Rindu terberat adalah rindu pada mereka yang raganya telah tiada.—Tentang Diana.
🕊️
Suasana pemakaman yang begitu terasa sunyi dan dingin menyambut seorang dokter sekaligus seorang papa hebat bagi Diana, siapa lagi kalau bukan Adimas.
Hari ini tepat tiga puluh tahun meninggalnya kedua orang tua sekaligus sang kakak dari Adimas.
Adimas memang rutin ziarah terlebih saat hari peringatan meninggalnya kedua orang tua sekaligus sang kakak.
Biasanya Diana selalu menemani, tapi tadi Diana tidak bisa ikut dikarenakan bumil satu itu belum bangun. Agasa bilang katanya malam tadi Diana memang sulit tidur membuat Adimas tak tega membangunkannya.
Adimas berjongkok dan menaburi ketiga kuburan yang saling berdekatan itu. Hatinya sakit kala tangannya menabur bunga. Rasanya dia masih tak percaya bahwa sudah selama ini dia hidup sendiri tanpa mereka.
"Ma, Pa, Bang ..., Adi kangen sama kalian," ujarnya lirih bahkan Adimas tak kuasa menahan air matanya. "Waktu hidup Adi bersama kalian memang lebih sedikit dibanding waktu hidup Adi sendiri tanpa kalian, tapi kenapa ya, Ma, Pa, Bang, rasanya Adi belum bisa sekuat dan setegar yang dipikirkan kalau Adi datang ke sini?"
Di umurnya yang hampir menginjak lima puluh dua tahun ini, Adimas memang sudah biasa tinggal tanpa mereka. Terhitung tiga puluh tahun tanpa mereka dan hanya dua puluh satu tahun saja Adimas bisa merasakan hidup bersama dengan mereka.
"Adi janji Ma, Pa, Bang, Adi bakalan jaga apa yang Adi punya sekarang meski maaf sudah hampir tujuh tahun ini Adi harus kehilangan Sherena dan juga Daffa. Adi memang bodoh kala itu, Ma, Pa, Bang, tapi Adi juga tidak bisa menahan Sherena untuk tinggal, Adi tahu Sherena berhak bahagia, meski harus Adi yang terluka. Adi sayang sama Sherena sama Daffa, tapi rasanya merelakan mereka bahagia tanpa Adi itu salah satu caranya."
Adimas mengusap pusar milik sang kakak. "Maaf Bang, Adi gak bisa jaga cinta Abang. Maafin Adi....."
"Siapa yang bilang itu sama kamu, Mas?"
Sontak Adimas yang masih berlinang air mata itu menoleh ke belakang tepatnya ke sumber suara dan melihat Sherena berdiri dengan pakaian serba hitamnya.
"Kamu gak salah, Mas, aku yang salah," sambung Sherena.
***
"Anjir Gas berasa punya bini gue masuk ke kayak ginian."
Devon menatap sekeliling yang penuh dengan perlengakapan bayi juga bumil ini. Sebenarnya Agasa ingin membelikan Diana sesuatu dan dia berharap tidur Diana lebih nyaman jika dia membelikan sesuatu itu.
"Emang mau beli apa, Gas?" tanya Naka yang kini tangannya sibuk memegang pakaian bayi yang begitu kecil dan imut.
"Beli bantal entah apa namanya pokoknya buat ibu hamil. Diana semalam tidurnya susah. Gak tega gue," jawab Agasa terselip kekhawatiran yang begitu jelas tertangkap oleh ketiga sahabatnya.
Zemi menepuk pundak Agasa. "Lo emang suami yang baik, gue berdoa kalian langgeng ya dan semoga Diana selalu sehat-sehat. Untung banget gue gak ajak Bianca. Kalau dia tahu pasti over thinking soal Diana."
"Gue setuju sama Zemi. Samawa ya."
"Gue juga dong," seru Devon menambahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Diana [ Completed ]
Jugendliteratur#AgasaDKKSeries1 Kisah seorang anak yang menjadi korban perceraian orangtuanya membuat dirinya selalu berusaha tersenyum dan tertawa di depan semua orang, meskipun hatinya tengah terluka. Diana Tresya, namanya. Gadis yang memiliki topeng yang bisa...