Bab 20 - Lenyapkan, Lebih Baik

4K 186 55
                                    


Aku tahu aku jahat, tapi ijinkan aku egois saat ini karena aku rasa kau datang di waktu yang kurang tepat
—Tentang Diana.

🕊️

Dua bulan kemudian....

Wanita itu terdiam seraya menatap nanar benda yang dia pegang. Dia tidak siap dengan semua ini, apapun yang terjadi saat ini yang dia pikirkan hanya tentang masa depannya. Dia masih ingin kuliah, dia ingin menjadi maha siswa dia ingin mengikuti ospek. Dia ingin sukses dan membahagiakan orang tersayangnya.

Akan tetapi, rasanya mimpi dan plan dia lebur begitu saja saat wanita itu menatap nanar dan tak percaya pada benda yang sedang dia pegang.

Wanita ini berharap bahwa semua ini mimpi, tapi harapan hanyalah harapan karena pada kenyataannya ini adalah nyata karena dia tersadar kala ponselnya berdering menampilkan salah satu nama sahabat karibnya.

"Assalammualaikum, Diding."

"Waalaikumsalam."

"Mau dibeliin apa? Gue besok pulang nih."

"Apa aja asal gratis."

"Iya atuh, Di, gratis ini kan oleh-oleh."

"Apa aja deh, gimana lo."

"Oke deh." Hening sesaat, keduanya sama-sama diam. "Lo okay kan?"

"Kenapa? Kok nanya itu?"

"Perasan gue gak enak soal lo, Di. Tapi gue yakin sekarang lo baik-baik aja."

"Santai, Bi, gue baik-baik aja kok."

"Yaudah gue tutup."

"Oke, bye."

"Byeee!!!"

Diana–wanita yang sedari tadi diam membisu menatap nanar benda yang sedang ia pegang.

Diana menyimpan ponselnya ke saku, kemudian matanya kembali menatap benda yang sedari tadi tak ia lepas dari genggamannya.

Apa yang Bianca katakan benar bahwa dia tidak baik-baik saja, tapi dengan keahliannya Diana bisa memasang topeng baik-baik saja.

Kembali pada benda yang Diana pegang, benda yang membuat dirinya kalut dan takut.

Benda yang sering orang sebut testpack yang menunjukkan dua garis yang berarti bahwa dirinya positif hamil. Tidak! Ini mimpi, tapi bagaimana pun dirinya mengelak, tapi nyatanya ini nyata.

"Kenapa harus Diana lagi yang menderita ya Allah? Apa gak cukup Diana harus nikah sama Agasa? Apa gak cukup? Kenapa? Kenapa disaat Diana akan melangkah mengejar mimpi? Kenapa!!!"

Pertahanan runtuh. Dia tak lagi bisa membendung kristal putih dari pelupuk matanya. Dia menangis tanpa suara, tak lupa tangannya yang semakin mengeratkan pegangan pada benda yang dia pegang sedari tadi.

"Diana gak siap."

***

"Capek ya?"

Agasa hanya mengangguk singkat. "Capek, tapi gue ngerasa ini emang udah resiko gue."

Naka mengangguk paham. "Jalani aja, Gas. Semua akan indah pada waktunya."

"Kayak lirik lagu tuh!" timpal Devon yang baru tiba tak lupa dengan Zemi yang mengekor di belakangnya.

"Eh, tapi muka lo kusut bener, Gas. Capek ya urus kos-kosan bokap lo?" Devon kembali bersuara kala pria itu berhasil mendaratkan pantatnya di sofa.

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang