Chapter 1

2.7K 338 460
                                    

Seorang pria baru saja menghentikan mobil yang dikendarainya tepat di depan pintu masuk sebuah gedung perusahaan yang cukup besar, melemparkan kunci mobil ke seseorang yang selalu menyambut kedatangannya setiap pagi. Sebelah tangannya menyampirkan jas di bahu kiri, lalu kaki jenjangnya melangkah begitu santai. Sesekali tangannya pun menyisir surai hitamnya ke belakang.

Ryu Taehyung. Seorang CEO muda salah satu perusahaan terbesar di Korea. Memiliki paras yang indah serta tubuh tegap yang selalu dilapisi stelan mahal, proporsi tubuh yang terlihat sangat ideal dengan tinggi badannya, dan jangan lupakan wajahnya yang terlihat bak sebuah pahatan indah dari sebuah mahakarya yang sangat luar biasa, juga garis rahang tegas yang membentuk sempurna. Jika dilihat dari sisi manapun tak akan ada celah yang menghalangi wajah tampannya. Ryu Taehyung, kesempurnaan sesungguhnya yang dimiliki oleh seorang manusia.

Jam sudah menunjukan pukul 12 siang, baru beberapa menit yang lalu Taehyung kembali ke ruangannya setelah menyelesaikan meetingnya, dan setelah ini ia harus kembali berkutat dengan beberapa tumpukan dokumen di atas meja kerjanya yang selalu berhasil membuat kepalanya hampir pecah setiap mengerjakannya. Taehyung pun berjalan menuju sofa yang terletak di sudut ruangan, lantas merebahkan tubuhnya di atas sofa yang cukup luas itu. Sama seperti biasanya ia selalu melewatkan makan siangnya dan lebih memilih untuk menutup kedua netranya sejenak untuk menetralisir pikiran yang sering kali terasa kacau hingga membuat kepalanya berdenyut begitu nyeri.

Belum lama kedua netranya terpejam, rungunya dikejutkan dengan suara familiar yang berhasil mengusiknya dan membuatnya kembali membuka kedua kelopak matanya yang sempat memejam. Taehyung menatap jengah seorang pria lain yang kini ada di hadapannya.

"Yak!! Apa-apaan kau ini!!!"

"Taehyung-ah... Dengar! Ada suatu hal yang harus ku bicarakan padamu. Ini sangat penting!"

Taehyung mengerenyitkan keningnya, rasa pening di kepalanya saat ini masih ia rasakan dan kali ini bocah pendek ini datang padanya dengan wajah kelewat serius. "Apa ada sesuatu yang terjadi? Cepat katakan!!! Aku ingin istirahat," ujar Taehyung sambil kembali bersiap untuk kembali menutup kedua netranya. Tapi ia kembali dikejutkan dengan satu jitakan yang berhasil mendarat dengan mulus di kepala yang menurutnya sangat berharga baginya, dan berhasil membuat ringisan keluar dari labiumnya.

"Yak!! Choi Jimin !!! Aku ini seorang CEO di sini. Bagaimana jika para karyawanku melihat aku diperlakukan seperti ini oleh orang sepertimu. Bisa jatuh reputasiku!"

"Yak!! Kau!! Bulshitt dengan semua omong kosongmu tentang reputasimu itu. Dasar alien!!"

Bugh

Kali ini giliran Jimin yang meringis kesakitan saat satu tendangan keras mendarat tepat dikisaran bokongnya."Yak!! Ryu Taehyung!!!" Jimin menatap tajam Taehyung, setelahnya tatapan itu berubah menjadi tatapan kelewat serius. "dengar, ini serius! Sesuatu telah terjadi dan ini membahayakan kita semua," sambungnya.

"Yak!! Katakan langsung, bertele-tele sekali kau. Bodoh!!"

"Kau yang bodoh! Apa kau benar-benar mau membahasnya di tempat ini?"

Taehyung terdiam menatap Jimin yang juga tengah menatapnya begitu serius. Taehyung tau, bocah di hadapannya ini sedang tidak bercanda, dan sepertinya sesuatu yang buruk benar tengah terjadi.


*****


Di pagi yang cerah, seperti biasanya gadis cantik ini tengah disibukkan dengan kegiatannya di setiap pagi. Kedua tangannya tengah sibuk dengan peralatan masak juga beberapa bahan masakan di dapurnya. Tangannya terlihat begitu cekatan, sambil sesekali terlihat menyeka keringat yang turun dari pelipisnya. Tak membutuhkan waktu lama ia pun telah menyelesaikan beberapa masakan dan telah ia sajikan di atas meja makan.

Dengan gerakan cepat, ia pun melepas celemek yang sedari tadi melekat di tubuhnya dan berlari menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan pakaian casual juga sebuah tas yang tersampir di bahu kanannya.

Secercah senyum hangat mengalahkan hangatnya sinar mentari pagi terpatri di ranum cherrynya saat melihat seseorang yang sangat dicintainya. Lantas menaruh piring beserta segelas air di depan pria paruh baya yang juga tengah menatapnya dengan senyum, hingga menimbulkan beberapa kerutan di sekitar netranya. Gadis cantik itu pun mensejajarkan tubuhnya tepat di hadapan kursi roda pria itu, kemudian menyentuh dengan lembut punggung tangan yang terlihat mulai timbul beberapa keriput di sana.

"Appa... habiskan makanannya yaa. Kalau tidak, Putrimu ini akan sedih. Appa tidak mau kan melihat Putrimu bersedih? Oleh sebab itu, Appa harus benar-benar menghabiskannya."

Pria paruh baya itu menyentuh dengan lembut pipi Putri kesayangannya dan sesekali mengelus surai hitam sebahu Putrinya yang terurai begitu indah. Cantik, sungguh! Di matanya, Putrinya benar-benar seorang gadis yang cantik. Betapa bersyukurnya ia dikaruniai seorang malaikat kecil yang sangat cantik seperti ini, malaikat kecil yang kini telah bertumbuh menjadi seorang gadis cantik yang memiliki hati bak malaikat. Pria itu tersenyum dan mengangguk. Hingga membuat senyum hangat itu kembali terpatri di wajah Putri cantiknya yang langsung menghambur ke dalam pelukannya.

"Baiklah Appa, sekarang aku harus berangkat. Jaga dirimu baik-baik, sampai aku kembali nanti. Aku mencintaimu."

Gadis itu pun pergi setelah berpamitan dengan Ayahnya. Ia berlari dengan sekuat tenaga menuju halte bus yang berada cukup jauh dari rumahnya, sesekali ia menyeka peluh yang menetes dari dahinya. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah halte dengan nafas yang tersengal, ranumnya menyunggingkan senyum saat melihat sebuah bus yang masih setia berada di depan halte dan dengan sigap ia pun langsung menaikinya.

Setelah sampai di tempat tujuan, gadis cantik itu pun kembali berlari saat melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Tidak! Hari ini ia bertekad untuk datang tepat waktu, karena sudah banyak hukuman yang telah ia dapatkan ketika ia terlambat masuk.

Terakhir kali ia mendapat hukuman, untuk tidak mengikuti pelajaran selama dua kali pertemuan. Tentu saja ia merasa dirugikan akan hal itu, tapi tetap saja bagaimana pun juga hal itu terjadi karena kesalahan yang ia buat sendiri, selalu datang terlambat ketika jam kuliah telah dimulai. Dengan nafas yang memburu ia pun mendaratkan bantalan duduknya di sebuah kursi yang biasa ia duduki.

"Yak! Kau! Apa kau berlari lagi?!"









To be Continue ...

HEILERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang