Bab 7 - Hantaman Keluarga Prakarsa dan Diana

5.4K 271 34
                                    

Sekuat mungkin aku menahan rasa sakit ini karena aku tidak ingin kalian yang berada di dekat ku merasakannya.
–Tentang Diana.

"Bun, aku p*****a Diana."

PLAK!

Suara tamparan itu menggema di ruang keluarga Prakarsa. Ruang keluarga yang sebelumnya selalu diisi dengan kehangatan kini diselimuti kekecewaan. Terlebih Vena–ibu Agasa yang harus mendengar pengakuan anak bungsunya. Anak yang selalu dia banggakan, tapi.... Vena tak sanggup melanjutkannya.

"Bun, aku salah. Aku minta maaf."

Agasa tidak peduli dengan rasa sakit yang kian menjalar di pipi kanan yang kian memerah akibat tamparan sang bunda. Yang ia pikirkan adalah tanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan pada Diana.

"Bunda gak pernah ajarin kamu seperti itu, Nak. Kenapa?" Vena jelas kecewa, bahkan terlewat kecewa. Dia tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Kini kekecewaan itu ditemani air mata yang kian mengalir. Hatinya sakit, dadanya sesak.

Ya Tuhan dosa apa Vena di masa lalu hingga anaknya berbuat seperti ini?

Agasa bersimpuh memohon ampun pada bundanya. "Bun, Agasa khilaf. Agasa salah, Bun, tapi Agasa harap Bunda gak akan menyalahkan Diana. Dia korban Bun, Agasa mohon Bun. Bantu Agasa untuk tanggung jawab."

Diana? Bagaimana kabar anak itu. Vena tidak bisa membayangkan apa yang paling berharga di diri anak itu telah direnggut oleh putranya.

"BERDIRI KAMU!" titah Erwin. Dia sudah mendengar semuanya. Dia sama kecewa. Seorang ayah mana yang tidak kecewa ketika anaknya melakukan kesalahan seperti ini.

Agasa yang mendengar titah sang ayah pun berdiri. Dirinya sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa jika sudah dihadapkan pada ayahnya.

Erwin maju mendekat pada Agasa dan,

BUGH!!!

"BRENGSEK!" makinya. "Ayah tidak pernah mengajari kamu seperti itu. Ayah kecewa dan dengan mudahnya kamu juga membuat Bunda mu kecewa, Agasa!"

Agasa meringis. Dia bisa merasakan sakit di bagian perutnya bekas tonjokan sang ayah, tapi dia tahu jika luka yang dia torehkan lebih sakit daripada ini.

"Yah.... aku minta maaf, Yah. Agasa khilaf, Yah."

Erwin hanya bisa mengusap parasnya kasar sedangkan tangis Vena kian semakin menjadi. Ya Tuhan selama hampir dua puluh enam tahun menjalin pernikahan baru kali ini keluarga kecil Erwin dan Vena sekecewa ini menerima kenyataan.

"Agasa tahu Agasa salah, tapi Agasa gak mau lari dari tanggung jawab. Agasa sayang sama Diana, Yah. Agasa gak mau Diana ninggalin Agasa, Yah. Agasa mohon bantu Agasa, Yah."

Kali ini Agasa bersimpuh di kaki sang ayah. Biarkan dia memohon karena yang dia pikirkan adalah Diana. Wanita itu. Wanita yang berhasil membuat akal sehatnya hilang.

"TEMUI DIA SEKARANG!"

Agasa mendongak menatap ayahnya dengan wajah berseri dan antusias. Apakah ayahnya setuju? "Yah?"

"Sekarang atau gak sama sekali!" tegas Erwin.

"Papa Diana sedang keluar kota, Yah. Diana gak mau ketemu sama Agasa."

"Kita ke rumahnya setelah papa Diana pulang," putus Erwin membuat Agasa mengucapkan terimakasih berkali-kali.

Sedangkan Erwin hanya bisa menelan kecewa itu dan berusaha menenangkan Vena yang paling hancur di sini.

***

"Gue kotor! Gue kotor!"

Di bawah guyuran shower yang mengalirkan air yang membasahi seluruh tubuhnya Diana menangis dan berkata dirinya kotor. Dia menyesal kenapa semalam dirinya tidak bisa menolak perlakuan Agasa. Padahal dia tahu itu salah.

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang