23

929 118 13
                                    

Ino terlihat berjalan santai. Hari sudah gelap, ia berencana menemui Sai dan meminta maaf pada lelaki itu. Benar apa kata Hinata. Ia harus menyelesaikan semuanya. Ia harus menetapkan hatinya, walaupun ia masih bingung, tapi ia tetap akan meminta maaf dan kembali menjalin persahabatan dengan Sai.

Ia masih belum tau apa makna perasaannya ini untuk Sai. Ia tidak tau apakah itu memang cinta seperti yang dikatakan Hinata atau hanya perasaan sebagai sahabat sama seperti pemikirannya.

Biarlah nanti itu ia pikirkan lagi. Yang penting sekarang ia menemui Sai terlebih dahulu.

"Sasuke..."

Panggil Ino saat ia melihat Sasuke tengah terduduk dikursi luar villa dengan laptop dipangkuannya.

"Ino...."

"Sasuke, aku ingin bertemu Sai. Apa dia ada didalam?"

Sasuke mengernyit. "Sai? Apa dia tidak memberitahumu?"

"Apa?"

"Dia sudah pulang sejak empat hari yang lalu. Dia langsung aku pulangkan saat semua urusan disini selesai"

"Begitu?"

"Hmm..."

Ino terdiam. Ada rasa kecewa saat Sai sama sekali tidak memberitahu apa apa mengenai dirinya. Ini juga memang kesalahannya. Apa ia sudah keterlaluan?

"Memangnya ada apa?"

"Em...tidak. aku hanya ingin bertemu dengannya"

"Apa kalian sedang ada masalah?"

"Tidak...kami baik baik saja"

Sasuke mengangguk.

"Kalau begitu... Aku pergi saja. Sepertinya kau juga tengah sibuk"

"Sebenarnya aku tidak terlalu sibuk"

Drt...drt...

Ponsel Sasuke berbunyi. Ia mengalihkan tatapannya.

"Panjang umur sekali lelaki ini. Ino, ini telepon dari Sai"

Seketika Ino mendongak.

" Tunggu sebentar aku akan berbicara sebentar dengannya. Setelah itu aku akan memberikannya padamu"

Ino mengangguk seraya tersenyum. Ia merasa sangat bahagia. Ia sudah sangat merindukan Sai. Ia sempat merutuki dirinya sendiri yang seenaknya memutuskan kontak dengan Sai. Ia sendiri menghapus semua hal yang berhubungan dengan lelaki  itu yang sekarang ia sesali.

"Apa?...kenapa....?"

Raut wajah Sasuke terlihat sangat terkejut. Itu sedikit membuat Ino merasa khawatir. Apa yang terjadi dengan Sai.

"Tapi... Bagaimana bisa. Apa kau tidak bisa menunda dulu sampai aku mendapatkan sekretaris baru?"

"....."

Tunggu sekretaris baru?

"Yasudah. Itu sepertinya juga sangat penting."

"...."

"Eh... Tunggu. Jangan dimatikan dulu. Disini ada Ino. Dia ingin berbicara denganmu"

"...." Sasuke nampak mengernyit.

"Begitu.? Baiklah...."

Sasuke mematikan ponselnya. Ino terlihat bingung. Kenapa Sasuke malah mematikan teleponnya. Ia kan ingin berbicara dengan Sai.

"Kenapa kau mematikan ponselnya?"

"Maaf Ino. Sai tidak bisa berbicara denganmu"

"Apa?...kenapa?"

"Dia bilang Ayahnya dirawat Dirumah sakit dan dia sedang menjaga Ayahnya. Dia juga barusaja mengundurkan diri. Padahal dia baru bekerja beberapa hari dan yang aku sayangkan, kinerja Sai itu sangat bagus. Aku sangat membutuhkan orang sepertinya. Tapi aku tidak bisa menolak. Sai mengatakan ia akan meneruskan perusahaan keluarganya."

Ino terdiam. Sai tidak ingin berbicara padanya. Entah mengapa, hatinya terasa sakit saat mengetahui Keadaan Sai bahkan keadaan ayahnya . Sai sama sekali tidak memberitahu apa apa padanya.

"Kau baik baik saja?"

Ino mendongak lalu menggeleng. " Aku baik. Sebaiknya sekarang aku pulang. Sudah sangat malam"

Ino berbalik tanpa menunggu jawaban Sasuke.

Ino berlari. Ia bahkan sudah menangis. Ia merasa sakit hati, Sai sama sekali tidak mau menghubunginya dan itu membuatnya semakin sakit.

"Ada apa ini? Apa aku memang mencintai Sai? Kenapa hatiku sangat sakit ? Apa Hinata benar? Apa aku memang mencintai Sai?"

.
.
.
.
.

"Dengarkan aku. Aku sama sekali tidak tau apa apa. Kau menjebak ku. "

"...."

"Jangan berani kau mendatangi orangtuaku. "

"...."

"Argh...apa yang kau mau?"

"...."

" Apa? Kau gila?"

"Tidak. Aku tidak mau tanggung jawab. Aku yakin itu bukan anaku. Kau menjebakku sialan. Aku bahkan tidak ingat apa apa"

"...."

"Aku sudah bilang aku tidak mau tanggung jawab. Aku yakin anak itu bukan anakku"

"Anak siapa Naruto-kun?"

Naruto-lelaki yang sedari tadi berbicara ditelpon sontak terkaget. Ia membalikan tubuhnya lalu segera mematikan sambungan telepon.

"A...hi...Hinata"

"Anak siapa Naruto-kun? Tanggung jawab apa?" Hinata berjalan mendekat.

"Hinata... Aku...dengarkan aku-.."

"Siapa Naruto-kun?" Wajah Hinata dipenuhi dengan kebingungan. Ia mendengarkan semua perbincangan Naruto dengan seseorang diponselnya. Ia sedari tadi menahan diri saat mendengar kata 'anak'.

Ia ingin tau apa maksud dari perbincangan Naruto. Kenapa Naruto terlihat resah dan khawatir. Bahkan Naruto terdengar menolak keras mengenai 'tanggung jawab' yang diminta orang ditelpon tadi.

Hinata sebenarnya tidak ingin mengambil presepsi sendiri. Tapi ia dibuat bertanya tanya.

Tadi dirinya ingin menemui Naruto , melihat kamar lelaki itu kosong, ia langsung saja mencari keberadaan tunangannya itu . Ia menemukan Naruto yang sedang berbincang ditelepon ia langsung saja mendekat namun tidak sampai membuat Naruto menyadari keberadaannya.

"Naruto-kun... Jawab aku. Anak siapa? Anak apa? Naruto-kun, apa kau...?"

"Tidak Hinata, bukan seperti itu. Aku..."

Baru saja Naruto akan melanjutkan ucapannya. Dering ponsel menghentikannya.

Naruto melirik pada ponselnya. Ia terdiam.

Hinata ikut melirik pada ponsel Naruto melihat lelaki itu yang tidak juga mengangkat teleponnya. Membuat pikiran Hinata semakin buruk.

"Kenapa tidak mengangkatnya?."

"Tidak... Ini"

Entah keberanian dari mana,
Hinata merebut ponsel Naruto lalu mengangkat telepon dan mendekatkannya pada telinga.

" Ini anakmu Naruto, aku sedang mengandung anakmu. Kau harus bertanggung jawab"

Hinata terdiam mematung. Bahkan ponsel Naruto sudah meluncur kebawah dan retak.

.
.
.
.
.

Waaaa....... Aku bener bener bingung sama nih cerita. Mau dihapus, tapi sayang nanggung.

Tapi akhirnya makin gak jelas aja. Ya, kan ? Gak papa lah ya. Yang penting masih ada yang mau baca.

:):):) Makasih buat semua yang masih setia baca cerita ini.

squadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang