30

963 123 14
                                    

Aku gak baca ulang. Jadi, maaf kalo banyak typo ya.....

Happy reading....

.
.
.





Sakura berdecak. Ia kesal karena Temari mengunci pintu kamar dari dalam tanpa dirinya. Ia bingung, jika ia pulang, siapa yang akan mengantarnya? Semua sudah tertidur. Sedangkan kamar disini hanya ada 3kamar. Kamar utama tentu saja dihuni Naruto. Lalu kamar ke dua Sasuke dan Shikamaru . Dan kamar ketiga ditempati Temari.

"Ah... Sepertinya aku akan tidur di sofa saja."

Sakura bergerak. Menidurkan dirinya. Untung sofa disini sangat terasa nyaman dan lebar. Sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak nanti.

Sakura memejamkan matanya.

"Aku mencintaimu Sakura.."

Sakura mengernyit. Bayang bayang ucapan Sasuke kembali menghampirinya. Detik itu juga, Sakura kembali membuka matanya.

"Ada apa denganku? Kenapa aku selalu memikirkan perkataan Sasuke"

"Tidak..tidak... Aku tidak menyukainya. " Racaunya seraya menggeleng gelengkan kepalanya.

Tapi, lagi lagi sisi lain hatinya berkata lain. Ada setitik rasa tak percaya dan... Bahagia mungkin?

"Ouh... Ayolah Sakura. Kenapa jantungku berdetak dengan kencang seperti ini"

Sakura merutuki dirinya yang tadi sempat membayangkan wajah Sasuke hingga membuat jantungnya berdetak kencang.

Lama berperang dengan pikirannya sendiri, Sakura merasa mengantuk hingga ia akhirnya tertidur disana.

Pukul. 1 Dini hari, Ia kembali membuka matanya. Rasa dingin menusuk permukaan kulitnya. Sakura mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang bisa ia jadikan selimut.

Matanya berbinar saat melihat sebuah jaket yang terlampir disofa sebelahnya.

"Apa itu i jaket Naruto ? Ah... Tidak apa. Aku akan memakainya dan nanti akan mencucinya. Sebelum mengembalikan pada naruto"

Sakura memekakkan jaket yang sedikit kebesaran ditubuhnya. Beruntungnya ia memakai celana panjang sehingga kakinya tidak terlalu merasa kedinginan.

.
.
.

Ino berjalan pelan kearah taman yang biasa ia datang dengan Utakata.

Senyum bahagia tak pernah lepas dari wajahnya. Jujur, ia begitu merindukan Utakata.

Ino terdiam seraya mengernyitkan dahinya. Didepannya, ia bisa melihat Utakata yang membelakanginya namun, tangan kekasihnya itu mengnganggu tangan gadis lain.

"Utakata..." Lirihnya namun masih bisa didengar oleh kedua orang didepannya.

Utakata berbalik begitupun gadis yang tangannya tengah ia genggam.

"Utakata... Siapa dia?"

"Ino, aku ingin bicara sesuatu denganmu"

Ino sudah seperti orang linglung ia menganggukan kepalanya. Mereka berjalan menuju kursi yang tersedia disana.

"Ino, sebelumnya. Aku ingin minta maaf padamu?" Utakata menundukan kepalanya.

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita."

"A...apa? Kenapa?"

"Sebenarnya, dari dulu aku tidak mencintaimu. Aku... Aku mencintainya. " Utakata melirik pada gadis disebelahnya.

"Sejak awal, aku menerimamu hanya karena ingin membuat Rin cemburu. Tapi aku tidak berhasil karena saat aku berpacaran denganmu Rin pergi keluar negeri. Selama ini... Aku hanya menganggap mu sebagai sahabat. Dan mengenai aku yang selalu memberimu kejutan, itu juga sama. Aku menganggap itu sebagai seorang sahabat. Maaf Ino...."

Ino menggeleng tak percaya. Jadi selama ini , hanya dirinya saja yang mempunyai perasaan bodoh ini?

"Aku kira Rin tidak mencintaiku. Tapi, waktu aku pergi keluar kota, aku bertemu dengannya kembali dan dia mengatakan bahwa dia menyukaiku sejak dulu"

"Maafkan aku Ino. Kami, kami menjalin hubungan dibelakangmu. Sejak saat itu"

Ino mengerjap tak percaya. Ia... Ia dibohongi? Entahlah, ia merasa kecewa. Ya, hanya perasaan kecewa.

"Kau mencintainya?" Ujar Ino.

"Maafkan aku Ino"

Rin membuka suaranya.

"Ino, aku juga minta maaf. "

Ino mendongak menatap wajah Rin. Gadis itu nampak cantik. Pantas Utakata sangat mencintai gadis itu.

Entah mengapa, Ino tidak merasakan sakit hati seperti kebanyakan orang bilang saat seseorang dikhianati. Ia hanya merasa kecewa dengan sikap Utakata. Jika saja, dari awal Utakata jujur padanya. Mungkin Ino bisa menerima dengan tenang.

"Maafkan aku, Ino"

Ino berdiri. Ia tersenyum kearah Utakata.

"Tidak apa. Perasaan tidak bisa disalahkan. Kau mencintainya lebih dulu. Aku tidak keberatan. Entahlah... Aku merasa sedikit kecewa''

"Kau tidak marah?"

Ino menggeleng. "Jadi, seperti yang kau bilang. Kita bersahabat?"

Utakata menoleh tak percaya. Tapi kemudian ia tersenyum bahagia. Ternyata apa yang terjadi tidak seperti yang ada dipikirannya. Ia merasa lega karena Ino menerima keputusannya.

"Terimakasih Ino"

Ino mengangguk. Ia kemudian menjulurkan tangannya pada Rin. "Sahabat?"

Rin tersenyum lalu membalas uluran tangannya.

"Apa kau tidak merasa sakit hati?" Tanya Rin.

"Entahlah. Aku hanya merasa kecewa. Aku tidak sakit hati."

"Sepertinya kau hanya menyukai Utakata. Kau tidak mencintainya kan?"

"Aku tidak tau. Selama ini. Aku hanya merasa nyaman dengannya. "

"Ini sudah malam. Aku akan pulang. Sebelum ayahku memarahiku nanti"

"Mau ku antar?"

"Tidak usah. Aku membawa mobil sendiri."

"Terimakasih Ino."

Ino mengangguk lalu berbalik pergi.

Ia merasa aneh. Bukannya sakit hati. Ia malah merasa tenang setelah kejadian tadi. Ia tidak lagi merasa bingung dengan perasaannya. Sekarang ia bisa memastikan bahwa selama ini i perasaannya pada Utakata hanya sebatas rasa suka. Bukan rasa cinta.

Ino tersenyum. Ya, iya sudah menyadari perasaannya sekarang.

.
.
.
.

Tinggalkan jejak ya guys...

Jangan lupa follow Ig aku juga ya...
@syalala3099

Btw disini ada yang suka film atau musik India ngak???

squadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang