menatapku kaget. Termasuk David yang tak habis pikir.

Aku segera duduk sementara David berlari ke arah bangkuku. “Uli, maaf,” katanya lagi. Aku buang muka, sembari membuka catatan. Ida ikut-ikutan, “Udah lah Uli. Kau maafkan lah dia,” katanya. Aku menatap Ida garang. “Kenapa kau malah belain dia? Kau itu kawanku atau enggak?” ucapku kesal.

Ida menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bukan gitu, Uli. Aku cuman—”

Segera ku potong ucapannya. "Cuman apa? Kau kenapa sih? Kenapa malah kau bela dia? Agak lain ku tengok kau," ucapku. Ida hanya diam.

“Kasih tau ke aku, bagaimana caranya supaya kau mau maafin aku, Uli.” David kembali berucap. Aku tidak menanggapinya.

"Uli," panggilnya lagi.

"Kau pikirkan lah sendiri!" ucapku ngegas.

***

~BECAUSE OF FATE~

Because Of Fate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang