Bab 19 - Bahagia Itu Sederhana

3.5K 198 28
                                    


Banyak hal yang perlu kita syukuri, bukan malah kita cibiri. Akan tetapi, kita selalu lupa untuk tahu diri, maka dari itu kita perlu sahabat dan keluarga di sisi.
—Tentang Diana.

🕊


"Temui gak enak tamu gak disapa tuan rumah."

Diana menghela nafas panjang kemudian berdiri dan menepuk celana belakangnya takut ada yang menempel semacam daun atau debu.

"Aku temuin ya." Diana berjalan mendekati Agasa. "Aku tahu kamu percaya sama aku dan kamu juga berhak cemburu, tapi aku berani sumpah gak pernah undang siapapun terlebih cowok buat ke rumah."

Setelah mengatakan itu tanpa ingin tahu balasan Agasa, Diana melenggang pergi ke pintu utama rumah, takut Rafi menunggu.

Baru saja sampai di teras dia tidak menemukan siapapun sampai akhirnya matanya berakhir pada sebuah kotak martabak yang terbungkus plastik putih di meja terasnya tak lupa sebuah notes yang menemani itu.

Maaf, saya ada urusan mendadak.
—Rafi Muhammad.

Sedangkan di halaman belakang Devon menepuk bahu Agasa. "Semua yang Diana katakan bener, Gas. Lo harus percaya sama dia, terlebih dia orangnya setia dan lo tahu kan dia gimana ke semua orang? Baik, tapi hati dia cuman buat lo."

"Gue setuju sama Devon, Gas," ujar Zemi dan Naka kompak membuat keduanya saling tatap kemudian tertawa begitu saja.

"Seinget gue dia gak pernah deket ataupun kenal sama Kak Rafi, Gas, makanya gue juga bingung kok bisa gitu," timpal Bianca.

Devon merangkul Agasa akrab. "Emang susah, Gas, punya istri plus-plus kayak Diana."

Agasa menatap tajam ke arah Devon. "Maksud lo, apa?!"

Devon tersenyum watados. "Maksud gue Diana itu udah cantik, baik, ramah, pinter beuh siapa sih yang gak mau? Ya kan?" Devon menaik-turunkan alisnya.

"Si Devon emang minus akhlak, Gas, jangan didengerin."

"Iya bener, gue gak mau ah jadi asjoker lagi kalau berdua doang sama si Devon."

"Tapi gue setuju sama Devon," ujar Bianca membuat Devon mendekat pada gadis itu kemudian merangkulnya so akrab. "Ini nih yang namanya temen sejati."

Zemi yang melihat itu pun mendekat pada keduanya dan tangannya menyingkirkan tangan Devon yang berani-beraninya nangkring di pundak Bianca.

"Jaga jarak aman oy."

"Dih mantan possesive."

"Bodoamat!"

Naka yang tak peduli dengan mereka pun memilih bicara menenangkan Agasa. "Gue tahu lo cemburu, dan gue yakin kalau lo bisa ngendaliin itu semua. Jangan sampai dia milih pergi dari lo hanya karena ini, Gas."

Agasa menghela nafas gusar. "Gue kalut, Nak, gue takut dia ninggalin gue lagi."

Naka paham apa yang Agasa rasakan karena dari awal memang Agasa yang mengejar Diana sampai akhirnya Diana luluh dan mau dengan Agasa. Mungkin jika semua orang menganggap itu biasa, tapi tidak untuk Agasa karena baginya Diana istimewa.

"Gue tahu, Gas, tapi lo harus tahu juga banyak hal yang perlu diomongin baik-baik dan sikap lo tadi yang nyindir Diana depan kita itu gak dibenarkan."

Agasa membisu, apa yang Naka katakan bener adanya.

"Thanks ya, Nak, lo emang yang paling waras diantara yang lain."

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang