Selamat tinggal sayang...

1.4K 50 12
                                    

Aku tak hentinya tersenyum saat berdansa dengan sean, ditambah lagi sean juga tersenyum padaku meski diakhir kita sama-sama menangis. Entahlah, mungkin kita menangis karena bahagia atau karena sedih dimalam indah ini.

Namun, tiba-tiba aku merasakan kepalaku sangat sakit sekali, lebih sakit dari yang sebelumnya, bahkan batuk pun melanda dan lagi-lagi darah keluar hebat dari mulut dan hidungku.

"uhuuk..uhukk..ahk..uhuk.." sakit sekali dadaku karena batuk ini.

"michel..michel..kamu kenapa?" dia menepuk pelan punggungku, namun karena aku belum menjawabnya, dia menarik wajahku.

"ASTAGA MiCHELL.., ya Tuhan..michel..." dia mengapit kedua pipiku bahkan menghapus darah yang keluar pakai tangannya.

"uhuk..asshh..se..sean..auw.." dan aku malah menghapus air matanya yang udah menetes.

"kita harus kerumah sakit ya, ka..kamu harus kuat ya chel.." aku langsung menahan tangannya.

"aku mau disini sama kamu, jangan bawa aku kerumah sakit.."

"tapi_"

"pliss.., aku mau disini sama kamu sean." aku tahu dia lagi-lagi sangat berat hati menerima permintaanku.

"kamu bener-bener keras kepala.." gerutunya sementara aku cuma terkikik aja sambil menahan sakit ini.

Sean pun kembali membawa kita duduk dibatang pohon tadi, dan tetap saja aku berada dipangkuannya. Aku cuma memperhatikan dia yang lagi obrak-abrik tas aku, mungkin dia mencari sesuatu.

"kamu ca..cari apa sean?" aku merasakan pernapasanku semakin sulit.

"cari obat, pasti kamu bawa obat kan?"

"aku meninggalkannya divilla, tak ada obat didalam tas." dia langsung menatap aku geram.

"kamu kenapa sih chel..., kamu sengaja ya?" dia mencoba menahan rasa kesal padaku.

"a..aku ga butuh obat lagi sean.."

"ya tapi kan_"

"aku cuma butuh kamu sean.." tampak dia terdiam dengan menatap mataku dalam.

"aku..aku cuma..aku cuma butuh kamu sean.., cuma kamu.." terlihat dia kembali meneteskan airmata bahkan sangat deras.

"sean..aauuw...ashh..uhuk..uhuk.." darah kembali mucrat.

"michel..michel..ku mohon kuat chel.." paniknya luar biasa sekali.

"bentar ya chel.." dia kembali mengobrak tas aku lalu kembali menatapku tajam.

"ini apa? kenapa tisu ini ada darah? apa tadi sebelumnya kambuh lagi chel?"

"dijawan chel, bukan diam gini. Tadi kambuh lagi?" lagi-lagi sean menahan kesal.

"huhh, jangan takut gitu chel., aku ga marah kok, tadi kambuh ya?" ucapnya lembut, mungkin dia merasa aku ketakutan akan tekanan nada dia tadi.

"hem.., tadi kambuh ya?" tanyanya lagi sambil hapus darahku pakai tisu.

"i..iya.., maaf ga kasih tahu ka...kamu."  sean cuma senyum aja dan terus membersihkan darah dari mulut dan hidungku.

"sean, aku minta maaf ya.." ucapku lagi.

"aku ga marah kok, cuma aku khawatir dan merasa bersalah ga jaga kamu saat sakit kamu tadi kambuh." hatiku semakin tercubit melihat air mata sean yang tak hentinya jatuh.

"sean..sean jangan nangis.." dengan tangan gemetar aku menghapus air matanya.

"ya Tuhan, kenapa tanganku mulai mati rasa? kenapa sulit digerakkan. Hiks..apa ini akhir hidupku Tuhan?" tangisku dalam hati.

Hingga Nafas Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang