Ini adalah bulan terakhir tahun 2020. Semuanya berjalan dengan baik. Hubunganku dan David juga masih tetap sama. Hanya saja, dia sudah jarang ke rumah. Paling hanya sekali dua kali, itupun hanya untuk bertemu dengan Bapak yang memintanya datang untuk duel catur.
Pulang sekolah hari ini, David mengajakku ke rumahnya. Sejujurnya aku tak yakin untuk mengiyakan ajakannya.
Kami berdua menuju rumahnya. Rumah minimalis namun terlihat sangat mewah. Ada taman bonsai di halaman rumah. Berjejer, seperti siap menyambut siapa saja tamu yang datang.
Jangan lupakan, ada air mancur di depan rumah. Tidak terlalu besar. Namun sangat bagus karena di sertakan dengan ikan-ikan mas.
"Aku masih bingung, kenapa kau ajak aku ke sini," kataku. David hanya tertawa kecil. "Aku mau cerita sih sedikit," katanya. "Apa?" tanyaku cepat. Dia menggerakkan dagunya. "Duduk dulu. Aku buat minum dulu," katanya.
"Eh ga usah, Dav. Aku—"
"Kau itu tamu juga, Uli." David tersenyum simpul kemudian segera pergi ke dapur. Aku duduk di bangku teras.
Beberapa menit kemudian, David muncul dengan kaos hitam dan celana jeans selutut. Dia membawa satu gelas air putih.
"Minum dulu, Uli."
Aku mengangguk kemudian meneguk air tersebut setengah. "Makasih," kataku pelan. Dia duduk di sebelahku. Keadaan kembali hening.
"Mami lahiran hari ini." Dia membuka pembicaraan.
"Serius?" tanyaku kaget.
Dia mengangguk sekali. "Bakalan jadi Abang," lirihnya. Aku tersenyum menanggapi. "Bagus dong. Ada temen main nanti," kataku semangat.
"Mau ngajak anak kecil main? Bayii?" Dia tertawa kecil di akhir kalimatnya.
"Pasti dia lucu." Aku kembali berujar.
"Kau mau temani aku ke rumah sakit?" tanyanya. Aku tersenyum seraya mengangguk kecil.
***
"David?"
Itu suara seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan. Ku rasa, dia adalah ayah tiri David. David tak menggubris, dia hanya melewati laki-laki itu, kemudian menghampiri Maminya. Jangan lupakan, kedua tangan kami masih senantiasa bertautan.
"Bayinya cewek atau cowok?" tanya David lugas. Sang Ibu tak menjawab. Dia malah menatap kami berdua bergantian.
"Kamu sama siapa ini?" tanyanya yang benar-benar di luar topik. Aku segera melepaskan genggaman David.
"Pacar," kata David tegas. Perempuan itu menatapku sekarang.
"Nama kamu siapa?" tanya wanita berjilbab itu terkesan dingin. "Uli, Nantulang." Aku menjawab gugup. Dia hanya ber-oh ria.
"Udah lama pacarannya?" Dia kembali bertanya. Aku menggeleng kecil.
Hanya sebatas itu.
Ayah tiri David datang. Dia menggendong bayi. "Kamu nggak mau gendong adikmu?" tanya pada David. Dengan ragu, David mengangguk mengiyakan.
Di gendongnya bayi mungil itu. Aku tersenyum simpul. "Laki-laki," kataku. Dia mengangguk mengiyakan.
"Mau buat nama buat dia enggak?" Itu suara Maminya. David mengangguk. "Dimas. Biar sama kayak aku. Sama-sama berawal D," ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of Fate [END]
Novela Juvenil"Kalau memang perbedaan antara kita berdua menjadikan kontra sama Bapakmu, aku nggak masalah, Uli. Apapun yang terjadi nanti, kita tetap jalani berdua. Akhirnya gimana, kita serahin ke Tuhan," kata David. "Tuhanku, atau Tuhanmu?" tanyaku. David dia...