38

685 131 3
                                    



Naruto berjalan dengan pelan seraya membawa nampan berisi makanan dan obat untuk Hinata.

Ia membuka pintu hotel tempat Hinata. Bisa ia lihat, Hinata yang tengah duduk dikasur dengan pandangan yang terarah ke jendela yang memperlihatkan gedung gedung lain.

Naruto berjalan mendekat. Ia meletakan nampan dinakas dekat kasur. Hinata masih belum menyadari keberadaan ya. Naruto duduk disamping Hinata lalu menggenggam kedua tangan tunangannya itu.

Hinata terlonjak kaget. Ia membelakakan matanya saat melihat Naruto dihadapannya.

"Naruto..."

"Bagaimana keadaanmu?"

Hinata menunduk. "Kau tidak mau berbicara denganku?"ujar Naruto.

Hinata tak menjawab. "Hinata, kau harus percaya padaku. Wanita itu jebak aku"

"Tapi dia hamil" ujar Hinata lirih.

"Dia bohong. Percayalah padaku."

Hinata masih terdiam. Ia masih sangat ragu. Ia ingin mempercayai Naruto. Tapi di sisilain ia juga ragu dengan Naruto. Bagaimana kalau wanita itu benar tengah hamil dan itu adalah anak Naruto. Akan sehancur apa nanti dirinya.

"Hinata..."

"Aku bingung Naruto-kun. "

"Kau tak usah bingung.... "

"Tapi aku masih tidak bisa mempercayaimu"

Naruto terdiam. "Kau masih belum mempercayaiku?" Hinata menggeleng.

"Kalau begitu, ikutlah denganku. Aku akan membuktikan bahwa semua ini hanyalah jebakan."

Hinata menatap bingung tunangannya. Tapi, ia tetap menurut, mengikuti Naruto yang menuntunnya.

Naruto membawa Hinata ke halaman belakang Hotel. Ia sudah tau semuanya. Sasuke sudah memberikan rekaman Shion. Ia sudah tau apa yang akan dilakukan Shion.

Naruto tahu bahwa Shion tadinya akan memberitahukan langsung pada orangtuanya. Dengan cepat, dirinya langsung menghubungi Shion. Dan mengatakan untuk bertemu di taman belakang hotel. Naruto yakin saat ini  Shion sudah ada disana.

"Naruto-kun, dia.." Hinata menatap tak percaya orang Yang ada dihadapannya.

"Kau.. kau harus bertanggung jawab. Jika kau tidak mau anak ini, baiklah aku akan mengabulkannya. Tapi, beri aku uang untuk melenyapkan anak ini" Shion langsung mendekat dan berujar penuh emosi. Acting yang bagus. Pikir Naruto.

Naruto tersenyum devil. Sementara itu, Hinata sudah menegang ditempat. Ia menatap tak percaya pada Naruto. Apa maksud Naruto dengan membawanya berhadapan dengan perempuan itu.

"Kau pikir aku percaya?"

"Tentu saja. Malam itu kau meniduri ku. Dan sekarang aku hamil anakmu"

" Bagaimana jika aku tidak mau bertanggung jawab? "

"Aku akan melaporkanmu" ancam Shion.

"Sebelum itu terjadi, aku lebih dulu akan melaporkanmu. Kau menjebakku dan ingin memeras ku"

Shion terbelalak. "Kau...aku tidak memeras mu. Aku juga tidak menjebakmu"

"Kau ingin memerasku. Kau mengatakan kau hamil padahal kau tidak hamil."

"Aku...aku hamil. Dan ini anak mu Naruto"

Naruto bisa merasakan Hinata yang berusaha melepaskan genggaman tangannya. Naruto menoleh, menggelengkan kepalanya.

"Lepaskan aku Naruto."

"Tidak. Kau harus melihat kebenarannya."

Naruto merogoh saku celananya. Ia mengotak Atik ponselnya lalu ia mulai meninggikan volume ponselnya dan membiarkan suara dalam ponselnya terdengar.

.
.
.
.
.

Sai berjalan santai dengan tenten disebelahnya. Mereka sudah pergi dari pesta dan memutuskan untuk jalan jalan sebentar disekitar hotel.

Belum ada yang memulai pembicaraan. Sampai akhirnya Tenten memutuskan untuk menanyakan sesuatu.

"Sai, apa kau yakin dengan keputusanmu?"

Sai menoleh, ia menganggukan kepalanya.

"Kau tau, aku masih belum bisa melupakan seseorang. Dan kau juga bilang kau masih belum bisa melupakan sahabatmu itu."

Mereka menghentikan langkah masing masing.

"Apa kau ragu?'' tanya Sai.

"Entahlah, aku sangat belum bisa melupakan nya. Aku bahkan masih berharap dia datang meminta maaf padaku dan memintaku menjadi kekasihnya kembali" Tenten terlibat menerawang membayangkan perkataannya.

Sai terdiam. Ia mengerti apa yang dirasakan Tenten saat ini.

Sai bertemu dengan Tenten saat Dirumah sakit tempat ayahnya dirawat di kirigakure. Saat itu Tenten mengantar temannya berobat.
Tenten sempat menolongnya , waktu itu ia lupa dimana ia simpan ponselnya. Dan Tenten meminjamkan ponselnya untuk menghubungi rekan kerjanya.

Sai dan Tenten sering mengobrol banyak hingga mereka saling terbuka dengan masa lalu mereka. Sai membuka semua tentang dirinya. Begitupun dengan Tenten. Tenten bilang, ia pernah mempunyai kekasih. Mereka berpacaran hampir dua tahun. Tenten dan pacarnya yang dia tidak ingin beritahu namanya itu mengalami masalah.

Pacarnya salah paham dan menuduh Tenten . Tenten berusaha menjelaskan semuanya tapi pacarnya itu masih kekeh. Tenten akhirnya memutuskan menyerah. Ia pergi dari pacarnya dan tinggal dikirigakure tanpa meninggalkan jejak disana.

Sai akhirnya memutuskan untuk mengajak Tenten menjalin hubungan.
Sai mengenalkan Tenten pada Ayah dan ibunya. Mereka sangat bahagia mendengar itu. Sai dan Tenten langsung bertunangan saat itu juga.

Sai dan Tenten sama. Sama sama ingin melupakan masa lalu mereka. Tapi, sebenarnya hatinya mereka tidak mendukung apa yang mereka lakukan saat ini. Hati mereka masih terpaut pada orang dimasa lalu.

"Aku masih mengharapkannya. Dan aku juga tau, kau juga masih mengharapkannya"

Sai terdiam karena sebenarnya ucapan Tenten memang benar adanya.

"Aku tidak tau."

Mereka kemudian saling terdiam. Saling memikirkan apa yang harus mereka lakukan nanti.

"Tidak usah dipikirkan dulu, sebaiknya kita jalani saja dulu. Jika nanti ada yang semakin ragu, kita sudahi saja semuanya" ujar Sai yang kemudian diangguki Tenten.

.
.
.
.
.

Tinggalkan jejak ya ... Dan maaf kalo banyak typo😁😁😁

squadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang