Bab 34 - Pelajaran Hidup

2.5K 163 61
                                    



Terkadang yang menurut kita terbaik belum tentu begitu dimata-Nya, begitu pun sebaliknya.

Lantas haruslah kita pandai bersyukur atas apa yang kita punya karena kalian tak tahu hikmah dibalik semuanya.

—Tentang Diana.

🕊️

"Kata Agasa kamu nangis ya?"

Diana menoleh kemudian mengangguk.

"Kenapa?"

Kini Diana menggeleng lesu.

Melihat itu Adimas paham. Kemudian pria setengah abad lebih itu memilih memandang ke depan tak lagi ke samping memandang Diana. "Papa tahu apa yang kamu mau, Nak, Papa tahu, tapi apa kamu siap? Bukannya ini pilihan kamu?"

Diana masih setia memandang Papa nya tanpa sepatah kata terucap dari bibirnya. 

"Terkadang hidup gak sesuai keinginan, Na. Banyak orang yang udah usaha, tapi hasilnya mengecewakan, tapi kamu harus yakin bahwa itu terbaik di mata Allah buat kita, hamba-Nya."

Dialihkan pandangannya ke arah Diana, dia bisa melihat wajah Diana seperti termenung memikirkan ucapannya.

"Duduk samping Papa sini."

Adimas yang mulanya duduk di bangku pun kini duduk lesehan di lantai keramik putih yang terasa sejuk kala dia mendaratkan tangannya.

Akhirnya Diana menurut, dia memilih duduk di samping Adimas kemudian tangan Adimas terulur untuk memeluk Diana dari samping membiarkan kepala Diana bersandar di dadanya. Meskipun tak sekokoh dan setegap dulu, tapi setidaknya dia masih bisa memberikan ketenangan untuk Diana.

"Papa ada cerita soal Mam–"

"Diana gak mau denger, Pa," potong Diana. Dia tak suka mendengar kata tentang mamanya.

Adimas mengelus surai Diana yang terurai dengan lembutnya dan berkata, "Papa tahu kamu gak suka, tapi ini banyak pelajarannya, Nak. Jadi, mau kan?"

Diana mendongak menatap Adimas yang menatapnya penuh harap. Diana tidak tega melihat Adimas seperti itu pun akhirnya mengangguk.

"Diana mau."

Seulas senyum tercetak di wajah Adimas. "Makasih."

"Pa, harusnya Diana yang bilang itu."

Adimas menggeleng. "Papa juga boleh."

"Jadi, mau cerita gak?"

Adimas mengangguk membuat Diana tak lagi mendongak, justru perempuan itu menyenderkan kembali kepalanya di dada sang papa seraya menatap ke depan.

"Dulu mama kamu seorang model."

Diana sudah tahu itu.

"Suatu saat mama kamu ngotot pengen pemotretan di Singapura, tapi sayang pas hari-h mama kamu sakit. Dia nangis, dia nyesel, dia sedih, tentu, tapi Papa ingetin dia kalau mungkin ini semua terbaik dan ya semuanya terbukti karena kamu tahu kenapa?"

Diana lantas menggeleng karena Papanya belum pernah bercerita bagian ini.

"Hari itu rekan mama kamu yang berangkat kecelakaan. Meskipun gak parah banget sampai meninggal, tapi kamu tahu? Salah satu temen mama kamu ada yang mesti dijahit pipinya dan itu semua bikin temen mama kamu trauma karena keindahan tubuh itu prioritas seorang model, mama mu pernah bilang itu. Sampai akhirnya temen mama kamu itu berhenti jadi model dan lebih parahnya takut bepergian lagi."

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang