Bab 2 - Sosok Papa dan Agasa

7.3K 373 29
                                    


Cemasku, tanda ku menyayangimu.

—Tentang Diana.

🕊️

Ruangan didominasi cat putih, aroma obat-obatan yang menyeruak dan yang paling menonjol adalah infus yang berada di samping ranjang pasien membuat siapapun akan selalu terfokus pada benda itu.

Benda yang akan menentukan hidup seseorang, terlebih saat seseorang sudah tak lagi sanggup untuk makan.

Kini seorang gadis yang tak lain adalah Diana menangis di samping ranjang tempat sang papa terbaring lemah dengan infus di tangan kirinya.

"Ana gak siap kehilangan, Pa. Ana gak punya siapa-siapa lagi kecuali Papa. Ana sayang sama Papa."

Diana terus saja memeluk lengan kanan sang papa yang terbebas dari infus dan dalam hatinya dia selalu berdoa agar sang ayah segera siuman.

"Pak Adimas hanya kurang menjaga tidur dan juga banyak beban pikiran terlebih penyakit maag yang dideritanya membuat Pak Adimas perlu dirawat beberapa hari, tapi tenang ya Nak karena Pak Adimas tidak terlalu parah dan saya mengenal sosok beliau yang kuat karena dia punya anak yang mesti dia jaga."

Penjelasan dokter Hari yang memeriksa sang papa terus saja terngiang dalam pikirannya membuat Diana sedikit lega, tapi dirinya tidak bisa menapik jika dirinya takut jika sang papa pergi.

Hanya papanya yang mengerti Ana bahkan sang papa selalu berusaha jadi yang terbaik untuk Ana.

Flashback on

"Pa, nanti Ana kan mau baca puisi buat ibu menurut papa gimana? Ana kan engga ada ibu."

Gadis yang masih duduk di bangku kelas lima SD itu meminta pendapat sang papa.

Sang papa tersenyum hangat dan mengelus rambut hitam milik gadis itu. "Papa yang bakalan datang gimana? Kan Ana tahu kan kalau sekarang Papa ini papa sekaligus mama untuk Ana."

Awalnya Diana terdiam, tapi daripada tidak ada sama sekali lebih baik Diana menyetujuinya.

"Nanti kalau ada yang nanya Ana mesti jawab apa? Soalnya temen-temen Ana suka julitin Ana."

"Nak jangan dengerin mereka ya? Tapi, kamu juga jangan benci mereka. Terkadang apa yang kita harapkan itu tak sesuai kenyataan, tapi Papa yakin badai pasti berlalu. Ana bakalan jadi anak yang kuat dan tentunya banggain Papa."

Tepat acara hari ibu sang papa datang ke sekolah Ana membuat semua orang menatap heran, tapi Adimas–sang papa tidak merasa terganggu bahkan pria itu tersenyum hangat pada semua orang yang menatapnya.

Ketika giliran Ana yang membaca puisi. Adimas menatapnya seksama hingga selesai puisi Adimas berdiri dan tepuk tangan sebelum akhirnya pria berkemeja hitam itu naik ke panggung dan berkata,

"Saya tahu ini aneh di mata kalian, tapi saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk putri saya dan salah satunya ini, saya rela menjadi ibunya karena sekarang saya adalah ibu sekaligus papa untuk Ana."

Flasback off

"Pa... Ana belum banggain Papa. Diana mohon Papa bangun dan setelah itu Ana janji bakalan jadi lulusan terbaik di angkatan Ana seperti apa yang selalu Papa doakan."

***

"Lo tahu dimana Ana?"

Bianca menggeleng lemah menjawab pertanyaan Agasa. "Lo tahu kan gue udah cerita kalau Ana nerima WA terus cabut gitu aja."

Tentang Diana [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang