41

656 107 4
                                    

"Ino ada diapartement nya " ujar Hinata saat ia masuk kedalam mobil Naruto.

"Kalau begitu kita langsung pergi saja" Naruto menghidupkan mesin mobilnya lalu menjalankan mobilnya.

"Temari dan Sakura tidak ikut?" Lanjutnya.

Hinata menggeleng. " Sakura pergi kerumah Sasuke. Dia bilang Sasuke akan mengenalkannya pada keluarganya."

Naruto tersenyum. " Sasuke bergerak cepat rupanya. Dan Temari, kemana dia?"

"Dia sedang belajar memperdalam  bisnis bersama ayahnya"

Naruto mengangguk. "Aku merasa  Temari dan Shikamaru sedang ada masalah"

Hinata mengangguk setuju. "Aku juga merasa begitu, akhir akhir ini mereka seperti tengah menjaga jarak"

"Baru beberapa hari pacaran mereka sudah mendapat masalah"

Hinata bergumam tanda mengiyakan ucapan Naruto.

"Naruto Kun, mengenai masalah Ino...apa kau tau siapa gadis yang dilamar Sai?"

"Ya, kemarin Sasuke memberitahuku. Nama gadis itu Tenten."

"Tenten..." Gumam Hinata pelan. Dia mengenal nama itu, tapi.... tidak mungkin itu Tenten yang sama yang ia kenal.

Naruto melirik kearah Hinata. "Kenapa?"

"Tidak, aku hanya mengenal seseorang yang namanya sama."

"Begitu? Apa mungkin dia orang yang sama?"

"Entahlah, Tenten yang kukenal, dia tidak ada disini"

Naruto mengangguk anggukan kepalanya. Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai diapartement sederhana milik Ino. Ya, Ino memang sengaja memilih apartement yang tidak terlalu mewah, ia hanya tinggal diapartement nya saat ia ingin saja jadi tidak perlu apartement yang terlalu bagus pikirnya.

Naruto keluar dari mobil lebih dulu,berjalan memutar lalu membukakan pintu untuk Hinata.

"Tunggu naruto-kun, kita tidak bawa apa apa "

Naruto terdiam. "Benar juga, aku melupakan itu"

"apa sebaiknya kita membeli buah buahan itu saja untuk Ino?" Ujar Hinata seraya menunjuk toko buah disebrang jalan.

"Baiklah, kau tunggu disini sebentar, biar aku yang belikan" ujar Naruto yang dibalas senyuman oleh Hinata.

.

"Kau tidak apa apa kan, Ino?"
Hinata bertanya pada Ino. Mereka kini berada dikamar Ino duduk bersebelahan dibibir kasur. Tapi mereka hanya berdua, karena  Naruto tadi tiba tiba saja mendapat telepon penting dari kantornya dan terpaksa pergi lebih dulu.

Ino tersenyum , "aku tidak papa Hinata" balasnya disertai senyuman lirih.

Hinata tau, Ino masih bersedih dengan kabar Sai yang melamar gadis lain, itu bisa dilihat dari perubahan sikap Ino.

Ino yang biasanya banyak bicara kini hanya  terdiam dan tersenyum lirih. Dan jangan lupakan mata Ino yang sedikit bengkak. Apa sebegitu besarnya efek seorang Sai terhadap Ino?

Hinata menatap iba. Ia memeluk sahabatnya itu.

"Aku tau kau tidak baik baik saja"

Dan seketika, tangisan Ino pecah, ia balas memeluk Hinata erat.

"Menangis lah Ino...keluarkan semua nya" ujar Hinata seraya mengusap usap punggung sahabatnya.

"Kau benar Hinata hiks....aku...aku mencintai Sai...hiks...aku mencintainya... Tapi aku sudah...sudah terlambat....Sai tidak lagi mencintaiku... Dia melamar gadis lain...hiks..."

Hinata ikut menitikkan air mata. Ia bisa merasakan kesedihan Ino walaupun ia sendiri belum pernah ada diposisi Ino seperti saat ini.

" Kau harus bisa menerima semuanya Ino.... Ini mungkin sudah takdir" ucap Hinata, itu memang kebenarannya, Hinata percaya bahwa semua yang terjadi itu adalah takdir terbaik dari Tuhan.

"Aku masih...belum bisa menerima semuanya...hiks... Aku sangat mencintai Sai.."

" Tenanglah Ino, jika memang kalian ditakdirkan bersama, suatu hari kelak kalian akan bersatu kembali. Percayalah,"

"Hiks..."

"Sssttt.... Tenanglah Ino"

Perlahan, tangis Ino mulai mereda, ia melepaskan pelukannya. Lalu mengusap bedak air matanya.

"Maaf Hinata, aku membasahi bajumu"

Hinata tersenyum. " Tidak apa Ino. Apa sekarang kau sudah merasa lebih baik?"

Ino tersenyum. "Terimakasih. "

"Hmmm....apa kemarin Sakura datang kemari?"

"Tidak, kemarin Temari yang datang dan dua hari yang lalu Sakura yang datang. "

Hinata mengangguk, "maaf, aku baru bisa menjengukmu hari ini."

"Tidak apa. Aku tau kau sedang sibuk, pernikahanmu tidak lama lagi kan?"

Hinata mengangguk.

"Sekarang sebaiknya kau makan buah buahan ini dulu. Tunggu disini, aku akan mengambil wadah dan pisau didapur" ujar Hinata seraya bangkit dari duduknya.

"Tidak usah, biar aku saja"

"Tidak apa. Aku tau letak dapurnya."

Ino akhirnya mengalah. Ia duduk seraya menundukan kepalanya saat Hinata sudah keluar dari kamarnya. Air matanya kembali menetes dan langsung ia seka, ia tidak boleh terlalu bersedih, ada Hinata saat ini. Ia tidak boleh membuat Hinata cemas.

Namun tanpa sepengetahuan Ino, Hinata melihat itu, melihat Ino yang menitikan air mata seraya menunduk dalam. Hinata hanya bisa menatap iba. Ia tidak bisa berbuat apa apa. Ia hanya mampu berdoa agar sahabatnya itu cepat menemukan kebahagiaan dan tidak terlarut dalam kesedihan seperti sekarang ini.

.
.
.
.

Sudah waktunya makan siang dan sekarang, Sai ditemani Tenten tengah makan siang diruangan Sai. Itu bukan kemauan mereka, ibu Sai yang memaksa agar Tenten mengantarkan makan siang untuk Sai.

Kedua orang tua Sai terlihat sangat bersemangat jika itu mengenai hubungan Tenten dan Sai , bahkan, kemarin kedua orang tua Sai antusias menanyakan dimana orang tua Tenten untuk membicarakan pernikahan keduanya.

"Maafkan atas sikap ibuku kemarin" Sai memulai pembicaraan saat makan siangnya sudah habis.

"Tidak apa. Itu sangat wajar, kau itu anak satu satunya, mereka hanya ingin yang terbaik untukmu"

"Kau tidak merasa keberatan?"

Tenten menggeleng. "Kenapa aku harus keberatan?"

''bukannya ibuku menanyakan orangtuamu untuk membicarakan pernikahan kita? Kau mau menerimanya?"

Tenten menghela nafas. "Entahlah, aku juga tidak tau. Aku memang masih menunggu dan mencintainya. Tapi, setelah aku pikir pikir, semua yang terjadi padaku itu sudah garis tuhan. Mungkin saja Tuhan tidak mengijinkanku untuk bersamanya. Dan Tuhan mempertemukan kita lalu hubungan kita berjalan sampai sekarang. "

"Aku sudah menerima semuanya. Jika nanti kau sendiri yang ragu dan ingin mengakhiri semuanya. Aku juga akan menerima itu" lanjutnya.

Sai manatap kagum pada Tenten. Tenten memang pantas disebut dengan gadis yang tangguh.

"Bagaimana denganmu?"lanjut Tenten.

"Aku berpikir sama. Jika kita sampai ditahap pernikahan, itu artinya kita memang ditakdirkan untuk bersama dan aku akan mulai belajar mencintaimu, jika salah satu dari kita ada yang pergi, itu artinya kita memang tidak ditakdirkan bersama

Tenten terkekeh." Benar, jadi, mari kita jalani saja "

Sai mengangguk.

.
.
.
.

Maaf kalo banyak typo ya...
Jangan lupa tinggalkan jejak.....🤗🤗🤗






squadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang