23. Spesial (?)

117 13 0
                                    

Bagi mereka ini tuh kejadian langka

~Bapak Manajer Keuangan~


Happy Reading

Satu minggu sudah aku bekerja sebagai sekretaris mantanku. Tapi apa bisa aku katakan mantan kalau dia sama sekali tak menyetujui permintaan putusku dulu? Dan sekarang aku harus bekerja di bawah bayang-bayang masa lalu yang masih membelengguku. Kecanggungan yang amat kentara menyelimuti kami berdua pun belum juga teratasi.

Meski bekerja dalam satu atap dan sering mendampinginya dalam rapat atau meeting bersama klien, rasa canggung itu masih kentara terasa. Saat bertemu pun kami hanya membicarakan tentang pekerjaan. Sepertinya dia lebih menutup diri sekarang. Sungguh berbeda dengan Chandra yang aku kenal dulu.

"Mbak Nav, minta tolong berkas ini diserahkan ke Pak Chandra ya. Tapi sebelumnya silahkan di cek dulu," ujar Mbak Rifa, salah satu staf accounting.

"Iya Mbak, misal ada perubahan langsung saya ubah aja ya, takutnya Bapak keburu nunggu laporannya," jawabku.

Meski aku ini tergolong anak baru, tapi teman-teman satu tim keuangan sungguh luar biasa. Mereka sering memberikan ilmunya dan membantu diriku dalam menyelesaikan beberapa masalah laporan keuangan kantor.

Tak mau membuang waktu, aku langsung cek laporan keuangan tersebut karena sebentar lagi masuk jam makan siang. Takutnya kalau nggak segera aku cek, bisa telat makan siang. Bukan apa-apa, maag ku sedikit kambuh dan harus makan tepat waktu.

"Alhamdulillah selesai, tinggal menghadap Bapak Manajer," ujarku seorang diri.

Aku mulai terbiasa dengan keadaan kami saat ini. Yang terpenting profesional nomor satu. Aku mencintai pekerjaan ini, jadi mau tidak mau aku harus beradaptasi dengan kehadirannya di sekitarku. Selama itu tak mengganggu privasiku, aku sih nggak masalah.

Tok tok tok

Ku ketuk pintunya terlebih dahulu. Takutnya kalau langsung masuk, aku dikira nggak sopan sama atasan.

"Masuk," sahutan dari dalam.

Tapi kenapa suaranya lesu banget. Aku langsung masuk dan melihat orang itu sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja kerjanya yang masih berantakan oleh kertas-kertas.

"Permisi Pak, saya mau kasih berkas laporan keuangan bulan ini. Ini tadi dari Mbak Rifa sudah saya koreksi. Tapi kalau Bapak mau koreksi lagi, silahkan," ujarku.

Dalam profesionalitas, aku tetap menggunakan kalimat formal. Jauh berbeda saat kami dalam organisasi dahulu. Duhh kenapa jadi flashback.

Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku. Apa dia sakit? Karena wajahnya lumayan pucat dengan kantung mata yang lumayan tebal. Ahh ngapain juga aku masih perhatian sama dia. Ingat Nav, dia yang sudah membuatmu hancur.

"Kamu letakkan sini aja, nanti saya cek lagi," jawabnya.

Ku letakkan berkas tersebut di mejanya, "Kalau begitu saya permisi," ujarku kemudian.

Dia mengangguk lemah. Tapi saat aku sampai pintu, tiba-tiba dia memanggil.

"Nav,"

Aku menoleh, "Ya?"

"Bisa minta tolong? Bilangin ke OB suruh buatkan teh panas sama carikan obat pereda sakit kepala," ujarnya.

Aku hanya mengangguk dan keluar dari ruangannya.

Bukannya memanggil OB, aku malah langsung ke pantri untuk membuatkannya teh. Entah apa yang aku lakukan ini. Apakah murni kemanusiaan atau ada hal lain yang tak aku mengerti?

Cinta Simpul Mati 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang