Bab 33 - Pelipur Lara

2.8K 156 44
                                    


Nyatanya seberat apapun masalah, cukup buah hati penenangnya.

—Tentang Diana.

🕊️

"Jadi maba, jadi maba!"

Sudah terbilang sepuluh menit Devon dan Bianca bersorak girang karena mereka dinyatakan lulus masuk ke kampus keinginan mereka.

Sedangkan Agasa dan Naka mengalami hal sama, tapi mereka lebih calm bahkan sangat kontras dengan kedua remaja itu.

"Udah dong, puyeng gue lihatnya!" Zemi sudah tak tahan lagi dengan tingkah absurd mantan dan sahabatnya itu. Meskipun Zemi akui Bianca sangat lucu.

"Yaudah iya, capek juga gue."

Bianca memilih duduk di samping Zemi yang memang sejak awal menjadi tempatnya sedangkan Devon dengan senang hati kembali duduk di samping Naka sang partner di Asjoker.

"Gue hebat kan?" tanya Devon bangga.

"He-em hebat, tapi berlebihan," jawab Zemi sekenanya.

"Ya gapapa lah, itu namanya menunjukkan apa yang kita rasakan. Gak salah kan, Na?"

"Eh?" Diana terlonjak kaget. Jujur sedari tadi dia memang melamun. "Lo nanya apa, Dev?"

"Ahaha... Puas gak Diana denger!" ejek Zemi.

"Sorry bukan maksudnya gitu kok." Diana jadi merasa bersalah.

Devon menggeleng. "Gapapa, Na. Lagian lo kenapa sih? Ngelamun daritadi keliatannya."

"Oh ya? Kok gue gak engeh sih? Di, Lo kenapa?" Bianca menatap ke arah Diana. "Gue gak papa kok."

"Bener?"

Diana mengangguk.

"Gas, lo kok ikut diem sih?" tanya Naka.

Mereka tidak tahu saja sedari tadi Agasa sudah menyadari gerak-gerik Diana bahkan Agasa tak tinggal diam. Calon papa muda yang satu ini sudah berkali-kali bertanya dan selalu gelengan yang dia dapatkan.

"Gapapa," jawab Agasa singkat.

Diana merasa situasi sudah tak nyaman pun memilih bangkit dari duduknya.

"Gue ke belakang bentar ya, kalian lanjut aja."

Mereka tak sadar jika Diana iri melihat mereka yang sebentar lagi akan menjadi mahasiswa.

Diana juga ingin, tapi mustahil.

***

Agasa yang tahu jika Diana tidak baik-baik saja pun memilih segera menyusul Diana ke kamar sedangkan keempat temannya sudah pamit pulang. Mereka cukup sadar diri untuk saat ini tanpa terkecuali Bianca. Meskipun dia mengerti Diana, tapi untuk saat ini Agasa lebih berhak akan hal itu.

Saat sampai di kamar Agasa bisa melihat jika sang istri meringkuk di kasur, punggungnya naik-turun menandakan jika sang istri menangis. Ya Tuhan sebenarnya kenapa?

Tak ingin menunggu lama akhirnya Agasa merayap naik ke kasur ikut terbaring di samping Diana.

Awalnya Diana terkejut, tapi akhirnya dia kembali acuh karena saat ini perasaannya tak karuan.

Agasa sengaja memeluk Diana dari belakang membiarkan kepalanya bersandar di bahu Diana.

"Kenapa?" tanyanya.

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang