Bab 36 - Bablas

2.4K 160 82
                                    

Kadang aku menyembunyikan bukan karena tak menghargai justru aku menjaga perasaan mu, aku takut jika kau terluka karena jika iya, maka aku pun akan sama-sama terluka.

—Tentang Diana.

🕊

Agasa akui menjadi mahasiswa baru itu tidaklah mudah. Kita harus beradaptasi dengan suasana kampus, suasana tugas yang lebih menumpuk, suasana teman baru dan yang terpenting dosen. Dosen jelaslah beda dengan guru. Dosen terbilang lebih tegas dan ya mereka bisa dibilang seenaknya.

Akan tetapi, Agasa bersyukur selalu ada Diana yang mengerti dia. Diana selalu bisa membuat lelah dan letih Agasa sirna bahkan rasanya kejamnya dunia luar kalah hanya karena senyum Diana.

"Gas, mandi sana udah jam setengah delapan kan ada kelas jam sembilan."

Agasa yang kini menyimpan kepalanya di ceruk leher Diana menggeleng. Dia masih ingin di sini. Wangi tubuh Diana begitu menenangkan jiwanya.

"Ya ampun, Gas, katanya dosennya galak, tapi kok santai? Nanti dihukum lho. Gak enak ah, masa suami aku dihukum."

"Deket, Na." Agasa makin mempererat pelukannya pada Diana yang kini sibuk memainkan ponselnya.

"Gini nih kalau rumah deket ke kampus jadi suka santai, gak suka aku, Gas. Gak baik. Jangan dibiasakan kayak gitu Agasa, jelek."

"Sadar gak sih Na, kamu dari tadi ngomong sama aku, tapi kamu asyik main ponsel."

"Orang kamu ada di belakang aku main peluk lagi, susah gerak."

"Gara-gara kamu dari tadi main ponsel mulu. Lagi lihat apa sih?"

Agasa sedikit mengintip ponsel Diana. "Oh, kamu suka ya lihat bacaan tentang kehamilan?"

Diana mengangguk. "Sejak bulan ke dua, aku suka baca-baca. Lumayan buat ilmu juga."

Agasa mengangguk kemudian melepaskan pelukannya dan merebut ponsel milik Diana.

"Kok diambil?" Diana protes. Dia kesal, lagipula dia sedang asyik membaca tentang kehamilan yang ternyata seru.

Agasa tersenyum penuh arti. "Sepuluh menit yuk, Na?"

Diana paham kemudian mengajukan syarat. "Tapi kalau udah beres langsung mandi, gimana?"

Agasa mengangguk antusias.

***

"Kating yang kemarin nyamperin si Agasa itu dihukum karena telat."

"Lo tahu dari mana?" tanya Bianca pada Devon yang baru saja mengatakan jika kating genit waktu itu terkena hukuman.

"Dari si Tyas lah."

Tyas itu nama kating yang meminta nomor Devon saat mereka test SBMPTN waktu itu.

"Masih kontekan, Dev?" tanya Naka. Lagipula Naka kira selama ini Devon tak lagi bercerita soal Tyas, saat itu juga Devon sudah tak lagi berhubungan dengan kating itu.

Devon mengangguk. "Lumayan, nambah koleksi jadi gue punya empat."

Sontak Zemi melempar kacang polong miliknya tepat ke dahi Devon. "Minus akhlak emang. Kapan sih lo tobat?"

Devon menggeleng. "Gak akan sebelum gue nemu yang kayak Diana."

"Maksudnya?" tanya Bianca. Jelas Bianca ambigu dengan perkataan Devon tersebut.

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang