Bab 9 - Kenapa Harus Papa? (2)

4.7K 255 17
                                    

Holaaaaa .....

Btw, selamat hari kemerdekaan untuk negeri ku yang ke 75🇮🇩🤗

Semoga lebih baik ke depannya dan yang paling penting Corona cepat menjauh dari negeri kita karena jujur aku rindu sekolah tatap muka dan don't like daring :(

Yang sama kita satu server.

Oke deh daripada galau gak jelas, mending baca Diana yu!!!

Nih,

Happy reading !!!!

Kenapa cobaan ini selalu datang padaku? Apa tidak cukup aku yang terluka hingga harus papa juga yang kena imbasnya?
–Tentang Diana.

🕊

"Jadi lo emang udah putus sama Agasa?"

Sebenernya Diana enggan membahas ini, tapi karena dia sudah janji pada Bianca dan dia bukan orang yang suka ingkar janji maka dia harus jujur sekarang. Lagipula ujian sudah berakhir dan sesuai janjinya dia akan menceritakan ini pada Bianca setelah ujian selesai, tapi tenang Bianca dan bahkan semua orang tidak akan tahu soal malam itu.

"Iya, gue putus."

"Lo serius, Na? Gak bohong kan?"

Bianca tak percaya, meksipun tanda-tanda mereka putus sudah jelas, tapi tetap saja Bianca tidak akan percaya sebelum Diana sendiri yang meyakinkannya.

Diana menghembuskan nafasnya. "Lo gak percaya sama gue, Bi? Dah lama kita kenal dan gue yakin lo ngerti gue dan tahu kalau sekarang gue gak bohong."

"Gue tahu, Na, tapi ini beda konteks nya dan gue gak percaya soalnya gue tahu lo sayang banget sama dia dan kalian baik-baik aja."

"Yang nikah puluhan tahun aja bisa cerai apalagi gue yang cuman pacaran dan baru tiga bulan." Diana mengakhiri ucapannya dengan senyuman miris. Cerai? Diana enggan membahas itu, tapi kata itulah yang membuat Diana jadi sosok seperti ini.

"Na...." Bianca menggenggam tangan Diana. "Gue tahu apa yang lo takutin, tapi mau sampai kapan, Na? Hidup berjalan dan semua orang gak sama. Termasuk Agasa. Dia beda. Dia gak sama kayak nyokap lo."

Diana tersenyum tipis seraya menggeleng pelan. "Gue udah cukup berkhianat sama diri sendiri, Bi. Gue lebih suka jadi Diana yang gini. Sendiri tanpa adanya kata pacar. Gue capek, Bi. Gue capek."

Rasanya Diana ingin berteriak dan mengatakan semuanya pada Bianca, tapi dia tidak berani dan tidak siap melihat kekecewaan dari Bianca. Dia lemah, memang, tapi Diana tidak peduli karena mereka tidak akan pernah tahu apa yang Diana rasakan saat ini.

Bianca menarik kembali tangannya dan menatap iba pada sahabatnya. "Kadang ya, Na, apa yang kita takutkan belum tentu itu yang terjadi."

"Gue tahu, Bi, tapi selama ini apa yang gue takutin selalu terjadi, Bi."

"Apa?"

"Melangkah terlalu jauh dengan Agasa."

***

"Bun...."

Meskipun Vena kecewa pada putranya, tapi yakinlah dia juga seorang ibu yang tak akan bisa mengabaikan anaknya, sebesar apapun kesalahan sang anak.

Vena tersenyum menguatkan. "Sudah saatnya kamu bertanggung jawab, Nak. Jangan menunda karena Bunda tidak ingin kamu jadi seorang lelaki pengecut."

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang