Taehyung saat ini tengah berada di rumah besar milik orang tuanya. Setelah mendapat panggilan dari Ryu Soora, Ibunya. Bahwa ada sesuatu hal penting yang akan mereka bicarakan. Hingga dengan sangat terpaksa ia harus sejenak meninggalkan pekerjaan di kantornya dan kembali menginjakkan kaki di rumah, tidak lebih tepatnya menginjakkan kaki di neraka dunianya
Sedari tadi Taehyung hanya terdiam menunggu orang tuanya yang hingga kini belum ia lihat persensi keduanya di ruang tengah rumah besar ini, sesekali kedua netra Taehyung menyusuri seisi ruang yang cukup luas itu.
Hati Taehyung teriris perih saat melihat beberapa foto masa kecilnya yang tengah tersenyum riang terpajang di beberapa sudut di ruangan ini. Jika Taehyung bisa, ia sangat ingin kembali ke masa itu. Masa dimana ia yang selalu dimanja oleh Ayahnya, menuruti setiap keinginannya, bermain bersama Sang Ayah di taman belakang rumah, menangis dipelukan Ayahnya ketika terjatuh, hingga tertawa riang saat ia mendapatkan mainan keluaran terbaru kala itu.
Kebahagiaan sederhana yang sama sekali tak pernah lagi Taehyung rasakan saat ia mulai beranjak remaja bahkan sampai saat ini, semuanya menghilang dan hanya menjadi sebuah kenangan yang terasa sangat menyakitkan. Semua kebahagiaan itu seakan berganti dengan kesedihan serta rasa sakit yang selalu ia rasakan.
"Ku kira kau tidak akan datang, Ryu Taehyung."
Seluruh atensi Taehyung langsung teralihkan saat mendengar suara sang Ayah yang sangat menginterupsi. Taehyung pun melangkahkan kakinya dan memposisikan diri untuk duduk tepat di hadapan Ryu Jaewon, yang hanya dibatasi meja di antara mereka.
"Hal apa yang sebenarnya ingin kalian bicarakan padaku? Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu," ucap Taehyung dengan raut wajah yang dibuat sedatar mungkin. Taehyung selalu bersikap dingin kepada orang tuanya. Bahkan terasa lebih dingin dari es yang membeku di kutub utara sekalipun.
"Hmm... aku tak menyangka, ternyata Putraku benar-benar sibuk sekarang!" ujar Ryu Jaewon.
"Apa kau baru menyadarinya, Aboenim?"
Jika kalian berada dalam situasi seperti ini, apa yang akan kalian lakukan? Menyaksikan perang dingin yang selalu terjadi antara Ayah dan Anak itu, ketika mereka bertemu. "Hhh.. Kau ini. Benar-benar sangat luar biasa. Tapi tetap saja, kau belum berhasil membuat Appamu sendiri bangga. Ryu Taehyung," tambah pria paruh baya itu.
"Jika anda tidak mengatakannya sekarang. Maka aku akan pergi saat ini juga!"
"Kau akan kami jodohkan dengan anak dari kolega bisnis Appamu."
Mendengar ucapan dari Ibunya, seketika netra Taehyung terbelalak karena saking terkejutnya. Taehyung sangat yakin, pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Ia tidak mungkin salah menangkap kalimat yang baru saja diucapkan Ibunya. Dijodohkan? Kenapa hidupnya selalu dipenuhi dengan segala sesuatu yang sama sekali tak masuk dalam logikanya. Bahkan saat ini Taehyung belum sama sekali terpikirkan untuk menikah meskipun di usianya ini, ia bisa terbilang sudah cukup mapan untuk melakukan sebuah pernikahan.
"Apa maksud Eomma?"
"Bukankah sudah jelas?! Kau sudah Appa jodohkan, Taehyung."
"Bagaimana bisa? Kalian bahkan melakukannya tanpa persetujuan dariku."
"Kami tidak membutuhkan persetujuan darimu. Tidak ada lagi penolakan! Karena ini sudah kami rencanakan sejak jauh-jauh hari. Dan akan ku pastikan, kau akan segera secepatnya bertemu dengan calon istrimu."
"Tidak!!! Aku tidak akan menerima perjodohan bodoh ini, dan sampai kapanpun tidak akan pernah menerimanya!!"
Tentu Taehyung tak akan menerimanya semudah itu, bahkan mungkin tak akan pernah menerimanya. Taehyung langsung beranjak dari duduknya. Kedua tangannya mengepal di masing-masing sisi tubuhnya, rahang tegasnya berubah mengeras, dan jangan lupakan tatapan mata elang Taehyung yang selalu bisa mematikan pergerakan seseorang. "Berhentilah melakukan hal sesuka hatimu, Tuan!!" ujar Taehyung, ia tidak peduli dengan siapa ia berbicara sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEILER
FanfictionSebaik dan sekeras apapun usaha untuk menutup sebuah luka, pasti akan terlihat juga. Aksara dari labium mengalun bahwa semuanya baik-baik saja, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Tak ada yang tau seberapa dalam luka yang telah bersemayam dan tak a...