#Ruang BP

10 2 0
                                    

"Makasih, Tulang," ucapku seraya menerima kembalian uang dari Tulang Dippos. Aku tak sempat makan di rumah. Makanya makan di kantin sekolah. Ida juga bersamaku sekarang. "Kenyang perut senanglah hati," katanya bernada.

Dua orang siswi berjalan melewati kami berdua. "Aku sih dukung si David tadi hahaha."

"Tapi lebih baik si Kean sih. Si David cem belagu ku bereng."

"Kasihan sih sedikit, si Kean itu. Dia pun bodoh. Harusnya tadi, pas si David pukul dia, dia ngelawan."

Ida menyenggol lenganku sengaja. "Yang mereka maksud itu siapa? David pacar mu?" tanyanya. Belum sempat aku menjawab, aku segera berlari menuju ruangan kelas. Sementara Ida mengikutiku dari belakang.

Suasana ruangan kelas tidak seriuh kejadian kemarin. Hanya saja, ada Pak Riko di sana. David, dia sedang di bentak habis-habisan oleh Pak Riko. Tidak ada sedikitpun memar di wajahnya. Berbeda dengan Kean. Wajahnya babak belur. Dia juga menyentuh perutnya, seperti menahan sakit.

"David! Kau ikut Bapak ke ruang BP. Kean, kau segera menuju UKS." Setelah mengatakan hal tersebut, Pak Riko berlalu pergi. Kean juga berlalu pergi dari sana, dengan dua orang anggota PMR. Segera aku menghampiri David.

"Kau kenapa lagi sih?" tanyaku. Kami saling berhadapan sekarang.

"Dia temui kau lagi kan?!" katanya dengan napas naik turun.

"Dav! Berapa kali ku bilang? Jangan berantam karena hal nggak penting kayak gini!" bentakku.

"Ini penting Uli!"

Aku menarik napasku dalam-dalam. "Berhenti bertindak berlebihan! Aku nggak suka."

David menatapku kesal. "Aku enggak bakalan bertindak kayak gini, kalau aku nggak sayang sama kau, Uli! Aku ngelakuin ini karena aku cemburu!"

"Di pikiranmu itu, cemburu-cemburu! Ini berlebihan, Dav! Tolong!"

David menatapku dengan mata nyaris menangis. "Aku takut kehilangan kau, Uli! Aku tau kita beda agama. Tapi bukan berarti karena perbedaan ini, kau malah secepat itu pindah ke lain hati! Aku masih pengen habisin waktu lebih banyak sama kau Uli! Gimana caranya aku bisa terima-terima aja, Kean dekati kau yang sekarang masih resmi jadi pacarku? Aku mau hanya aku laki-laki yang bisa singgah di hati mu! Enggak ada yang lain termasuk Kean!"

***

PLAK!

Satu tamparan mendarat di pipi David. Aku melihatnya ngilu melalui celah jendela di ruang BP. "Hanya karena perempuan, kau sampai buat Kean kayak begitu? Kau taruh otakmu di mana? Ibu akui kau siswa yang berprestasi baik. Tapi kalau prestasimu baik, sementara attitude mu tidak baik, sama aja bohong!"

David, dia berulang kali menghela napasnya. Aku tau jelas. Dia mati-matian untuk tidak melawan. David orangnya keras kepala. Mana mungkin dia terima-terima aja di perlakukan begitu.

"Maaf, Bu. Saya ngelakuin itu, karena saya sayang sama Uli."

Ah, ucapannya barusan membuatku nyaris menangis. Itu berarti permasalahan ini terjadi karena aku. Harusnya aku tak menemui Kean kemarin. Lantas, dari mana David tau, kalau aku pergi menemui Kean? Pasti ada hubungannya dengan Ridwan.

"Rasa sayang itu, tidak harus di tunjukkan dengan cara seperti itu. Memang betul ya. Perempuan merusak banyak hal. Harusnya kelas tiga SMA itu, kau harus fokus belajar buat perguruan tinggi! Bukan sibuk pacaran." Itu suara Pak Riko.

"Benar itu, Pak. Indonesia bakalan hancur kalau generasi penerus bangsa aja kayak begini! Kapan majunya Indonesia kalau begini! Sekarang kau tau? Kean masuk rumah sakit! Itu yang kau mau? Merusak nama baik sekolah? Prestasi segudang itu tak cukup kalau kau tidak punya etika!" kata Bu Mondang.

Because Of Fate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang