Semua akan terbongkar seiring berjalannya waktu karena sepandai-pandainya bangkai disembunyikan pasti akan tercium juga baunya.
—Tentang Diana.🕊️
"Ini semua gara-gara lo! Harusnya lo mikir kalau mau apa-apa! Apa lo gak puas udah bikin gue rusak dan sekarang lo pengen bikin Papa menderita?!"Diana terus saja berteriak menyalahkan Agasa bahkan Diana tak segan untuk melayangkan pukulan yang bertubi-tubi pada dada pria itu, meluapkan semua kekesalannya.
"Lo tahu?! Gue benci sama lo!"
Agasa diam karena dia tahu Diana pantas melakukan itu. Karena dirinya, papa Diana hampir meregang nyawa. Setelah Agasa jujur perihal apa yang sudah dia lakukan pada Diana saat itu juga Adimas jatuh pingsan sambil memegangi dadanya, seperti serangan jantung.
Agasa dan keluarga yang melihat itu langsung membawa Adimas ke rumah sakit terdekat dimana di sini juga Adimas bekerja. Tak lupa dia juga memberi tahu Diana perihal ini.
"Dasar brengsek! Gak tahu diri! Egois! Gue benciiii sama lo!" Diana terus saja berteriak dan memukul dada Agasa, tapi kini pukulannya melemah karena sudah banyak tenaga yang Diana gunakan untuk memukul, berteriak bahkan menangis beberapa menit yang lalu.
Bianca yang sudah merasa Diana kelewatan pun maju mendekat dan berusaha menjauhkan Diana dari Agasa.
"Di, udah ya? Gue tahu lo sedih, tapi gak gini caranya okay? Mana Diana yang dewasa yang akan selalu menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin?" Suara lembut milik Bianca itu mampu menghentikan pukulan Diana pada Agasa seluruhnya. Lalu dengan sigap Bianca memeluk tubuh sahabatnya itu dan mengelus punggung Diana seraya berkata, "Semua bakalan baik-baik aja, Di. Percaya sama gue okay? Papa itu kuat dan itu semua karena lo. Jadi, lo tenang ya."
Ajaib. Kini Diana mengangguk mengiyakan meskipun air matanya masih mengalir dan tubuhnya masih sesenggukan karena menangis. Sontak Erwin, Vena, Oliv dan Agasa bernafas lega akhirnya Diana tenang.
"Thanks ya, Bi, gue gak tahu lagi harus ngomong apa sama lo," ucap Diana serak khas orang menangis dan Bianca mengangguk seraya kembali mengelus punggung sahabatnya, memberikan ketenangan sekaligus kehangatan.
"Sama-sama, Di, yang gue mau itu lo selalu bahagia karena gue tahu lo pantes buat itu." Bianca mengurai pelukannya kemudian menangkup kedua sisi wajah sahabatnya seraya menggelengkan kepala tak percaya atas apa yang dia lihat. "Lo jelek! Mata lo merah, idung juga. Kayak monster."
"Lo kok gitu sih?!"
Bianca terkekeh pelan. "Ya karena gue jujur dan menurut gue lo gak pantes kayak gini karena sayang cantik lo ilang tahu."
"Masa?" Diana mulai terpancing oleh candaan Bianca.
"Iya, tapi lo tetep cantik kok dengan syarat lo berhenti okay nangisnya?"
Diana mengangguk membuat senyum semua merekah di sana terutama Agasa, setidaknya Diana sudah tak lagi menangis meskipun bukan dia alasannya.
Beberapa detik kemudian pintu IGD terbuka menampilkan sosok dokter Hari yang lengkap dengan jas putih kebanggan para dokter.
"Keluarga pas–lho ada kamu juga Na? Ikut dokter ya ke ruangan ada yang ingin dokter sampaikan."
Dokter Hari memang sudah mengenal Diana karena dulu sebelum sibuk belajar melanda Diana, dia sesekali sempat mengantarkan makan siang untuk sang papa.
Diana mengangguk sopan membuat dokter Hari pamit permisi lebih dulu.
"Na, aku temenin ya?" tanya Agasa. Meskipun dia tahu akhirnya penolakan, setidaknya dia berusaha lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Diana [ Completed ]
Jugendliteratur#AgasaDKKSeries1 Kisah seorang anak yang menjadi korban perceraian orangtuanya membuat dirinya selalu berusaha tersenyum dan tertawa di depan semua orang, meskipun hatinya tengah terluka. Diana Tresya, namanya. Gadis yang memiliki topeng yang bisa...