Bab 44 - Fakta Siapa Tiara

4.6K 193 41
                                    

Haiiiii :)

Cie-cieee ada yang rindu kah?

Sorry bet aku ingkar janji, tapi aku dah gak tahan buat gak UP padahal janjinya Minggu ya?

Aku juga sih ini nyempetin nulis soalnya besok emang lebih santuy ulangannya, meksipun tar Sabtu siap-siap puyeng lagi ehe....

Oke deh, intinya aku kangen kalian lho. Ciusss mie goreng 🤣

Happy reading !!!

Baik dan buruknya seorang anak memang bergantung dengan didikan orang tua, tapi terkadang saat mereka beranjak remaja mereka merasa bahwa tindakannya selalu yang paling benar dan tugas orang tua adalah mengawasinya karena yakinlah meskipun mereka sudah remaja, tapi mereka masih butuh didikan orang tua.

—Tentang Diana.

🕊️

"Sepertinya rekamannya sudah dihapus."

Bianca, Zemi, Naka dan Devon kecewa mendengar penuturan itu. Saat ini mereka berempat memang sedang berkunjung ke Mall TKP Diana terjatuh dan niatnya mereka ingin tahu siapa pelakunya, tapi sayang ternyata sang pelaku sudah bergerak lebih dulu.

"Yasudah, Pak. Terimakasih. Maaf sudah menganggu waktunya," ucap Naka tertuju pada petugas penanggung jawab CCTV di Mall ini, namanya Pak Hendra.

Pak Hendra mengangguk. "Sama-sama dan maafkan saya dan pekerja lainnya karena lalai sampai rekaman itu hilang."

"Gapapa Pak, saya paham kok."

"Meski ya kita kecewa Pak," ujar Devon langsung mendapat pelototan dari Bianca. "Yang sopan, Devonnn!!!" ucap Bianca gemas.

Hendra paham mereka pasti kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berusaha.

"Sekali lagi saya minta maaf," ucap Hendra.

Bianca mengangguk. "Gapapa Pak, kami memakluminya."

***

"Diana maafin Papa...."

Sudah puluhan kali Adimas mengatakan kalimat itu dan puluhan kali pula Diana menjawab "iya" seraya tersenyum. Bagaimanapun Adimas, Diana tetap tidak bisa berjauhan dengan Adimas begitu lama apalagi harus sampai musuhan. Ah rasanya Diana tidak akan pernah bisa.

"Diana engga papa kok, Pa."

Adimas mengusap puncak kepala Diana. "Janji sama Papa, Diana gak akan pernah kayak gini lagi ya?"

Diana yang masih terbaring itu mengangguk lagipula siapa sih yang mau terbaring lemah di rumah sakit seperti ini, tidak ada kan?

Agasa tersenyum melihat interaksi Diana dan Adimas hingga akhirnya ada satu pertanyaan di benaknya:

Akankah anaknya kelak akan seperti Diana yang selalu dekat dengan sang papa? Agasa berharap iya karena Agasa ingin menjadi papa seperti Adimas, papa yang hebat.

Adimas menoleh ke arah Agasa berada. "Sini, Nak!" titahnya.

Agasa patuh, dia menghampiri Adimas.

Tepat saat Agasa berdiri di samping Adimas, Adimas langsung meraih tangan sang menantu lalu meletakkannya di atas tangan Diana. Awalnya Diana terkejut bahkan berontak, tapi Adimas lantas menahannya.

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang